Sedang Membaca
Dekolonisasi Sastra; Menggugat Relasi Jawa-Islam
M. Rosyid HW
Penulis Kolom

Bergiat di LESBUMI NU Malang dan Asisten Peneliti di Kajian Melayu, National University of Singapore.

Dekolonisasi Sastra; Menggugat Relasi Jawa-Islam

117594102 2680243398880694 4483722440977698718 N

Kemerdekaan Negara Indonesia dari kolonialisme tidak serta-merta menghilangkan pengaruh ekses-ekses kolonial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Karena kolonialisme tidak hanya sekadar penguasaan politik dan ekonomi tetapi juga upaya menguasai pikiran dan budaya. Buku ini tidak sekadar menunjukkan bahwa bayang-bayang kolonialisme Belanda masih hadir tetapi ia juga membongkar bagaimana kaum penjajah menggerakkan produksi pengetahuan untuk menundukkan kaum terjajah.  

Kumpulan tulisan Nancy K. Florida ini terbit dengan semangat dekolonisasi pengetahuan yaitu membuka ruang-ruang baru dalam memproduksi pengetahuan bagi kelompok-kelompok yang selama ini termarginalkan. Dekolonisasi pengetahuan tersebut hadir dengan dua aras. Pertama, ia membongkar kepentingan kolonial yang meminggirkan Islam dari kebudayaan Jawa. Kedua, ia memperlihatkan signifikansi, kontribusi dan peran Islam di dalam tradisi Jawa.

Pada mulanya adalah Perang Dipanegara (1825-1830) yang menghentak kesadaran Belanda bahwa para kiai yang bekerjasama dengan priyayi Jawa dalam pemberontakan sangatlah membahayakan stabilitas kolonial. Islam dipandang sebagai pihak yang sangat potensial dalam meruntuhkan kekuasaan kolonial. Maka, kebijakan kultural yang disebut Javanologi diterapkan, yaitu kerja-kerja kesarjanaan yang memisahkan Islam dari Jawa dan mendudukkan Islam di wilayah periferal, marginal dan pinggiran.

Peminggiran Islam ditunjukkan oleh para pengkaji manuskrip Belanda seperti Theodore Pigeaud, Cohen Stuart dan C.F. Winters, Sr. yang memungkiri perkembangan kesusasteraan di Keraton Surakarta pada abad ke-18 dan ke-19 yang ditulis oleh pujangga-pujangga islam. Para filolog kolonial ini menganggap karya pujangga islam tidak menyamai puncak kehalusan dan nilai keindahan pada masa sastra Kawi Kuno di zaman Hindu-Budha (hlm. 16) dan merupakan gubahan karya yang buruk (hlm. 18).

Baca juga:  Mengulik yang Tak Banyak Dilirik

Para sarjana ini mendudukkan karya sastra islam sebagai karya yang tidak diakui, berkualitas buruk dan bermutu rendah. Karya yang baik bagi mereka hanyalah karya yang mengambil spirit kakawin Jawa Kuno di masa Jawa Klasik. Padahal, dari 1.450 judul naskah di Keraton Surakarta, hanya 17 yang berbau Hinduisme. Sedangkan 500 judul lainnya memiliki corak kesusasteraan Islam dimana 30 teks sangatlah jelas nilai keislamannya (hlm. 43). Pertanyaannya adalah mengapa mereka tidak memperhatikan karya-karya sastra bernuansa islam dan telah mengambil kesimpulan dengan hanya membaca karya-karya sastra bercorak Hindu? Disinilah operasi kekuasaan melalui produksi pengetahuan bekerja.

Atas dasar tersebut, Nancy Florida memeriksa ulang kesusasteraan Jawa tradisional melalui naskah-naskah Keraton Surakarta. Studinya yang mendalam tersebut menghasilkan tulisan-tulisan yang meruntuhkan asumsi dan narasi bahwa keraton dianggap sebagai benteng kebudayaan Hindu-Budha yang asli dan masih terjaga. Manuskrip-manuskrip keraton adalah karya-karya sastra yang melampaui tembok keraton dan kental akan nilai-nilai keislaman.

Hal ini disebabkan bahwa pujangga dan penasihat spiritual Keraton Surakarta seperti Yasadipura I (1729-1803), Yasadipura II atau Ronggawarsita I (1756-1844), Ronggawarsita II (diasingkan 1828) dan Ronggawarsita III (1802-1873) adalah santri yang mengenyam pendidikan di pesantren.

Silsilah genealogis para pujangga tersebut berakar pada seorang kiai bernama Kyai T. Padmanegara yang berguru kepada Jenal Ngabidin, seorang syekh Sufi di Palembang. Biografi pendidikan dan kultural para pujangga juga dijelaskan secara rinci bahwa mereka belajar agama kepada para kiai di pesantren seperti Kyai Honggamaya dan Kyai Ageng Imam Besari.

Baca juga:  Semangat Literasi KHR. Asnawi dalam Kitab Fasholatan

Tak pelak, karya-karyanya sangat kental dengan ajaran islam, seperti yang termaktub dalam Serat Cebolek, Serat Ambiya, Serat Nabi Musa, Serat Tapel Adam, Serat Wirid Hidayat Jati, Serat Kala Tidha, Serat Centini dan lain-lainnya. Bahkan, artikel keenam dari buku ini membahas secara khusus karya sastra berjudul Suluk Acih dan Suluk Martabat Sanga yang menguarkan aroma harum ajaran-ajaran sufi dari tarekat Syattariyah.

Dengan demikian, buku ini menawarkan dekolonisasi pengetahuan dengan pembacaan alternatif terhadap Islam dan Jawa melalui manuskrip-manuskrip karya sastra yang menunjukkan bahwa Islam turut serta membangun kebudayaan Jawa dari pusatnya (center) yakni keraton-keratonnya.

Identitas Buku

Judul                : Jawa-Islam di Masa Kolonial; Suluk, Santri dan Pujangga Jawa

Penulis             : Nancy K. Florida

Penerjemah       : Irfan Afifi

Penerbit            : Buku Langgar, Jogjakarta, 2020

Tebal                : xvi+262 halaman

ISBN                : 978-623-93977-0-8

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Scroll To Top