Kini, frasa “you jew me” dalam bahasa Inggris sudah dilarang. Kapan waktunya? Saya tidak tahu. Tapi, pada 1997, kalau tidak salah, untuk menggoda Ian Chalmers, seorang peneliti Indonesia dari Australia, frasa itu saya pakai. Dengan spontan yang bereaksi. Sambil menengok kiri dan kanan, ia menggunakan telunjuknya menutup bibir sendiri seraya mendesis: ‘Ssiiisssssst.’
Di New York pada 2018, saya membeli sebuah buku dengan judul menarik, Jews Without Money. Saya membacanya dan berkata dalam hati, ternyata ada juga Yahudi miskin.
Lalu, seraya menikmati capucino di pinggir Sungai Hudson yang permai itu, saya ceritakan isi buku kepada seorang Indonesia yang telah lama tinggai di New York. Begitu lamanya, hingga ia hapal sudut-sudut kota teramai di Amerika Serikat itu. Dan ternyata, buku itu memancing ingatannya. Maka ia bercerita.
Ketika baru sampai di New York, saya bekerja di perusaan ekspedisi. Antaran saya yang paling asik adalah ke rumah-rumah orang Yahudi. Ketika barang yang saya antar sampai kepadanya, Yahudi itu mengeluarkan uang dua dollar dan berkata: “This is two dollar. One for you and one for me.” Yang sedolar diberi kepada saya sebagai tip. Sedolar lagi masuk kantongnya.
Dia melanjutkan, “Yang paling asyik adalah jika saya mengantarkan barang pada hari Sabtu. Begitu sampai, orang Yahudi berkata: “You know today is Sabath. I’m forbidden to hold money.” Maka, saya pulang dengan tangan hampa. Tanpa tip!’
Ceritanya ini mengingatkan saya pada lelocon Gus Dur pada awal 1980-an di LP3ES.
“Suatu hari,” kata Gus Dur, “seorang Yahudi membeli dua nomor lotre. Dan dia beruntung, karena satu nomor sangat pas. Untuk itu, Yahudi tersebut mendapat hadiah 2,5 juta dollar. Sebuah jumlah yang bahkan hingga kini sangat banyak. Akan tetapi, Yahudi itu sama sekali tidak memperlihatkan kegembiraannya. Ketika ditanya kenapa ia tetap sedih, Yahudi itu menjawab: ‘Kalau tahu satu nomor sudah pas, lalu untuk apa nomor yang satu lagi saya beli?’