Sedang Membaca
Muhidin M Dahlan: Pengisah dan Pendakwah
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Muhidin M Dahlan: Pengisah dan Pendakwah

Temanku Orang Buku

Pembaca masih terharu dan malu setelah khatam Rumah Kertas (2016) gubahan Carlos Maria Dominguez. Kita berimajinasi pertemanan dan perbukuan. Mereka bertemu buku. Mereka dalam jalinan pertemanan menanggungkan tragedi, sesalan, pesimis, ketakjuban, dan prihatin. Buku-buku menentukan peristiwa, bahasa, dan nasib saat mereka menempuh jalan pertemanan.

Kita mungkin tak ingin menjadi tokoh-tokoh dari cerita gubahan Carlos Maria Dominguez. Kaum buku itu kaum “tak untung”. Petaka-petaka miliki orang melulu buku. Kita sedikit mengerti tentang pertemanan. Kita agak sulit menerima hidup-mati gara-gara buku. Buku tipis itu khatam tapi susah terlupakan.

Cerita berbeda mengenai teman dan buku disajikan Muhidin M Dahlan. Suguhan bukan novel. Kita diajak membuka halaman-halaman memuat pengisahan teman-teman di pelbagai kota. Pengisahan dipengaruhi buku. Muhidin M Dahlan membuka ingatan-ingatan dan menambahi pengisahan-pengisaan melalui percakapan atau lacak data. Teman-teman tak setragis nasib tokoh dalam Rumah Kertas. Kita justru bisa tertawa dan tebar makian setelah mengetahui pertarungan nasib para teman. Muhidin M Dahlan mengakrabkan kita dengan mereka.

Dulu, Masagung bisa berteman dan bersahabat dengan Soekarno, Mohammad Hatta, Adam Malik, dan para tokoh (politik) tenar gara-gara buku. PK Ojong pun memiliki jalinan erat bersama para tokoh politik, kaum intelektual, dan seniman dipengaruhi buku. Haidar Bagir makin kukuh dalam pertemanan dan bertambah pergaulan ditentukan buku-buku. Cak Tarno bergaul dan berteman dengan para intelektual tentukan buku-buku. Kini, kita makin mengerti teman dan buku setelah khatam Temanku Orang Buku persembahan Muhidin M Dahlan. Kita tak perlu ragu dan bimbang saat membaca buku dijamin bermutu.

Baca juga:  Ajaran dan Praktik Moderasi Beragama dalam Islam

Muhidin bermaksud mengisahkan teman-teman tapi cerewet pula mengisahkan diri. Kita disuguhi pengisahan Bu Afni (Jogjakarta), dimulai ingatan dan pengakuan: “Di manakah surga buku itu berada?” Ia tak sedang bersenandung Ada Band: “surga cinta”. Konon, “surga buku” di atas “surga cinta”. Muhidin M Dahlan melanjutkan dengan tegas: “Tapi di manakah surga buku tempat saya menghabiskan begitu banyak uang, pengharapan, dan rasa sakit serta kesenangan melimpah-limpah pada buku? Saya hanya menyebut satu tempat: Social Agency Baru.”

Tempat itu mengandung gosip dan biografis. Dua nama teringat terkait dengan tempat diurusi Bu Afni: Emha Ainun Nadjib dan Budiawan. Pengisahan tentang pedagang buku dengan ketabahan, ketulusan, keluwesan, keramahan, dan keberanian. Muhidin memberi sebutan “penunggu surga buku”.

Kita berlanjut berakraban dengan Engkos Kosnadi. Sosok menggembari dan mengoleksi buku-buku Ki Hadjar Dewantara. Ia pun terpikat buku-buku kiri. Muhidin M Dahlah mengenalkan sosok ketagihan buku: “Nyaris seluruh gajinya di Dinas Pertanian amblas untuk belanja buku-buku kiri. Kiri apa saja. Bahkan buku kuminis primbon dari Bali atau petunjuk teknis bagaimana ‘mengelola’ tapol.” Kita mengagumi si teman, bertambah kagum melalui diksi-diksi pengisah: “Ah, jika semua ambtenaar seperti Engkos Kosnadi alias Rama Prabu alias Rama Prambudhi Dikimara, maka lapak buku kiri ada harapan, dan tunasejarah bisa sedikit demi sedikit dientaskan dari garisnya yang fakir.” Kita memastikan mengagumi dua tokoh bersamaan: Muhidin M Dahlan dan Engkos Kosnadi.

Baca juga:  Masjid Tempat Peradaban: Belajar dari Rasulullah dan Imam Besar Masjid Istiqlal

Siasat pengisahan Muhidin M Dahlan berbeda dengan wartawan bila menulis untuk koran, tabloid, atau majalah. Tulisan-tulisan pendek tentang teman-teman kadang berkepanjangan jika kita mau menuruti penasaran. Muhidin M Dahlan “pelit” tapi terlalu membujuk pembaca masuk ke surga dan neraka perbukuan untuk bertemu para tokoh bernama.

Di tulisan tentang M Fajar AF, pembaca menemukan tak sekadar buku. Kita berkenalan dengan tokoh mahir bisnis terikat janji berwujud buku. Ia mula-mula di penerbitan, percetakan, dan pemasaran. Pada lakon terpenting, Fajar berpengaruh di Jogjakarta untuk percetakan. Ia hidup bersama mesin cetak, menikmati kebisingan dan “hiburan” bercap keaksaraan. Kita mengetahui kerja itu dinamakan Fajar Utama Offset. Pengakuan dicatat Muhidin M Dahlan: “Saat mesin (cetak) itu bersuara, itu semua adalah duit. Duduk tiga menit sambil merokok, mesin berbunyi, itu tandanya ada kehidupan…”

Kita kadang tertawa sejenak saat membaca kalimat-kalimat buatan Muhidin M Dahlan mengangkut sejarah dan mengandung kelakar intelektual. Kita temukan melalui sosok bernama Yusuf Effendi. Pembuka cukup mengagetkan: “Dia datang dari pekuburan Ngelandung, Geger, Madiun. Pekuburan yang menurut para kamitua mayoritas dihuni patriot-patriot komunis dalam ‘perang saudara’ 48 dan 65.” Kita bukan membaca awalan novel horor. Ia memang berasal dari Madiun, studi di Jogjakarta, dan menacari nafkah dalam lakon perbukuan. Pujian diberikan: “Kini, sambil menapaki ‘karir’ sebagai enterpreuner buku berbasis rumahan, ia masih rajin mengunjungi guru-guru spiritual dan tetap konsisten selawatan.”

Baca juga:  Sabilus Salikin (61): Hizib Ghazaliyah

Kini, kita mengakhiri kunjungan ke halaman-halaman buku Muhidin M Dahlan dengan mengingat novel berasal dari Australia. Novel berjudul World in Deep Blue (2018) gubahan Cath Crowley. Kita bertemu tokoh-tokoh di toko buku bekas. Toko juga dihuni buku-buku untuk percakapan bersurat oleh orang-orang tak harus diketahui identitas lengkap. Di sana, toko menjual buku-buku bekas bernasib tak untung.

Kita membaca kesetiaan orang menikmati buku-buku lama. Tokoh bapak bergairah membeli dagangan untuk mengisi toko. Anak-anak bertarung nasib keintelektualan dan asmara berbarengan mengurusi toko buku. Konflik-konflik bermunculan terhubung toko buku dan bacaan-bacaan digandrungi. Novel itu tak “berteman” dengan buku dibuat Muhidin M Dahlan. Kita sekadar mengetahui kaum buku di negara tetangga pun bermasalah untuk terus menjadi surga buku.

Cerita-cerita murung dan buruk bertema perbukuan terus berdatangan. Di Indonesia, Muhidin M Dahlan pantang memberi kabar buruk. Ia seperti pendawah bersumpah selalu membawa kabar baik. Kita kadang membedakan Muhidin M Dahlan sebagai pendawak atau pendakwah agar “surga buku” masih langgeng di Indonesia. Begitu.

Judul           : Temanku Orang Buku

Penulis        : Muhidin M Dahlan

Penerbit      : JBS, Jogjakarta

Cetak          : 2023

Tebal          : 190 halaman

ISBN           : 978 623 7904 71 7

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top