Sedang Membaca
Makna Senyum Perempuan Ditinjau dari Berbagai Nalar

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga yang suka ngopi dan diskusi. Pernah nyantri di Pondok Pesantren Nurul Ulum, Ogan Komering Ilir Sum-Sel.

Makna Senyum Perempuan Ditinjau dari Berbagai Nalar

Dalam kehidupan di dunia ini, dewasa ini, tentu kita sebagai manusia yang telah dianugerahkan kemampuan untuk menalar segala sesuatu di sekitar kita niscaya memiliki konstruksi tersendiri, entah menganut teori-teori dan bangunan dari ilmu-ilmu logika atau berdasarkan pisau bedah kita sendiri. Dalam hal ini, kita disuguhkan dengan berbagai bentuk cara menalar segala sesuatu, mulai dari yang paling sederhana dan yang paling rumit sekalipun. 

Tak lepas dari memaknai senyum seorang perempuan kepada kita tentunya. Dan pada kesempatan ini, saya akan sedikit memberi kiat-kiat pada pembaca mengenai hal tersebut, yang saya ambilkan dari nalar Islam yang di gagas beberapa cendekiawan Islam, Abid Jabiri misalnya.

Jika ada seorang perempuan tiba-tiba tersenyum kepada Anda, maka apa yang Anda pikirkan? Apakah Anda berpikir, bahwa perempuan tersebut mencinta Anda? atau Anda akan berpikir, paling tidak perempuan tersebut mengagumi Anda?!

Untuk membuktikan makna senyum seorang perempuan, tentu setiap orang berbeda-beda cara membuktikannya. Seorang empiris sejati misalnya, tentu tidak mungkin mengandalkan perasaannya untuk mengatakan bahwa perempuan itu mencintai dirinya. Ia membutuhkan pembuktian yang lebih kuat, maka dari itu seorang empirisme akan menanyakan secara langsung kepada sang perempuan tentang makna senyum yang telah ia sampaikan padanya. 

Lain lagi bagi seorang rasionalis murni, untuk membuktikan makna senyum tersebut, ia perlu lihat samping kanan dan kirinya, lebih dari itu ia juga harus melihat siapa yang ada dibelakang dirinya. Kalau ia sudah yakin bahwa tidak ada orang lain dibelakangnya, juga samping kanan dan kirinya, dan telah memastikan bahwa senyum itu memang benar-benar mengarah pada dirinya, baru ia dapat menyimpulkan bahwa barangkali perempuan itu memang menyukainya.

Baca juga:  Perempuan dalam Perspektif Islam dan Psikoanalisis (3): Perempuan adalah Ibu dari Humanisme

Mengapa barangkali? Karena seorang rasioanalis tetap memerlukan analisa yang lebih kuat terhadap kualitas senyum perempuan tersebut, bagaimana cara ia tersenyum, berapa lama ia tersenyum, jangan-jangan ia senyum-senyum sendiri. Kalau sudah ada tanda-tanda seorang perempuan senyum-senyum sendiri, saya kira Anda sudah tahu jawabannya. Maka saya sarankan Anda jangan mengharap apa-apa darinya, berharap saja atas kesembuhannya.

Selain dua golangan di atas, ada golangan lain yaitu golongan “irfan”. Golongan ini dikenal dengan paham intuisinya. Dalam bahasa Barat mereka dikenal dengan kaum “mistik”, sedangkan dalam bahasa tasawuf mereka disebut dengan kaum “sufi”. Kira-kira bagaimana mereka menanggapi makna senyum perempuan?

Sabagaimana pijakan mereka, yaitu intuisi, saya mengandaikan bahwa kaum “irfan” akan mengandalkan perasaannya dalam memaknai arti senyum perempuan. Bagi mereka perasaan atau intuisi jauh lebih dahsyat ketimbang logika. Yaa, masalah cinta dan senyuman memang bukan logika, cinta adalah masalah perasaan, tentang nalar intuitif, seperti bait-bait dalam lagu Agnes Monica, misalnya, “cinta ini, kadang-kadang  tak ada logika, berisi semua hasrat dalam hati, ku hanya ingin dapat memiliki, dirimu hanya untuk sesaat”. Masalah arti senyum perempuan, apakah itu isyarat cinta bagi dirinya atau bukan, menurut mereka adalah “yang penting yakin”.

Satu lagi golongan lain yang ingin saya andaikan untuk menanggapi makna senyum perempuan, adalah golongan “Bayan”. Golongan ini bisa juga disebut sebagai penganut wahyu atau teks, golongan ini berkonsentrasi dalam menafisiri ayat-ayat Tuhan. Sehingga boleh atau tidaknya sebuah tindakan, benar atau tidaknya tindakan tersebut, ia harus mempunyai pijakan dari wahyu atau teks.

Baca juga:  Nikah Siri Cacat Hukum dan Menyalahi UU yang Berlaku di Indonesia?

Saya membayangkan bahwa kaum “Bayan” akan menunggu wahyu turun dari Tuhan terlebih dahulu, atau minimalnya membuka-buka kembali kitab sucinya, untuk menjawab hakikat senyum perempuan. Kemudian mereka teringat dengan Al-Qur’sn, surat al-Hujarat ayat 13 yang berbunyi:

“innâ khalaqnâkum min dzakarin wa untsa, wa ja’alnâkum syu’uban wa qabâila li ta’ârafû..” “Sesungguhnya kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian menjadikan kalian bersuku-suku agar kalian saling kenal mengenal”.

Sambil merenungi ayat ini, kemudian mereka bergumam “senyum perempuan adalah isyarat mereka ingin berkenalan ..  cuzz” .

Nah, pada tulisan yang sederhana ini, saya tidak memasukkan logika “Burhan” ke dalam permasalahan, karena logika ini masih rancau, apakah ia masuk pada logika empirik atau logika rasional. Berdasarkan pengamatan saya, yang dimaksud nalar “Burhan” dalam buku Abid Al-Jabiri adalah qiyas ‘ilmi. Sebenarnya qiyas ilmi tidak ada bedanya dengan qiyas lain, hanya saja dalam qiyas ‘ilmi premis-premis yang ada di dalamnya niscaya dibangun dari pengetahuan badihi (aksiomatik) bukan asumsi, sehingga bisa dipastikan kebenarannya.  Semua qiyas baik yang ‘ilmi atau bukan, cenderung  lebih dekat dengan logika rasional, bukan empirik. Karena itu penulis tidak setuju dengan logika Burhan yang dibangun oleh Jabiri ini, karena hanya sebatas nalar rasional, dan bukan empirik.

Baca juga:  Islam Memuliakan Perempuan, Berikut Penafsiran Al-Qur'an, Hadis, dan Pendapat Para Ulama

Selain itu, yang membuat penulis tidak setuju dengan Jabiri adalah: Jabiri terlalu memaksa logika Burhan untuk diterapkan dalam segala hal, terutama dalam masalah agama dan ketuhanan, padahal terdapat banyak sisi yang tidak dapat dijangkau oleh logika, tetapi dapat dijangkau dengan nalar lain. Ada sebagian orang yang memaknai logika Burhan sebagai logika empiris, jika hal itu terjadi, justru hal itu akan menjadi boomerang bagi Jabiri sendiri, karena empirisme akan tumpul jika dihadapkan dengan masalah ketuhanan. Empirisme memang cocok jika digunakan untuk membahas sains dan ilmu pengetahuan, sayangnya Jabiri tidak membahas sains di dalam bukunya, ia hanya membahas agama dan ketuhanan.

Akhirnya, silakan Anda tarik konklusi sendiri untuk memaknai senyum seorang perempuan kepada Anda. Tentukan sendiri dari sudut pandang dan nalar mana Anda menilainya. Semoga kita semua mendapatkan pemaknaan yang kita harapkan tentang makna senyum seorang perempuan kepada kita. 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top