Sedang Membaca
Kedermawanan Ummi Ja’far dan Dua Orang Pengemis Buta
Muhammad Asrori
Penulis Kolom

Pengajar di Universitas Islam Lamongan.

Kedermawanan Ummi Ja’far dan Dua Orang Pengemis Buta

Di dunia ini, banyak orang dengan kenikmatan melimpah namun tak dapat menikmatinya. Hal tersebut seringkali dipicu karena kurangnya rasa syukur. Sehingga kenikmatan yang berlimpah, terkalahkan oleh rasa rakus dan tamak.

Ketamakan manusia, memang sulit dibendung. Jika sudah diberi sejumput, ia akan meminta segenggam. Sudah ada segenggam ia akan meminta segendongan. Sudah pun ada segendongan pasti ia akan meminta selebihnya.

Namun adapula manusia yang dermawan, suka menolong. Adapula manusia yang kanaah, ikhlas dan lapang dada menerima pemberian Allah. Karena ia tahu bahwa Allah akan kuasa, memberi apapun yang Dia mau. Karena ia Maha Pemilik Segala dan Maha Kuasa.

Alkisah, ada dua orang pengemis buta yang selalu mengemis berdampingan. Mereka seringkali mengemis di depan rumah seorang perempuan kaya nan dermawan. Perempuan itu terkenal dengan nama Ummi Ja’far Zubaidah Al-Abbasiyah. Setiap hari dua pengemis itu selalu duduk di depan rumah Ummi Ja’far.

Pada suatu ketika, kedua orang ini berdoa di depan rumah Ummi Ja’far. Si buta pertama berdoa dengan khusyu’, “Ya Allah berikanlah aku rezeki dengan kemurahan-Mu.” Saat yang sama si buta kedua berdoa, “Ya Allah berikanlah aku rezeki dari kedermawan Ummi Ja’far.” Saat itu, Ummi Ja’far melihat dan mendengar doa keduanya.

Baca juga:  Sufi Perempuan Nus-yah

Setelah itu setiap hari Ummi Ja’far selalu mengirimkan kepada keduanya orang untuk mengantarkan derma. Untuk si buta pertama, Ummi Ja’far memberinya uang dua dirham. Sedangkan untuk pengemis kedua ia mengirimkan adonan roti siap masak dan ayam bakar. Di dalam ayam bakar itu, Ummi Ja’far menyelipkan uang sebesar sepuluh dinar.

Ketika menerima sedekah dari Ummi Ja’far reaksi keduanya berbeda. Si buta pertama tampak ikhlas dan bersyukur, sedangkan si buta kedua tampak merasa kurang. “Wahai kawanku apakah yang engkau dapatkan dari Ummi Ja’far?,” tanya si buta kedua. “Sepertinya aku mendapatkan dua dirham,” kata si buta pertama. Hingga si buta kedua menyatakan kepada kawannya, “Berikanlah kepadaku dua dirham milikmu. Ambil saja ayam bakarku ini untuk anak-anakmu,” tawar si buta kedua. Sedangkan si buta kedua tak mengetahui apa yang ada di dalam ayam bakar itu.

Sampailah si buta pertama di rumah, ketika istrinya sedang menyuguhkan ayam bakar didapatinya uang sepuluh dinar di dalam ayam bakar. Begitu si istri mengabarkan, si pengemis buta berjingkrak kegirangan.

Pada hari berikutnya, hal itu terjadi kembali. Si buta kedua menawarkan ayam bakarnya lagi. Karena si buta pertama sudah mengetahui apa yang ada di dalam ayam bakar itu, ia pun dengan girang menyetujui. Begitu terjadi dalam beberapa waktu.

Baca juga:  Abu Yazid, Kedalaman Cinta, dan Tanggung Jawab Sosial (3)

Hingga pada suatu waktu Ummi Ja’far berkata kepada si buta kedua, “Bukankah sudah cukup kemurahan hatiku kepadamu wahai fulan?.”Tidak, engkau hanya memberiku adonan roti dan ayam bakar. Semuanya telah aku jual kepada temanku ini dengan harga dua dirham setiap hari.”

Tersentaklah Ummi Ja’far, “Benarlah. Orang itu (si buta pertama) mengharap kemurahan Allah SWT, maka Allah SWT memberikan rezeki dan kemurahan kepadanya. Walau kita tak menginginkan itu. Sedangkan engkau mengharapkan kemurahanku. Maka, Allah haramkan atas engkau pemberianku walaupun aku ingin memberimu. Untuk menyatakan kepada kita bahwa Sang Pembuat Takdir tak terkalahkan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,” demikian kata Ummi Ja’far.

Kisah ini diadaptasikan dari kisah yang ditulis oleh Muhammad bin Abdullah Al-Jurdani Al-Dimasyqi dalam kitab Al-Jawahir Al-Lu’lu’iyah yang merupakan anotasi (syarh) dari kitab Al-Arbain Al-Nawawiyah.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top