Sedang Membaca
Gus Dhofir dan Filsafat Timur Bukan untuk Malas-Malasan

Alumni UIN Sunan Ampel. Sekarang tinggal di Tangsel.

Gus Dhofir dan Filsafat Timur Bukan untuk Malas-Malasan

Gus Dhofir dan Filsafat Timur (Bukan) untuk Malas-Malasan

Mungkin sekitar tahun 2020, saya tidak sengaja menemukan salah satu kajian tafsir tematik yang disampaikan oleh Gus Achmad Dhofir Zuhry, pendiri dan pengasuh Pesantren Luhurian Baitul Hikmah dan STF Al Farabi, Kepanjen, Malang.

Awalnya saya hanya iseng saja menonton di YouTube NU Online. Tapi sejak saat itu saya malah sering menyimak kajian-kajian beliau yang lain. Saya sebenarnya awam dalam banyak hal yang dibahas—kadang tidak paham betul pengetahuan dan rujukannya. Tapi saya suka dengan cara beliau menyampaikan: santai, kaya perumpamaan dan bahasa sehari-hari, namun isinya tetap dalam, menohok, dan menggugah pengetahuan saya.

Saya ingat betapa saya terkesan dengan caranya menautkan tafsir ayat-ayat dengan sejarah, filsafat, psikologi, bahkan sastra, semua dijahit menjadi narasi yang terasa hidup. Rasanya seperti diajak berbincang, bukan digurui. Mungkin itu yang membuat saya betah menyimak meski kadang harus memutar ulang untuk benar-benar mencerna.

Bulan lalu, akhirnya, saya berkesempatan sowan ke Gus Dhofir. Dalam tradisi santri, sowan ke kiai—dawuh Gus Baha’—sebaiknya tidak hanya datang silaturahmi ke rumah—karena bisa saja mengganggu waktu pribadi (me time) sang kiai, tapi menghadiri kajian atau majelis ilmunya.

Maka saya bertolak ke Malang untuk menghadiri acara peluncuran bukunya yang berjudul Filsafat Timur (Bukan) untuk Pemalas. Rasanya agak campur aduk: senang, grogi, juga penasaran ingin tahu lebih banyak tentang gagasan yang ditulis dalam bukunya.

Baca juga:  Penerbitan Era Kolonial: dari Buku Fasolatan hingga Injil Pegon

Buku Oranye untuk Filsuf Gen Z

Buku ini secara fisik mencolok dengan sampul oranye terang, seakan sengaja ingin mencuri perhatian generasi muda yang mudah terdistraksi. Tapi lebih dari sekadar kemasan, isinya juga dirancang menggoda pembaca muda—khususnya Gen Z—yang kerap dicap malas berpikir serius.

Jika filsuf Barat memulai dengan pertanyaan dari luar: “apakah alam ini?”, maka filsuf Timur membuka dengan pertanyaan ke dalam: “siapakah saya?”. Gus Dhofir menempatkan pembaca di jalur kontemplasi yang lebih personal—bukan sekadar memecahkan teka-teki dunia, tapi menelusuri misteri diri.

Yang menarik, buku ini tidak hanya bicara teori kering. Ia memadukan gagasan lintas peradaban India dan Tiongkok, menghidupkan kembali ajaran-ajaran kuno dengan bahasa segar, jenaka, dan tajam.

Ia tidak memanjakan kemalasan intelektual—sebagaimana judulnya—tetapi juga tidak menakut-nakuti pembaca awam. Buku ini terasa seperti undangan ramah meniti jalan filsafat Timur tanpa perlu takut “tidak cukup pintar”. Itu yang saya rasakan.

Gus Dhofir seperti sengaja menulis untuk mereka yang sedang gelisah mencari identitas di zaman penuh distraksi dan kebisingan informasi. Untuk mereka yang merasakan kemarau akal budi di tengah banjir konten haha hihi.

Buku ini menawarkan cara menyeimbangkan rasionalitas dan keterbukaan hati, memanggil kita untuk kembali menyelaraskan pikiran dengan rasa, pengetahuan dengan kebijaksanaan, logika dengan kontemplasi.

Baca juga:  Kontribusi Ulama Turki dalam Penafsiran Al-Qur’an di Nusantara

Singkatnya, Filsafat Timur (Bukan) untuk Pemalas bukan sekadar buku filsafat yang mengajarkan konsep. Ia juga semacam ajakan—atau mungkin teguran halus—kepada generasi yang sedang dibesarkan dalam budaya serba instan, agar mau berhenti sejenak, merenung, dan menanyakan: “siapa sebenarnya saya, dan mau ke mana?”.

Bagi saya pribadi, membaca buku ini setelah mendengar kajian-kajian Gus Dhofir, terasa seperti menyambung obrolan lama. Bedanya, kali ini saya diajak lebih pelan, lebih dalam, dan lebih jujur menengok ke dalam diri sendiri.

“Pencarian terakbar adalah mencari diri sendiri. Perjumpaan paling kudus adalah menjumpai diri sendiri. Karena upaya mengenali diri sendiri tidak jatuh dari langit, maka dengan tekun manusia harus mengupayakannya—saat demi saat, dengan berfilsafat.” (adz)

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top