Sedang Membaca
Jangan Menunggu Ikhlas dalam Beramal
Avatar
Penulis Kolom

Mahasiswa Pascasarjana Prodi PAI dengan kosentrasi Pendidikan Moderat INKAFA

Jangan Menunggu Ikhlas dalam Beramal

Ibadah di Klenteng

Salah satu bentuk perintah syariat adalah beribadah, baik ibadah Mahdhah ataupun ibadah Ghairu Mahdhah. Syekh Abu Bakar Muhammad Syathah menjelaskan bahwa ibadah Mahdhah adalah ibadah yang pelaksanaanya tidak boleh diwakilkan seperti shalat, sedangkan ibadah Ghairu Mahdhah ibadah yang pelaksanaanya boleh diwakilkan dengan syarat-syarat tertentu seperti ibadah haji.

Dalam praktiknya, ibadah yang begitu banyak macamnya seringkali terjadi isykal khususnya dalam menata hati saat melakukanya. Banyak orang yang merasa belum bisa beribadah dengan ikhlas dan sempurna sehingga menggangu kekhusyuan hatinya saat beribadah. Bahkan diantaranya banyak meninggalkan amal hanya karena belum bisa ikhlas.

Sebenarnya agama ini simpel. Tidak sesulit yang banyak orang gambarkan. Kh Bahauddin Nur Salim atau yang lebih akrab disapa Gus Baha dalam salah satu kajianya pernah menyoroti fenemona orang yang beribadah tetapi menunggu ikhlas. Menurut beliau  orang yang beribadah namun di hatinya ada rasa khawatir diterima atau tidaknya ibadah tersebut maka orang tersebut sombong bahkan bisa menjadi syirik.

Bagaimanapun juga orang yang mau beribadah dan bersujud walaupun dia ingat hutang, berarti orang tersebut telah membuat setan marah, karena lebih memilih perintah dan taat kepada Allah. Seharusnya yang dilakukan oleh orang yang masih ditakdir bisa bersujud kepada Allah adalah dengan banyak bersyukur, karena bisa sujud adalah anugerah dari Allah.

Baca juga:  Anjuran Membaca Kitab Ilmu Hakikat Menurut Syekh Abdul Karim Al-Jili

Amal yang disertai Syukur

Sebagai pengamal kitab Al-Hikam karya Ibnu Athaillah, beliau sering mengutip keterangan yang ada di dalamnya saat berceramah. Semisal dalam kasus ini, beliau mengutip

قليل العمل مع الشهود المنة من الله خير من كثير العمل مع الشهود التقصير

“Amal yang sedikit tetapi disertai perasaan bahagia dan bersyukur kepada Allah itu lebih baik daripada beramal tetapi disertai perasaan selalu salah dan tidak sempurna.”

 Hal ini mengisyarahkan bahwa beribadah tidaklah harus menunggu dengan ikhlas dan sempurna. Bahkan yang terjadi, kalau seseorang memaksa dirinya untuk beribadah secara ikhlas dan sempurna, dia akan sulit mengucapkan Alhamdulillah dan selalu merasa bersalah. Tentunya ini tidaklah baik untuk dibiasakan karena akan menjadi pribadi yang sulit bersyukur padahal dia sudah ditakdir Allah masih bisa beribadah.

Jika seseorang memaksakan beribadah secara sempurna, hasilnya akan menganggap ibadah sebagai masalah. Karena menganggap ibadah sebagai hal yang menjengkelkan dan tidak mengenakkan, padahal kita tahu hal itu adalah cita-cita setan. Oleh karenanya Imam Syafii pernah berkata

سيروا الى الله عرجا و مكاسير ولا تنتظروا الصحة فان انتظار الصحة بطالة

”Berjalanlah menuju Allah meskipun dengan terpincang-pincang dan jangan menunggu sehat, karena menunggu sehat akan menggagalkannya”.

 Sempurna dalam Ibadah

Imam Syafii mengajarkan bahwa beribadah kepada Allah tidaklah harus menunggu sempurna, asal dia mau beribadah itu sudah menjadi bagian untuk menuju ridho Allah, karena diluar sana masih banyak orang yang belum ditakdir Allah untuk bisa melaksanakan ibadah. Jika seseorang masih disibukkan dengan keinginan untuk beribadah secara sempurna, berpikir akan diterima atau tidaknya suatu ibadah, ditakutkan akan memunculkan pikiran-pikiran nakal semisal buat apa sujud kalau tidak terima? Buat apa shalat kalau masih belum bisa khusyuk? dan lain-lain.

Baca juga:  Ngaji Hikam: Iman Berarti Memiliki Pandangan Jauh ke Depan

Pertanyaan semacam ini, seharusnya tidak boleh terlintas di benak seorang muslim, karena kita sama tahu bahwa identiknya manusia itu bersujud kepada Allah. Lantas karena memaksa sempurna suatu ibadah, menjadi lupa tujuan manusia  bersujud kepada Allah. Yang perlu difahami sejelek apapun model ibadah kita, di dalamnya ada ritual untuk mengagungkan Allah dan itu sudah cukup untuk mebuat setan marah.

Sederhananya, beribadah secara sempurna adalah baik, tapi manusia itu mempunyai potensi salah dan lupa, dalam arti setiap hal yang dilakukan manusia pasti ada kesalahan di dalamnya. Kalau kita menunggu ibadah tanpa ada kesalahan sedikitpun, maka kita tidak akan melakukanya. Bagaimanpun juga setan itu akan menangis kalau melihat manusia masih melakukan ibadah apalagi di zaman akhir ini. Kalau sudah membuat setan menangis, maka jangan mengeluh dan gundah akan diterimanya ibadah. Membuat setan menangis dan kesal adalah prestasi luar biasa di zaman ini.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top