Sedang Membaca
Iman: Puisi dan Bocah
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Iman: Puisi dan Bocah

Rukun Iman, Zawawi Imron

Pada masa Orde Baru, murid-murid SD kadang lesu mengikuti pelajaran agama. Pelajaran penting untuk dunia-akhirat justru membuat mengantuk dan kebingungan. Murid-murid tak pernah demonstrasi atau melakukan riset tentang maksud pemerintah mengadakan mata pelajaran agama. Mata pelajaran telah ada sebelum rezim Orde Baru: menginginkan jutaan bocah beriman dan bertakwa untuk mendukung kemajuan Indonesia. Dulu, murid-murid masih ingat kutipan pidato-pidato berisi misi besar penguasa: “Pembentukan manusia Indonesia utuh”.

Konon, hal ditakutkan adalah ujian. Soal-soal ujian untuk pelajaran agama sering sulit meski murid-murid mengaku beragama Islam. Mereka belajar menunaikan ibadah dan mengerjakan hal-hal diperintahkan dalam agama. Di hadapan buku belajaran, mereka termenung lama. Termenung bingung, bukan berpikiran jauh untuk kritis dan mendalami sungguh-sungguh. Di hadapan lembaran soal ujian, mereka merana dan kadang mengeluarkan jurus ngawurisme dalam menjawab. Mereka tak mau mendapatkan nilai merah.

Murid di SD sebagai bocah kadang susah atau terbalik dalam pelajaran tentang rukun iman dan rukun Islam. Mereka tambah bingung di buku pelajaran sering ada “rukun-rukun” untuk pelbagai hal atau peristiwa. Mereka harus membedakan “rukun” dalam buku pelajaran agama dengan rukun tetangga, rukun warga, rukun dan damai. Pada suatu masa, mereka pernah dimudahkan dalam hapalan dengan lagu-lagu sederhana. Mereka bisa bersenandung tapi ragu bila menemukan keterangan-keterangan berbeda dalam urutan-urutan rukun  iman dan rukun Islam. Masa lalu itu mula-mula mengajari bocah bahwa belajar agama memang susah.

Baca juga:  Dari Oxford untuk Khidmah NU, Indonesia dan Dunia

Pada suatu masa, remaja mendengar lagu merdu. Lagu biasa dinikmati di depan radio atau diputar di masjid saat ada acara sosial-keagamaan. Lirik terdengar: Iman adalah mutiara/ di dalam hati manusia/ yang meyakini Allah/ Mahaesa, Mahakuasa. Lirik sesuai dengan materi dalam buku pelajaran agama. Perbedaan dalam penerimaan dan pemahaman. Lagu pernah populer pada masa lalu dibawakan oleh Raihan. Teringat lagi: Iman tak dapat diwarisi/ dari seorang ayah yang bertakwa/ ia tak dapat dijual-beli/ ia tiada ditepian pantai. Si remaja mendengar lirik agak mengerti tapi memastikan bahasa tergunakan dalam lagu bukan buatan orang Jawa, Sunda, atau Betawi. Bahasa terasa aneh meski dimengerti orang-orang di Indonesia.

Remaja itu menggemari Dewa 19. Kekaguman kepada Ahmad Dhani. Ia mengikuti berita dan gosip si musisi. Sosok sering bikin jengkel itu pernah menggubah lagu berjudul “Iman”. Lagu susah dimengerti bagi murid-murid masih diminta tekun membuka buku pelajaran agama di sekolah. Lagu berjudul “Iman” mengenalkan Ahmad Dhani dalam berdakwah. Lagu memuat persoalan politik-keadilan. Si remaja susah menirukan lagu, memilih lagu-lagu asmara gubahan Ahmad Dhani dalam Dewa 19, Ahmad Band, atau TRIAD.

Masa demi masa, orang-orang mengetahui ada tata cara dalam belajar agama. Sekian orang mungkin mengenang belajar menggunakan buku pelajaran agama saat sekolah kurang mengena dan mengesankan. Sekian hal susah teringat sepanjang masa. Di luar sekolah, ada tata cara berbeda demi meningkatkan iman dan takwa.

Baca juga:  Menjenguk Indonesia Melalui Gagasan Machiavelli

Pada 2000 atau Ramadhan 1421 H, terbit buku tipis berjudul Puisi Rukun Iman dibuat Zawawi Imron. Puisi digenapi ilustrasi oleh Oegi S. Buku “membahagiakan” bagi bocah-bocah. Mereka mungkin tak mengenali Zawawi Imron bila menanti penjelasan guru di sekolah. Di internet, bocah bersama orangtua bica mencari keterangan-keterangan mengenai Zawawi Imron.

Orang ingin mengenali dekat boleh membaca esai Zawawi Imron (2003) berjudul “Berpuisi di Tengah Malam”. Esai mengandung biografi dan puisi. Ia mengingat masa bocah: “Pada malam hari, rumah hanya diterangi pelita kecil. Sering saya memperhatikan ibu ketika duduk menghadap ke barat sambil membaca sebuah buku dengan suara syahdu yang saya tak mengerti maksudnya. Saya perhatikan, ibu membaca penuh kesungguhan. Setelah agak besar, baru saya tahu bahwa  yang dibaca ibu itu Alquran. Mendengar ibu mengaji, saya seperti mendengar sesuatu tentang dunia lain yang amat jauh. Ada sejenis rindu pada apa di balik alam yang tak terbayangkan, sebuah negeri ‘entah’ yang mempesona.” Pengetahuan itu bertambah saat ia belajar di pesantren.

Kita membaca puisi berjudul “Kitab”. Kita mengandaikan puisi terbaca di sekolah, rumah, atau masjid. Susana dan kehadiran bersama orang-orang turut menguatkan kesan-kesan puisi. Zawawi Imron menulis: Kitab suci Allah turunkan/ Kepada yang ditunjuk jadi Utusan/ Kitab itu berisi ajaran/ Petunjuk selamat semua insan// Adapun kitab suci Alquran/ Kepada Nabi Muhamad Allah berikan/ Siapa hidupnta ikut Alquran/ Pasti mendapatkan keselamatan. Puisi berbahasa sederhana, diharapkan mudah terbaca dan terpahamkan oleh bocah-bocah.

Baca juga:  John Steinbeck, Sastra, dan Emansipasi Kesadaran

Kita lanjutkan membaca puisi berjudul “Hari Kiamat”. Bocah-bocah mungkin sudah menonton film bertema kiamat tapi belum tentu membaca buku-buku (ramalan) kiamat pernah beredar dan menghebohkan. Puisi dihiasi gambar menakutkan. Kita membaca: Kalau tiba hari kiamat/ Alam digoncang hancur binasa/ Tak seorang pun bisa selamat/ Pertanda Allah Mahakuasa// Hari itu hari pembalasan/ Siapa yang berbuat keburukan/ jahat dan tidak taat kepada Tuhan/ Di neraka ia akan ditempatkan// Siapa rajin berbuat kebaikan/ Rukun damai sesama insan/ Allah akan memberi imbalan/ Surga indah yang menyenangkan. Puisi pun cukup menakutkan bagi bocah-bocah memikirkan kiamat.

Bocah boleh membandingkan dengan lagu Rhoma Irama berjudul “Kiamat”. Lagu tak perlu memicu joget. Bocah mendengarkan saja sambil ketakutan: Hari itu hari kiamat/ hari yang menghancurkan jagat/ Hari itu hari kiamat/ Hari yang menghancurkan umat// Lautan yang selalu bergelombang/ Hari itu akan ditumpahkan/ Langit yang penuh dengan bintang/ Hari itu akan dihempaskan.

Kita memiliki sekian referensi dalam belajar rukun iman. Puisi-puisi gubahan Zawawi Imron mungkin berterima bagi murid-murid di SD. Buku bisa digunakan mengimbuhi buku pelajaran agama. Buku tipis malah membuat bocah-bocah menemukan kenikmatan dalam pengalaman beragama dengan sastra. Begitu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top