Sedang Membaca
Berpikir Dewasa Pasca Pandemi

Alumni International University of Africa, Republik Sudan, kini menjadi pendidik dan pengajar di Pondok Pesantren Al-Bayan, Banten Selatan.

Berpikir Dewasa Pasca Pandemi

Ibadah Haji Kala Pandemi 169

“Orang yang berpikir matang dan dewasa memiliki karakteristik unik, yakni merasa tak perlu merespons atau bereaksi negatif terhadap ketidakdewasaan orang lain.” (Hafis Azhari, penulis buku Perasaan Orang Banten)

Kata-kata kebenaran kadang membuat orang merasa senang dan menyejukkan, tetapi tidak jarang membuat orang merasa gerah dan menjengkelkan. Tanpa disadari, setelah melewati masa dua tahun pandemi Covid-19, kita menemukan kepribadian banyak orang tiba-tiba berubah. Hal itu dikarenakan mereka semakin berilmu dan mampu bersikap lebih dewasa. Ketika banyak orang menyadari betapa tidak sedikitnya waktu yang terbuang sia-sia, maka semakin terbukalah peluang untuk muhasabah dan bercermin diri.

Orang-orang bijak menyatakan bahwa kedewasaan manusia diawali ketika ia mulai berpikir demi kemaslahatan dan keadilan, bukan untuk mementingkan diri dan kelompoknya. Biarlah sebagian orang berkata nyinyir, bahwa semakin berusia lanjut tampaknya kita semakin kurang cerdas, tapi yang penting kita harus jauh lebih matang dan bijaksana. Bagaimanapun, kita harus sekuat mungkin agar konsisten di jalan kesabaran, biarpun masih banyak orang tergopoh-gopoh meraih sesuatu dengan jalan instan.

Kita harus menyadari, bahwa hidup ini takkan pernah lepas dari masalah dan tantangan, dan dengannya Tuhan memiliki model dan cara untuk mengangkat derajat manusia menjadi lebih kuat dan bijaksana. Dalam kedewasaan, kita bisa mengontrol dan mengendalikan sikap dan perilaku, bahkan makin bertanggungjawab terhadap diri dan orang lain.

Mempelajari dan memahami kedirian kita, adalah langkah terbaik mencapai kedewasaan, karena bagaimanapun kematangan dan kedewasaan bukanlah masalah usia melainkan soal kesadaran terhadap keakuan kita. Di sisi lain, waktu adalah jalan yang akan menuntun manusia menjadi lebih matang dan dewasa, karenanya seseorang dapat mengendalikan amarah, rasa iri dan dengki serta keangkuhan diri. Bahkan, tidak jarang Tuhan mempertemukan kita dengan orang yang membuat kita merasa jengah, kesal dan marah, agar kita dapat menikmati dan mensyukuri orang-orang yang membuat kita merasa senang dan bahagia.

Pada prinsipnya, kualitas manusia akan terukur dari bagaimana cara ia merespons dan menyikapi masalah. Bukan saja ia mampu menghadapinya dengan tenang dan sabar, tapi juga sanggup menyelesaikan masalah dan bukan mengabaikannya. Kadang kita terburu nafsu untuk menanggapi orang yang berkata miring dan nyinyir, bahkan tidak jarang kita tergoda untuk membalas secara berlebihan, padahal dengan keberadaan merekalah justru kita ditantang untuk semakin kuat, tangguh dan dewasa.

Baca juga:  Menantu Andalan Kiai As’ad Syamsul Arifin

Berlatihlah untuk memupuk keikhlasan dan kelapangan atas kekeliruan dan kesalahan yang diperbuat orang lain. Tak perlu kita mengungkit dan menghina masa lalu seseorang, karena sang waktu dapat mengubah siapapun, bahkan kita tak tahu bagaimana nasib masa depan setiap hamba-hamba Tuhan. Di sisi lain, kita pun tak boleh meremehkan kemampuan diri, karena jika kita kurang bahagia, masih banyak jalan-jalan untuk melangkah, bahkan mempelajari apa-apa yang perlu diperbaiki.

Kadang kita mengukur seseorang dari apa yang dia katakan, padahal sejatinya, menjadi dewasa itu berpangkal dari caranya berpikir dan menalar. Kadang ia menganjurkan kita melakukan sesuatu yang kurang enak dalam jangka pendek, namun kita harus percaya bahwa hal tersebut demi untuk kebaikan dan kemaslahatan kita di masa yang akan datang.

Kita semua menyadari bahwa nasib hidup tak selamanya berjalan sesuai dengan rencana dan keinginan. Namun, dengan kedewasaan kita tak perlu banyak mengeluh dengan keadaan, bahkan tak merasa perlu menyalahkan orang yang membuat kita merasa kecewa dan sakit hati. Semakin mampu kita mengabaikan ukuran kesuksesan yang diraih orang lain dengan ukuran kesuksesan kita, maka semakin matanglah kedewasaan.

Menjalankan prinsip ini tentu tidak mudah, terlebih di era milenial yang sarat kompetisi dan persaingan ini. Namun percayalah, bahwa setiap individu pasti mengalami keterbatasan. Betapa segala sesuatu yang diinginkan, tidak semuanya bisa ia raih, juga tidak semuanya mampu ia ubah. Untuk itu, bersyukurlah bagi mereka yang sudah terlatih dalam mengelola dan mengendalikan kegagalan dalam hidupnya.

Dalam kedewasaan, tidak penting seberapa banyak kita berorasi dan berkoar-koar, juga tak penting seberapa banyak Anda berkiprah atau menulis buku. Tapi yang terpenting, seberapa banyak ide dan gagasan Anda mengenai sasaran dalam membangun perubahan ke arah yang lebih baik dan beradab. Untuk itu, jangan berpaling dari rahmat dan kasih sayang Tuhan, terlebih jika Dia tak memenuhi apa-apa yang Anda inginkan. Tapi bersyukurlah, karena Dia telah memberikan apa-apa yang Anda butuhkan dalam sepanjang perjalanan hidup Anda.

Baca juga:  Soekarno di Sukamiskin, dari Rajin Baca Alquran hingga Tahajud

Bersyukurlah dan beranilah berputar haluan. Sebegitu banyak orang mengerahkan tenaga, uang dan waktu yang terbuang sia-sia, namun tidak jarang mereka menyesal dan merasa kehilangan, karena telah mencurahkan segalanya untuk menimbulkan kehancuran dan ketakseimbangan ekologis.

Tidak jarang orang berasumsi, bahwa ketika Tuhan memberikan kemakmuran dan kelapangan, mereka senantiasa mengucap rasa syukur. Tetapi, ketika kesempitan dan kesedihan menimpa hidupnya, seakan-akan Tuhan sedang marah dan murka. Bahkan, tidak sedikit kaum agamawan yang mengharap-harap datangnya nikmat, barulah ia beritikad untuk banyak bersyukur. Padahal sejatinya, Tuhan mencintai hamba-hamba-Nya yang selalu bersyukur, barulah nikmat itu akan ditambah dan ditambah lagi.

Nabi Muhammad memberikan pengajaran pada kita, agar membangun kehidupan dengan etika dan moral yang luhur (akhlaqul adzimah). Kita biasanya mendoakan orang-orang yang mengasihi kita, itu lumrah adanya. Tetapi dalam akhlaqul adzimah, akan luar biasa jika kita sanggup mendoakan orang-orang yang membenci dan memusuhi kita.

Dalam sikap yang tulus, kita mampu bersahabat dan berkasih-sayang dengan kekasih kita, tetapi sanggupkah kita bersahabat baik dengan mantan kekasih kita? Berdamailah dengan kesalahan yang diperbuat orang di masa lalu, karena pada dasarnya kita pun menghendaki agar Tuhan memaafkan kesalahan-kesalahan yang pernah kita perbuat.

Kadang kita berharap agar hidup ini mulus dan baik-baik saja. Padahal, jika kita berharap hidup tanpa masalah, berarti kita tidak mengharapkan kedewasaan dan kematangan. Tidak jarang, justru benturan dan kejadian besarlah yang membuat seseorang cepat melangkah menuju kematangan. Ketika kita sadar keterbatasan diri, serta ketidakmampuan untuk melawan dan menghindar, justru di situlah kita bisa memeluk kesedihan dan kemalangan, serta mengambil hikmah dari kesabaran kita.

Beberapa tahun masa pandemi ini, betapa banyak orang yang merasa sedih dan terpuruk, sampai betul-betul mengakui dirinya tak berdaya di hadapan Sang Pencipta. Mereka merasa kesulitan mengambil keputusan, bahkan mengalami kebuntuan dalam segala rencana. Dalam kondisi seperti itu, pada akhirnya manusia lebih cenderung meleburkan diri dalam rencana Tuhan, sebab kekuatan apa yang sanggup memuluskan rencana sesulit apapun, jika Tuhan sudah campur-tangan di dalamnya.

Baca juga:  Bahaya Membiarkan Postingan “Bias” di Internet

Biarlah luka dan perih mengantarkan kita pada kesabaran dan ketabahan. Apapun yang terjadi, rencana Tuhan tak mungkin dikalahkan oleh rencana makhluk-makhluk-Nya. Kita sulit memahami hal tersebut, tetapi kita harus percaya bahwa semua itu tak lain demi kebaikan hidup kita. Pasrahkan segalanya hanya kepada-Nya. Bahkan, kita pun kadang harus berhenti untuk menggapai-gapai sesuatu, sampai kemudian sesuatu itu datang sendiri menghampiri kita.

Bertahanlah, dan kuatkan terus kesabaran kita, karena dalam kesabaran itu kita semakin mahir beradaptasi dengan perubahan. Tak ada perubahan tanpa adanya kesanggupan bertahan dengan memilih hidup dalam kesabaran. Ketika kita hidup untuk mencapai sasaran dan tujuan yang kuat, maka kerja keras bukanlah suatu pilihan melainkan sudah menjadi kebutuhan. Tetapi, dengan kesabaran dan ketekunan, pada waktunya nanti, kerja keras dan jerih-payah itu akan terbayar juga.

Tak ada rahasia dalam meraih kesuksesan dan keberhasilan. Semua itu hasil dari persiapan, kerja keras, dan belajar dari kejatuhan dan kegagalan. Juga tak ada orang hebat yang tiba-tiba menjadi sukses, karena segala kesuksesan itu diraih dari kejatuhan, kemudian bangkit dan bangkit kembali dengan kekuatan baru.

Tak perlu kita membandingkan proses dengan orang lain dalam menempuh keberhasilan. Karena, setiap proses memiliki keunikan tersendiri, sebagaimana bunga-bunga tak mungkin bermekaran pada waktu yang bersamaan. Pada prinsipnya, setiap orang sukses sama-sama mahir dalam menunda kesenangan jangka pendek, demi untuk menikmati keuntungan yang lebih besar di masa yang akan datang.

Teruslah melakukan yang terbaik, tak peduli orang menilainya positif maupun negatif. Hidup manusia tidak selamanya di atas, juga tak selamanya di bawah. Pelajarilah dan ambil hikmah dari setiap kegagalan, karena cerita-cerita kehidupan akan selalu menarik, saat kita melewati hal-hal yang membuat kita merasa terjatuh dan terpuruk.

Sesungguhnya, penghambat kesuksesan itu bukan karena kekurangan yang kita miliki, melainkan karena kurangnya keyakinan dan sikap pantang menyerah. Mulai saat ini, yakinlah dan bangkitlah untuk mewujudkan mimpi-mimpi Anda. Kalau Anda tidak punya keberanian untuk melakukannya, boleh jadi orang lain akan mempekerjakan Anda untuk mewujudkan dan meraih mimpi dan cita-cita yang diidam-idamkannya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top