Sedang Membaca
Ngopi di Tepi Sungai Themes
Imam Safe'i
Penulis Kolom

Kepala Pusan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, Kementerian Agama RI

Ngopi di Tepi Sungai Themes

Whatsapp Image 2020 09 26 At 8.27.49 Am

Ketika menyusuri Thames River, di London, aku menyempatkan singgah di sebuah kedai kopi. Aku melihat dan mendengarkan dialog pemilik kedai kopi dengan beberapa pembeli.

Pertama, dengan seorang yang tampan, gagah, dan berbusana rapi datang menghampiri. Dia pesan secangkir kopi tanpa mengeluarkan selembar pun uang. Karena yang tampak dalam dompet yang tipis itu adalah pelbagai kartu kredit dan ATM. Cukup dengan menggesek beberapa menit kemudian kopi sudah tersaji.

Sambil menyajikan kopi, pramusaji penasaran dengan sosok pembeli ini.

Anda masih muda, tampan dan berwibawa. Bagaimana Anda bisa berkelana keliling dunia dengan mengajak keluarga?

Nada pertanyaan yang penuh penasaran.

Pemuda itu menjawab:

“Aku gagal studi. Untuk mendapat Indeks Prestasi C saja sulit sekali. Akhirnya kuputuskan kuliah kuakhiri. Dengan modal tidak seberapa aku mulai berspekulasi. Kalau para seniman mencoba memainkan otak kanan, kalau para peneliti memaksimalkan otak kiri, aku mecoba tidak pakai otak. Aku merenung dan mencoba mendengarkan kata-kata hati. Aku teringat kata-kata yang sering menginspirasi para saudagar kaya yaitu, hanya orang-orang yang berani gagal totoal yang akan berhasil total’.”

“Jatuh bangun sudah terbiasa. Terhadap semua kegagalan aku tidak pernah mengeluh dan berputus asa. Sementara aku sering melihat banyak orang yang mundur ketika kesuksesan sudah di depan mata. Kerja kerasku, tetesan peluh dan air mata ternyata tiada yang sia-sia. Semuanya telah menghantarku menjadi seorang pengusaha. Kini aku merasa menjadi orang walaupun tidak bergelimangan harta. Meski aku tidak sempat diwisuda tetapi aku bisa ke mana-mana mengelingi dunia.”

Baca juga:  Mengejutkan, Saya mendengar Suara Azan di Negeri Kincir Angin

Menyimak cerita ini sang penyaji kopi sampai lupa dengan tugasnya. Ia bergegas kembali ke pangkalannya.

Kedua, datang pemesan yang tidak kalah tampannya karena usianya lebih muda. Gayanya beda, dengan menggendong rangsel penuh berisi buku yang sepertinya belum dibaca. Maklum, karena sebelum refreshing di pinggir sungai ini, da mampir terlebih dulu di perpustakaan untuk mencari buku-buku referensi yang wajib dibaca. Penyaji kopi pun penasaran dengan sosok yang satu ini kemudian bertanya.

“Anda ini siapa? Sepertinya orang jauh yang berasal dari daratan Asia. Hebat benar Anda bisa berwisata bertemu dengan para wisatawan asing yang ingin menikmati Thames River atau di Queen Mary’s Garden untuk melepas senja?”

Jawab sang pemuda:

“Saya orang susah, bisa sekolah saja ini adalah anugerah. Belajar sambil bekerja, mengaji sambil mengabdi, kiriman dari orangtua sering terhenti, bisa pulang kampung hanya sesekali. Hanya dengan tekad yang membaja, setahun, dua tahun hingga waktu wisuda sudah tiba. Saya bangga kepada orangtua yang tidak pernah berhenti men-support dan memanjatkan doa. Dan akhirnya mengantarku menjadi seorang sarjana. Bahkan tidak hanya pada jenjang S1 tetapi hingga S2. Bahkan tidak hanya itu, berkat dukungan para guru, dosen dan utamanya keluarga tercinta say akhirnya mendapat beasiswa S3. Ternyata berkat ketekunan, saya bisa meraih prestasi dan menghantarkan bisa belajar di Luar Negeri. Aku bisa keliling dunia berkah prestasi studi dan Indeks Prestasi A.

Baca juga:  Bertukar Humor di Yerusalem

Jawaban memukau sang pemuda ini membuat sang penyaji kopi tertegun dan terpana.

Menjelang senja ternyata masih berdatangan para pencinta kopi yang ingin menikmati sore di tepi sungai. Tiba-tiba mendekatlah sosok seorang pria, walaupun sudah tidak tergolong muda tetapi semangatnya tetap tampak menggelora. Melihat sosok ini, penjaja kopi pun juga penasaran bertanya:

“Anda yang sudah tidak muda lagi, kenapa masih tertarik melihat kebesaran dan sejarah pelbagai negeri? Bukankah sebaiknya bapak tinggal di rumah bersama keluarga dan berdiam diri?:

Jawab sang bapak dengan terkesan menghibur diri:

“Hidup itu adalah bergerak. Kalau berdiam diri berarti mati. Kita pernah dapat pembelajaran ketika menunaikan ibadah umrah atau haji. Ketika kita melaksanakan thawaf, kita harus bergerak terus tidak boleh berhenti. Dan ini menjadi sumber inspirasi bagi para inovator sejati yang sering mengatakan, ANDA SUDAH BERADA DI POSISI YANG TEPAT NAMUN ANDA AKAN TERGILAS KALAU DIAM DI TEMPAT. Ini adalah salah satu kalimat filosofis yang membuat saya harus terus belajar, merangkak, berjalan dan berlari. Yang penting jangan pernah berhenti untuk mengembangkan diri.

Lalu bagaimana bapak bisa dapat kesempatan berkunjung ke beberapa negera?

Saya tidak berani spekulasi seperti pengusaha yang berani memutuskan studi untuk meraih sukses mengembangkan ekonomi. Saya juga tidak bisa seperti para penerima beasiswa yang Indeks Prestasinya selalu A.

Baca juga:  Suatu Siang di Kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi

Saya mengibaratkan saya seperti sebuah tanaman yang walaupun tidak tumbuh subur tetapi juga tidak mati-mati. Memperhatikan para mahasiswa yang gagal studi berhasil menjadi sosok pengusaha, anak-anak yang berprestasi A mendapat beasiswa di pelbagai belahan dunia, maka saya yang ada di antara mereka harus bisa mempertemukan, mendampingi, dan memfasilitasi mereka. Mereka butuh pengayom, mereka butuh mediator, dan mereka butuh pemimpin. Oleh karena itu akhirnya saya menetapkan pilihan sebagai pegawai negeri. Aku syukur dapat kesempatan menjadi aparatur pemerintah, menjadi ASN dan diberi kesempatan ke Luar Negeri karena SK.

Ini mungkin jawaban saya sederhana yang mencoba mengira-ngira.

Menunduk, merenung dan mencoba menangkap makna dari jawaban dari seorang pengusaha, calon intelektual penerima beasisawa dan ASN yang masa dan wilayah pengabdiannya ditentukan oleh SK.

Saya baru menyadari bahwa sesungguhnya semua manusia adalah makhluk yang hebat. Masing-masing juga ada peluang dan kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Dan yang harus disadari adalah ungkapan ini: Every one is star. Every one is genius.

Yang IP-nya A bisa jadi intelektual atau ulama, yang IP-nya B bisa jadi pemimpin atau bekerja atas dasar SK, dan yang IP-nya C atau drop out sekalipun ternyata juga bisa jadi pengusaha. Ternyata hidup itu tergantung pilihan kita. Masa Depan adalah: “Milik Mereka yang Yakin Terhadap Mimpi-mimpi Indahnya,” kata Roosevelt

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top