Sedang Membaca
Menelusuri Karomah Syaikhona Kholil Bangkalan: Dari Keajaiban Menuju Tradisi Keilmuan, Refleksi 1 Abad

Rektor IAI Syaichona Mohammad Cholil Bangkalan.

Menelusuri Karomah Syaikhona Kholil Bangkalan: Dari Keajaiban Menuju Tradisi Keilmuan, Refleksi 1 Abad

Menelusuri Karomah Syaikhona Kholil Bangkalan

Ketika masyarakat Madura atau santri Nusantara menyebut nama besar Syaikhona Kholil Bangkalan, nyaris hal yang seketika muncul adalah kisah-kisah menakjubkan yang mengelilingi sosoknya. Sebagian mengenangnya sebagai wali yang bisa membaca pikiran dan menyaksikan peristiwa yang belum terjadi. Ada pula kisah tentang teleportasi dengan kemampuan beliau berpindah tempat dalam waktu singkat, ataupun kisah penyampaian surat kepada anjing hitam yang kemudian menjadi judul buku fenomenal. Kisah-kisah ini telah menjadi bagian dari lanskap spiritual masyarakat pesantren, membentuk gambaran tentang karomah sebagai sesuatu yang luar biasa, ajaib, dan melampaui nalar manusia biasa.

Namun, dalam peringatan satu abad wafatnya Syaikhona Kholil, penulis merasa penting untuk merenungi kembali makna karomah itu sendiri. Apakah warisan terbesar beliau semata-mata terletak pada kisah-kisah ajaib itu? Atau justru pada sesuatu yang lebih dalam, lebih rasional, namun sering kali luput kita sadari: warisan intelektual dan spiritualnya?

Inilah yang penulis sebut sebagai pergeseran dari karomah hissiyah menuju karomah aqliyah. Dari kisah-kisah keajaiban, menuju kajian tentang warisan keilmuan dan tradisi intelektual pesantren.

Karomah Hissiyah: Simbol Kekaguman dan Penguatan Spirit Masyarakat Awam

Dalam tradisi sufistik dan masyarakat pesantren, karomah hissiyah—yakni karomah yang bersifat lahiriah dan bersandar pada keajaiban yang kasat mata—memang memiliki peran penting. Ia menjadi semacam “bahasa keajaiban” yang memperkuat keyakinan masyarakat awam. Kisah-kisah ini bukan sekadar dongeng, melainkan bagian dari ekspresi cinta, kekaguman, dan pengakuan terhadap ketinggian spiritual seorang wali.

Baca juga:  Khuzaifah bin Al-Yaman: Telik Sandi Rasulullah

Bagi masyarakat tradisional, karomah seperti itu menjadi bukti bahwa seorang kiai atau wali telah mencapai maqam yang tinggi di sisi Allah. Kisah-kisah ini tidak hanya menghidupkan ziarah dan haul, tetapi juga memperkuat posisi sosial dan spiritual sang tokoh dalam memori kolektif masyarakat.

Namun, seperti halnya zaman yang terus bergerak, cara kita memaknai karomah pun layak untuk ditinjau ulang. Terlebih di abad ke-21 ini, ketika tantangan umat tidak lagi hanya soal keimanan personal, tetapi juga soal kebodohan struktural, degradasi moral, dan krisis akal sehat. Belum lagi menyebarnya pengetahuan yang tidak memiliki rantai ketersambungan atau sanad keilmuan. Untuk itulah, maka makna karomah seorang wali besar perlu dieksplorasi lebih mendalam lagi dari berbagai sisi.

Karomah Aqliyah: Warisan Intelektual dan Jalan Pencerahan

Syaikhona Kholil bukan hanya seorang sufi dengan karomah-karomah ajaib. Ia adalah sosok pendidik visioner, cendekiawan tradisional, dan pemikir strategis. Ia tidak hanya mencetak murid, tapi membentuk ulama yang kelak mengubah sejarah Islam Indonesia. K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, adalah contoh nyata dari karomah aqliyah beliau: kemampuan mentransformasikan ilmu menjadi gerakan, dan tradisi menjadi peradaban. Peninggalan intelektual lainnya yang tidak kalah penting adalah puluhan karya tulis yang beliau susun semasa hidupnya, juga eksistensi pondok pesantren yang didirikannya.

Karomah aqliyah inilah yang justru lebih relevan dengan kebutuhan zaman modern. Di tengah era disrupsi informasi, polarisasi pemikiran keagamaan, dan krisis adab dalam dunia digital, kita tidak cukup hanya bergantung pada kisah-kisah magis. Kita butuh warisan spiritual yang dapat diterjemahkan menjadi etos berpikir, kerja keras intelektual, dan keberanian untuk tetap waras dalam berpikir jernih.

Baca juga:  Sojourner Truth, Perempuan Pejuang Kesetaraan Gender dari Afrika

Syaikhona telah menunjukkan bahwa karomah bukan hanya perkara menembus ruang dan waktu, tapi juga kemampuan membaca konteks dan membentuk generasi. Di tangan beliau, ilmu bukan hanya hafalan kitab, tetapi laku hidup. Inilah karomah yang justru berdiri kokoh dan relevan untuk segala zaman.

Membumikan Karomah Aqliyah di Abad Kedua

Refleksi satu abad Syaikhona Kholil menjadi momentum untuk menggeser cara pandang kita terhadap kesucian tokoh. Kita diajak untuk tidak berhenti pada takjub terhadap kisah-kisah keajaiban, tapi bergerak menuju apresiasi terhadap ketekunan, kesabaran, dan karya intelektual yang nyata.

Syukur alhamdulillah melalui momen pengusulan Syaikhona Muhammad Kholil menjadi pahlawan Nasional, kajian-kajian dan forum ilmiah pun banyak diadakan. Secara khusus pun ada Lajnah Turots Ilmi Syaikhona Muhammad Kholil, untuk mencari jejak karya beliau untuk dikaji, diproses digitalisasi, bahkan dicetak kembali agar bisa menyebar lebih luas lagi.

Momen peringatan satu abad Syaikhona Muhammad Kholil pun dilaksanakan tidak hanya dengan lantunan doa, tetapi juga dengan berbagai kegiatan yang berkenaan dengan intelektualitas khas pesantren, mulai dari seminar, display duplikat manuskrip, hingga kajian kitab. Justru acara-acara seperti inilah yang menjadi magnet bagi para akademisi, cendekiawan, filolog, dan banyak kalangan lagi untuk turut hadir dan berpartisipasi.

Baca juga:  Jalan Spiritual Kiai Zahwan Anwar: Pendekar Ilmu Hikmah dan Empat Karya Fenomenalnya

Generasi hari ini lebih membutuhkan karomah dalam bentuk akal sehat, keteladanan dalam berpikir kritis dan bernalar jernih. Dibandingkan karomah membelah air, mungkin lebih dibutuhkan saat ini adalah kemampuan untuk membelah dan memilah antara hoaks dan fakta. Dibandingkan dengan karomah berjalan di udara, lebih dibutuhkan kemampuan berjalan dalam etika dan adab di tengah arus media sosial yang serabutan.

Warisan Syaikhona Kholil adalah warisan yang tidak berhenti bertumbuh. Ia tidak hanya diwariskan melalui kisah, tapi bisa ditumbuhkan dalam karakter, visi pendidikan, dan keberanian membangun masyarakat yang berilmu sekaligus beradab.

Penutup: Menjadi Pewaris Karomah Zaman Ini

Menjadi pewaris Syaikhona hari ini bukan berarti meniru keajaibannya yang di luar nalar, tapi meneruskan semangat intelektualnya. Kita mungkin tidak bisa meniru beliau untuk berjalan di atas air, tapi kita bisa meneladani beliau dalam berjalan tegak dengan ilmu dan kejujuran. Kita mungkin tidak mampu bicara dengan tongkat, tapi kita bisa menyuarakan nilai dengan pena dan pemikiran. Inilah karomah aqliyah: kemampuan menjadikan akal sebagai jalan menuju Ilahi Robbi, ilmu sebagai kendaraan menuju hikmah, dan laku hidup sebagai bukti cinta kepada kebenaran. Selama karomah semacam ini terus hidup dalam cara kita berpikir, belajar, dan berjuang, maka Syaikhona tidak pernah benar-benar wafat. Ia hadir dalam niat yang ikhlas, nalar yang jernih dan setiap hati yang lurus.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
3
Terhibur
1
Terinspirasi
3
Terkejut
2
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top