Sedang Membaca
Mualaf Rahmatan lil Alamin (2): Cat Stevens dalam Pergulatannya antara Musik dan Islam
Hasna Azmi Fadhilah
Penulis Kolom

Peneliti dan pemerhati politik yang tinggal di Jatinangor Sumedang. Bisa dijumpai di akun Twitter @sidhila

Mualaf Rahmatan lil Alamin (2): Cat Stevens dalam Pergulatannya antara Musik dan Islam

Whatsapp Image 2020 06 09 At 10.00.25 Pm

Morning has broken like the first morning

Blackbird has spoken like the first bird

Praise for the singing

Praise for the morning

Praise for them springing fresh from the Word

Aransemen yang harmonis dan lirik lagu sederhana menjadikan lagu ‘Morning has broken’ dengan penggalan lirik lagu di atas merajai tangga lagu Inggris Raya di era tahun 1970an. Popularitas penyanyinya, Cat Steven, pun semakin merangkak naik. Apalagi lagu andalannya yang lain seperti ‘Matthew and Son’ dan ‘I Love My Dog’ sudah mengambil hati pecinta musik terlebih dahulu. Lahir di London pada tanggal 21 Juli 1984, Cat Stevens kecil memiliki kecintaan luar biasa pada tarik suara dan aransemen musik. Saat berusia 12 tahun, ia sudah jago bermain piano dan gitar, bahkan telah mulai menulis lagu sederhana.

Di tengah kariernya yang menanjak dan efek popularitas yang semakin terasa, pemilik album Tea for the Tillerman tersebut justru mengalami pergulatan batin luar biasa setelah mengalami dua peristiwa yang hampir menewaskannya: penyakit tuberculosis di tahun 1969 dan kejadian tenggelam terseret ombak saat berlibur di Malibu, California tahun 1976.

Tak lama setelah itu, ia kemudian banyak menghabiskan waktu untuk berkontemplasi dan merenungi perjalanan hidupnya selama ini. Memori momen-momen menegangkan saat hampir kehilangan nyawa yang membuatnya terus mendawamkan permintaan tolong pada Tuhan di Malibu juga terus terekam di otaknya. Nasibnya yang beruntung mendorong Cat Stevens untuk mendalami yoga dan agama-agama, hingga kemudian saudara laki-lakinya memberikan Al-Quran untuk dibaca.

Baca juga:  Heroisme, Covid-19 dan Keserampangan dalam Beragama: Belajar Kisah Cedera Les Sealey

Seakan mendapatkan jawaban pertanyaan tentang kehidupan yang selama ini ia cari, pada tahun 1977 ia memutuskan menjadi muslim dan kemudian mengubah namanya menjadi Yusuf Islam. Tak lama berselang, ia juga memutuskan berhenti berkarier di dunia musik: menjual gitar-gitarnya hingga tak lagi menulis lagu. Saat itu, ia hanya ingin fokus ke dalam dunia spiritual barunya dan terjun secara penuh untuk dunia filantropi.

Keputusannya untuk mundur dari dunia yang membesarkan namanya tentu membuat orang sangat terkejut. Banyak fans menangisi ‘kepergiannya’ dan menyangka ia telah terhipnotis oleh agama, lalu menjadi sangat kaku serta konservatif. Menanggapi kekecewaan fansnya, ia pun menjawab tenang dengan meminta mereka untuk memahami dirinya, “I wasn’t too worried about what people thought, people would get to understand, gradually, I said to myself. After all, everybody knew I was ‘on the road to find out.”

Memenuhi janjinya untuk terus berkontribusi di bidang kemanusiaan, tak lama usai menikah dan memiliki anak, Yusuf semakin banyak membantu pengembangan pendidikan di Inggris dan belahan dunia lain yang memerlukan. Ia pun mendirikan the Muslim Aid Charity dan berpartisipasi langsung dalam pembangunan cabang-cabangnya di daerah Afrika, Asia, serta Eropa. Ia bahkan berhasil mendirikan madrasah pertama di Inggris yang terletak persis di London Utara.

Di sela-sela kegiatan kemanusiaannya, Yusuf akhirnya tergerak kembali untuk berkiprah di dunia musik dengan fokus pendengar anak-anak dan remaja. Tema yang ia usung pun lebih relijius dengan mengenalkan ketauhidan secara sederhana. Beberapa lagu yang ia ciptakan antara lain: ‘A is for Allah’ dan ‘I Look I See’.

Kembalinya Yusuf di dunia musik dengan jalur berbeda, membuat penggemar lamanya menjadi skeptis. Mereka tak lagi mendapatkan feeling yang sama saat mendengarkan lagu-lagu Cat Stevens yang dulu. ‘Jarak’ yang dibuat Yusuf terlalu jauh untuk dikejar dan mereka merasa album-album setelah ia hijrah mulai tampak kehilangan jiwanya, tulis salah satu fans Stevens sekaligus jurnalis the New Yorker, Howard Fishman, “of course, I quickly learned that Cat Stevens had already ceased to be. My adolescent soul despaired, knowing that there would be no more Cat Stevens albums, no more Cat Stevens concerts. The man who had become a hero to me had long since retired from the music world.”

Meski kini Yusuf banyak ditinggalkan oleh fans fanatiknya, musik tidak sepenuhnya ia tinggalkan. Terutama ketika peristiwa 11 September yang mengguncang dunia. Yusuf pun kembali ke panggung dan menyuarakan perdamaian, pesan-pesan islami, hingga seruan untuk persatuan dan perdamaian melalui musik. Lagu-lagu lawas yang dulu tak pernah ia nyanyikan, ia dendangkan kembali di depan ribuan orang saat konser-konser amal yang hasilnya ia donasikan kepada kaum papa.

Baca juga:  Agama, Kolektivitas Spiritual, dan Kemaslahatan yang Abadi

Atas kiprahnya dalam berbagai kegiatan sosial, Yusuf pun diganjar penghargaan the ‘World Social Award’ di Jerman dan ‘Man of Peace Award’ secara berturut-turut pada tahun 2003 dan 2004. Tak berhenti sampai di situ, di tahun 2006 akhirnya ia meluncurkan album kembali dengan judul ‘An Other Cup’. Rilis album tersebut seakan memuaskan dahaga para penikmat musik yang dulu mengagumi suara lembut yang berpadu dengan melodi apik yang ia mainkan. Sambutan antusias penggemarnya pada album tadi juga sukses mendorong Yusuf menelurkan album baru lainnya, ‘Roadsinger’, yang ia sebut sebagai titik baliknya dalam berkarya di industri musik global.

Kembalinya gebrakan Yusuf Islam dengan album ritmisnya kemudian membuahkan hasil manis di tahun 2017. Album kelima belasnya, ‘The Laughing Apple’ mendapatkan nominasi Grammy dan konser 50 tahun ia berkarya didatangi oleh ribuan orang di beberapa kota besar dunia. Konsernya di Afrika Selatan sendiri berhasil mendatangkan pemasukan lebih dari 1 juta dollar yang kemudian ia sumbangkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Sempat mempercayai bahwa segala instrumen musik adalah haram, Yusuf sekarang justru lebih memilih jalan tengah bahwa bermusik juga dapat dijadikan sebagai metode dakwah. Di masa senjanya, ia kini justru semakin aktif menggelar konser sembari beramal. Rencana terdekat, ia akan mengeluarkan album baru lagi September mendatang. Tentu, yang satu ini jangan sampai kita lewatkan!

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
2
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top