Sedang Membaca
Tradisi Kurban, dari Nabi Ibrahim hingga Masyarakat Toraja

Peneliti di Research Center for Biology, Indonesian Institute of Scienties

Tradisi Kurban, dari Nabi Ibrahim hingga Masyarakat Toraja

Berburu Kerbau Rawa di Kalang Hadangan Nagara 12

Berkurban adalah melepaskan ikatan kepemilikan kita terhadap harta benda untuk tujuan pengabdian sebagai bentuk pendekatan terhadap Allah. Harta yang dikurbankan atau dipersembakan dibagi-bagi secara adil pada masyarakat.

Salah satu tradisi besar bagi umat Islam adalah berkurban, yakni menyembelih hewan ternak dengan kategori tertentu untuk dibagikan pada fakir-miskin, keluarga dan tetangga.

Berkurban bagi umat Islam bersumber dari kitab suci Alquran. Tuhan melalui firman-Nya memerintahkan orang Islam untuk mengeluarkan harta atau kepemilikan hewan ternak untuk disembelih dan dagingnya dibagikan.
Dalam ajaran Islam, syariat berkurban dimulai dari Nabi Ibrahim yang diperintahkan untuk merelakan anaknya untuk dikurbankan, walaupun pada akhirnya, Tuhan mengganti dengan domba.

Kisah pengorbanan dalam Alquran pun ada pada periode sebelum Nabi Ibrahim, yakni pada masa Nabi Adam. Dikisahkan ada perselisihan antara dua anak Nabi Adam. Untuk menentukan siapa yang paling berhak adalah melalui berkurban. Siapa yang kurbannya diterima Allah, maka ia yang berhak.

Kedua anak Nabi Adam kemudian berusaha mengorbankan atau mempersembahkan yang dimilikinya. Dan, yang diterima Allah adalah kurban atau persembahan yang terbaik dan terikhlas.

Ragam Budaya, Ragam Agama, Ragam Kurban

Dalam ajaran agama-agama samawi (agama langit) dan kepercayaan tradisional yang ada di Indonesia, Nabi Adam adalah manusia pertama yang diciptakan Tuhan. Sebagai seorang Nabi dan Rasul, Nabi Adam tentu membawa misi dan ajaran. Diantaranya adalah ajaran mengenai berkurban, seperti dalam kisah perdebatan dua anaknya.

Baca juga:  Santri dan Dakwah Digital: Yang Waras Jangan Mengalah

Ajaran berkurban salah satu ajaran diwariskan pada generasi setelahnya melalui para Nabi. Semua nabi mengajarkan pengikutnya untuk berkurban. Dari Nabi Idris sampai pada Nabi Muhammad.

Pewarisan berkurban juga dilakukan oleh penganut agama-agama bumi. Para penganut kepercayaan tradisional juga mengenal tradisi berkurban.
Tujuan akhir dari berkurban adalah rida-Nya Allah pada kita. Walaupun demikian, sebagaimana ibadah lainnya pun berdampak pada kehidupan sosial dan memiliki ragam bentuk.

Masyarakat yang masih menganut kepercayaan lokal melakukan kurban untuk menentukan langkah, baik saat akan dimulainya tanam, membangun rumah atau tujuan-tujuan lainnya.
Melalui penyembelihan binatang ternak, pemimpin agama biasanya akan mengetahui apakah rencana tersebut berdampak baik atau buruk. Seperti agama Marapu di NTT, melalui hati binatang yang dikurbankan biasanya akan diketahui dampak dari aktifitas yang akan dilakukan.

Berkurban juga bisa kontrol populasi. Seperti pada masyarakat di Papua. Dalam Pigs for Anchestor hasil penelitian dari Roy Rappaport diketahui bahwa mereka melakukan “perang” terlebih dahulu supaya hewan ternak babi dapat disembelih secara besar-besaran. Dengan diadakan pengorbanan yang demikian, populasi hewan ternak dapat dikontrol sehingga distribusi nutrisi seimbang, dan manusia dapat melanjutkan kehidupannya.

Pada kepercayaan lain pun demikian, pengorbanan adalah ritual yang lumrah dilakukan untuk menggapai suatu hajat tertentu. Bahkan, diantara yang dikurbankan tidak hanya binatang ternak melainkan juga manusia. Bentuk pengorbanan yang demikian biasanya karena ada tujuan tertentu yang ada pada masyarakat.

Baca juga:  Memahami Ulang Makna Khusyu’

Walaupun beragam tradisi berkurban, tetapi dampak secara sosial hampir memiliki kesamaan, yakni merekatkan kembali ikatan-ikatan sosial di antara manusia.

Daging kurban, baik dalam ajaran Islam maupun lainnya akan dibagi-bagi untuk sesama. Baik dalam bentuk mentah maupun untuk dimakan secara bersama-sama.

Pembagian daging hewan kurban adalah bentuk sharing poverty (berbagi kemiskinan). Orang yang memiliki harus mengeluarkan hartanya untuk bisa dinikmati orang lain. Dengan cara seperti ini, diharapkan semua orang bisa makan.

Kesamaan lain dalam kurban adalah hewan yang dikurbankan. Dalam kurban, binatang atau hewan yang dikurbankan adalah hewan ternak yang memiliki kedekatan dengan manusia. Kedekatan tersebut diartikan sebagai kedekatan relasi, bukan secara DNA.
Karena sudah memiliki kedekatan relasi, maka ikatan kepemilikan menjadi lebih kuat. Biasanya, orang akan merasa berat hati melepas kepemilikan yang demikian.

Binatang yang dikorbankan pun memiliki persyaratan-persyaratan tertentu supaya layak dianggap sebagai korban.

Adanya persyaratannya sama, yang membedakan bentuk persyaratan tersebut. Untuk masyarakat Toraja, kerbau memiliki nilai tersendiri. Ada banyak kategori terhadap kerbau, yang terbaik adalah kerbau dengan belang terbalik (Tedong Saleko). Makin baik kerbau, makin bernilai tinggi pengorbanan dan tujuan akan mudah tercapai.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top