Sedang Membaca
Hidup Sederhana itu Enak dan Menyenangkan
Mushofa
Penulis Kolom

Pengasuh PP. Daarul Ishlah As-Syafi’iyyah, Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.

Hidup Sederhana itu Enak dan Menyenangkan

gusdur

Di era digital seperti sekarang ini, manusia ingin terlihat trendi, modern dan update. Mulai dari penampilan pakaian sampai dengan gaya hidup keseharian. Sebenarnya sah-sah saja, karena mereka berlaku seperti itu menggunakan uang pribadi dan juga tidak merugikan orang lain. Namun akan kasihan, jika yang melakukan itu bukan orang yang berduit. Sebenarnya ia tidak mampu, namun karena ingin kelihatan seperti kebanyakan orang, ia bergaya layaknya bos perusahaan.

Gaya hidup yang ditiru adalah kehidupan orang kaya. Padahal penghasilan rendah tetapi selera hidupnya tinggi. Padahal kelihatan sekali perbedaan antara orang yang benar-benar kaya dengan orang yang ingin kelihatan kaya. Lihat saja ketika belanja di mall, bayarnya pakai uang cash atau kartu kredit, lihat saja barang belanjaannya yang bermerk atau diskonan. Apalagi ketika naik tangga escalator, mereka yang sok kaya akan kebingungan. Bahkan sering kali tersesat di mall.

Tapi anehnya, ketika ia di dalam mall, mulailah foto-foto di depan pakaian mahal, foto makan di restaurant, dan kemudian meng-upload di akun-akun media sosialnya seperti facebook, Instagram, status watshap, dan lain sebagainya. Ia ingin tampil eksis seperti konglomerat. Dan puas ketika dilike ratusan teman medsosnya. Setelah pulang ke rumah, sebenarnya hidupnya jauh dari kemampuan.

Baca juga:  Kiai Ali Maksum: Soko Guru Para Tokoh Nasional Abad 21

Sebenarnya hidup sederhana itu indah, enak, menenangkan dan menyenangkan. Pakain sederhana yang penting sudah bisa menutup aurat. Daripada mahal tapi kreditan, yang bikin pusing bulanan. Makan sederhana yang penting halal, sehat dan bergizi. Daripada mahal namun dompet kebobolan. Handphone sederhana daripada mahal tetapi belum pelunasan. Semuanya itu akan membuat hidup tidak tenang, karena hidupnya selalu dibayang-banyangi penagihan. Andaikan mau sederhana saja pasti menyenangkan.

Banyak faktor yang menjadikan manusia mulai kehilangan kesederhanaan. Diantaranya: pertama, lingkungan pedesaan yang mulai tergerus menjadi perkotaan. Suasana pedesaan dari dulu mengajarkan kedamaian hidup dan kesederhanaan serta kearifan lokal. Masyarakatnya tidak neko-neko, mereka hidup apa adanya dan hidup menikmati hasil panen dan peternakannya. Berbeda dengan perkotaan, suasananya mengajarkan persaingan hidup. Corak-corak kemodernan masuk. Pasar-pasar tradisional sepi, karena masyarakat beralih ke mall dan pasar modern. Toko-toko sembako warga mulai sepi karena masyarakat pindah ke minimarket. Kesibukan yang padat juga menyebabkan tidak sempat masak, sehingga makanpun harus ke restoran dan rumah-rumah makan. Kondisi inilah yang secara tidak langsung mengajak manusia harus hidup mewah.

Kedua, media sosial juga sangat mempengaruhi lunturnya kesederhanaan. Hampir masyarakat sekarang semunya memegang gajet. Kita tahu tontonan dan tampilan dunia medsos penuh dengan keglamoran. Apalagi konten-konten tokoh publik yang selalu memamerkan kekayaan dalam chanel youtubenya. Sementara orang-orang miskin menjadi suscrabernya. Setiap video barunya akan selalu muncul dihadapan masyarakat menengah ke bawah. Tontonan inilah yang mengobsesi pikiran pengguna medsosnya. Akhirnya mempunyai keinginan meniru, namun dengan modal pas-pasan.

Baca juga:  Ekologi dalam Islam (3): Digitalisasi Kitab Kuning dan Dampak Positifnya Terhadap Lingkungan

Ketiga, tidak ada sikap qonaah dalam diri manusia. Qanaah ini secara terbatas bisa diartikan menerima atau merasa puas dengan apa yang dimiliki. Perasaan kurang terus dalam diri kita itu pasti akan selalu ada, karena kita sudah terbelenggu oleh nafsu syahwat. Berapapun yang dimiliki, manusia tidak akan merasa puas. Maka disini perlu adanya sifat qanaah untuk melawan sifat rakus itu. Ketika melihat orang lain mempunyai kelebihan dari pada dirinya, nafsu serakahnya muncul dan membisikkan “kamu harus seperti itu”. Akirnya berusaha dengan mati-matian meniru tanpa mengukur kemampuannya.

Walhasil, sederhana itu indah. Syukuri apa adanya. Nikmati nikmat yang telah diberi Tuhan. Sekalipun kita mempunyai kelebihan harta, gunakan seperlunya dan sesederhana mungkin. Biasakan berbagi dengan mereka yang kurang mampu. Zaman boleh modern, namun nilai kesederhaan tidak boleh hilang.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top