Laeliya Almuhsin
Penulis Kolom

Penulis lepas. Alumni Jurusan Biologi UGM. Tinggal di Depok, Jawa Barat

Takut Jarum Suntik dan Darah

Fb Img 1601992878429

Darah mengalir balik ke selang infus, bagi perawat itu hal biasa. Bagiku yang takut jarum suntik dan darah, tentu luar biasa. Padahal sudah berulangkali aku menemani orang diinfus di rumah sakit, sudah tahu sebelumnya. Tapi saat menghadapi sendiri, tetap saja ngeri.

Saat darah mengalir dari tanganku ke selang infus, aku segera keluar kamar cari perawat. Pas ada yang lewat. Kalau tidak ada, bisa hubungi layanan pasien rawat inap Covid-19.

“Mbak, takut nggak merawat pasien Covid-19? Apalagi pegang darah begini,” tanyaku pada perawat yang berpakaian APD level tiga. Dia sedang membenahi selang dan jarum infus di tanganku. Darahku belepotan di tangannya yang terbungkus sarung tangan. Kepikiran, virus korona bisa mengalir di darah.

“Ya takut Mbak. Tapi ini tugas saya. Harus berani,” jawab perawat.

“Terima kasih ya sudah berani,” balasku, antara kagum dan salut.

Aku sempat sekamar berdua dengan pasien Covid-19 lainnya. Dua pasien berbeda. Satu pulang, satunya pindahan dari kamar lain.

Pasien sebelahku sempat tangan kirinya yang diinfus bengkak. Sakit sekali tiap gerak sedikit. Katanya saat ambil darah perlu berulang-ulang karena susah dicari pembuluh darahnya. Tangan kirinya sampai disuntik enam kali dan membekas biru-biru. Lalu, ganti tangan kanan yang diinfus. Ikut ngilu lihatnya.

Baca juga:  Bumi: antara Wabah dan Sajadah

Pasien lain yang sekamar denganku sebelumnya pun begitu. Pembuluh darahnya mengecil. Dehidrasi dan darah kental. Saat disuntik, susah dicari pembuluh darahnya. Harus berulang-ulang. Sampai ada bekas pecah pembuluh darah, menghitam agak luas.

Aku tidak mengalami itu. Sekali suntik langsung ketemu pembuluh darahnya. Tapi aku merem. Saat ambil darah, tidak mau lihat seberapa banyak darahku diambil. Aku percayakan pada petugas.

Tapi selalu kusampaikan lebih dulu, “Mas, Mbak…sebentar. Saya takut darah dan takut jarum suntik. Saya perlu menenangkan diri sampai siap.” Saat sudah siap, petugas baru melakukan tugasnya. Biasanya, petugas akan menyarankan untuk jangan melihat. Sebenarnya tak sakit. Kalaupun sakit, sedikit. Jauh lebih sakit saat nyeri haid Hari Pertama. Tapi, entah kenapa takut.

Setelah diinfus berhari-hari, ketakutanku pada jarum suntik dan darah, sepertinya menurun. Beda saat baru awal datang ke RS. Perawat berulangkali membenahi infusku yang tersendat darah, awalnya aku takut. Belakangan aku memaksa diri melihatnya. Lama-lama terbiasa. Setidaknya, tak secemas sebelumnya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top