Sedang Membaca
Ketika Santri Mengidolakan Bintang Sepak Bola yang Katanya Kafir

Penulis adalah redaktur pelaksana Alif.id. Bisa disapa melalui akun twitter @autad.

Ketika Santri Mengidolakan Bintang Sepak Bola yang Katanya Kafir

5 Pesepakbola Bintang Paling Konsisten Nomor 1 Dan 2 Guncang Dunia Ewsvzkf0wt

Sudah menjadi kebiasaan di Pesantren, bila hari Jum’at atau malam Jum’at tiba, wajah para santri riang gembira. Karena bisa keluar pondok, kluyuran ke mana saja, kecuali ke tempat-tempat tertentu yang harus membutuhkan ijin, seperti mall, termasuk juga ketika pulang ke rumah.

Di pesantren kami, santri diperbolehkan pulang ke rumah ketika dia sudah mencapai masa aktif satu bulan di pondok. Itu pun cuma sehari semalam pulangnya. Jadi seusai sekolah, entah siang atau sore, terus cabut ke rumah. Kemudian harus balik lagi ke pondok pada hari Jum’at sore. Batas akhirnya adalah mengikuti shalat jama’ah Maghrib. Kalaupun molor-molor dikit ya nggak papa, paling cuma ditanya sama bagian Keamanan. Dan, santri yang pinter, pasti dia ngajak orang tuanya untuk memintakan ijin.

Kegiatan santri di hari Jum’at itu ya, berjanjenan, yasinan, ziarah ke makam leluhur, ro’an (kerja bakti), dan, sepak bola. Yang terakhir itu hukumnya fardhu kifayah. Kalau tidak ada yang mengerjakan, satu pondok bisa terkena dosa. Hahaha

Bahkan, saking gilanya dengan sepak bola, di tiap dinding kamar ataupun lemari, dipasanglah poster club atau pemain bola idolanya. Nah, di sini ada cerita menarik soal poster bola itu. Ada salah satu santri yang “lurus-lurus” saja, ketika melihat kamarnya ditempelin dengan foto pemain bola, dia mengkritik.

Baca juga:  Haul ke-14 Edward Said: "Seseorang Telah Mengubah Susunan Mawar Itu"

“Kang, fotone wong kafir kok dipasang neng tembok?! mendinglah fotone kiai kang.”ujarnya meyakinkan. Karena dia merasa kurang sreg melihat kamar pondok penuh dengan tempelan-tempelan foto yang mereka anggap kafir itu.

Nah, uniknya di sini adalah–seorang santri, yang secara dia lebih paham soal agama dibanding dengan yang lain (awam), tetapi dia juga ngefans dengan para bintang sepak bola yang konon katanya kafir itu. Saya kemudian berfikir, ternyata, sepak bola mampu menghipnotis, bukan soal perkara kafir atau tidak kafir, bukan soal agamamu A atau agamamu B. Tetapi cinta itu adalah segalanya.

Bahkan, teman saya pun siap melanggar aturan pondok, siap melompat pagar demi melihat MU, Juventus, AC Milan, Inter Milan, Real Madrid, Barcelona, AS Roma–di waktu dini hari, demi bisa menonton idolanya itu. Digundul pun tak apa. Nguras peceren pun tak masalah. Asal bisa menikmati permainan Ronaldo, Messi, Kaka, Raul Gonzales, dkk.

Bahkan, sampai sekarang pun saya masih ingat. Di pondok saya, koran/tabloid BOLA itu menjadi primadona. Walaupun beritanya sudah basi, koran tersebut tidak lantas dibuang seketika, tetapi, kalian tahu? ada foto/gambar para pemain bola jagoannya. Kemudian digunting rapi, lalu ditempelkan ke buku khusus–semacam buku agenda–ditempelin satu persatu, dan menjadi koleksi pribadi. Semacam museum pribadi kumpulan wajah para bintang, sang idola.

Baca juga:  Dialog Imajiner Djaduk Ferianto dan Didi Kempot: Tak Ada Kaplingan di Surga

Saya kemudian tiba-tiba berfikir, kira-kira para santri itu lebih memilih mana ya, ketika mereka dikasih tawaran antara berziarah ke Old Trafford, San Siro, Giuseppe Meazza, Turin, Allianz Arena, Santiago Bernabeu, dibanding dengan ziarah ke Makkah, Madinah, Mesir, Yaman, atau wilayah Timur Tengah yang lain? Kalaupun mereka memilih opsi yang kedua, lalu tidak sampai kemudian pilihannya itu mengurangi kecintaan mereka kepada para pemain bola yang katanya kafir itu. Bahkan, shalat tahajud pun siap dilakukan demi mendoakan agar jagoannya bisa cetak gol, dan club kebanggannya itu bisa menang, dan Juara!

Cinta tidak mengenal agama. Namun dari agama kita bisa mengenal cinta..

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top