“Seorang perempuan, baik sebagai ibu atau akademisi, adalah madrasah yang mencetak para pemimpin.” Demikian maqolah minal masyayikh kita, M. Quraisy Shihab.
Tidak bisa dipungkiri, seringkali di masyarakat kita masih ada perbedaan perlakuan dalam mendidik anak perempuan dengan anak lelaki. Terlebih jika lalu dibatasi dengan berbagai macam dogma-dogma yang muncul lebih baru lagi: yang tidak lebih dari penampilan luar, bukan isi.
Jauh ke belakang, di Mesir tercatat ada perempuan bernama Hypatia yang lahir sekitar tahun 350, yang menjadi guru matematika sekaligus ahli filsafat Plato. Namun hidupnya tragis, terbunuh oleh ekstremis Kristen, karena dia dianggap tidak agamis.
Dunia berkembang, setelah Hypatia tercatat banyak sekali ilmuwan perempuan yang sangat bagus, diabadikan di satu buku yang berjudul “Women in Science, 50 Fearless Pioneers Who Changed The World”. Perempuan diakui sebagai agen perubahan penting dunia, walaupun di kesimpulan buku inipun masih tertulis bahwa meskipun kekuatan otak perempuan itu sangatlah hebat namun hingga hari ini, perempuan masih belum bebas untuk menemukan, meneliti, dan menjelajahi alam.
Penjelajah ruang angkasa pertama yang tercatat di buku ini adalah Valentina Tereshkova, lahir di tahun 1937. Dia berasal dari keluarga yang sangat miskin. Dia bekerja di pabrik ban dan di pabrik tekstil di saat muda. Namun dia terus menyimpan impian untuk bepergian dan menjelajahi dunia. Impian awalnya sederhana: dia ingin keliling Uni Sovyet dengan menjadi masinis kereta.
Hingga satu saat Uni Sovyet di tengah perlombaan antariksa dengan Amerika, mencari kandidat perempuan untuk dikirimkan ke angkasa, terpilihlah Valentina ini. Dia terpilih karena dia menjadi anggota klub parasut Partai Komunis Uni Sovyet.
Melalui pelatihan yang sangat rahasia, akhirnya Valentina menjadi perempuan pertama yang pergi ke ruang angkasa dengan pesawat ulang-alik Vostok VI pada tahun 1963, ketika dia berusia 26 tahun, meng-orbit bumi 48 kali. “Hello, Sky!” demikian ucapannya ketika pertama kali menembus angkasa.
57 tahun kemudian, di awal tahun 2020, Christina dan Jessica, berhasil mengorbit bumi sebanyak 5248 kali. Ini sejauh 291 kali perjalanan bolak-balik ke bulan. Ini seperti menguatkan frase “I love you 3000” di film “Avengers: Endgame”, dengan meng-orbit sebanyak ribuan ini. Atau kita bisa menggunakan frase baru: “I love you to the moon and back 300”. Frase yang pas di bulan, yang konon, adalah bulan kasih sayang.
Tak ayal, keberhasilan ini pun mendapat perhatian khusus dari Presidennya orang Amerika sekarang, sampai-sampai muncul twit: “Welcome back to Earth, @Astro_Christina, and congratulations on breaking the female record for the longest stay in space! You’re inspiring young women and making the USA proud!.Enjoyed speaking with you and @Astro_Jessica on the first all-female spacewalk in HISTORY last year.”
Christina Koch, berusia 41 tahun (seusia saya), adalah astronot yang juga jagoan di bidang teknik listrik dan fisika. Ia lulusan North Carolina State University. Sedangkan Jessica Meir, berusia 42 tahun adalah astronot yang jagoan di bidang biologi kelautan dan studi ruang angkasa.
Di sini terlihat bagaimana perempuan menjadi kunci kebanggaan dan keberhasilan satu negara, bahkan di level negara adikuasa seperti Amerika Serikat yang sepertinya tetap tidak mau kalah di perlombaan dengan Uni Sovyet, atau Rusia saat ini. Bisa di bidang apa saja.
Seperti yang pernah diutarakan oleh Gus Dur, nilai terpenting dalam pendidikan adalah nilai egaliter, yakni kesadaran tentang kesamaan dan kesetaraan di antara sesama manusia. Gus Dur menceritakan bahwa Ibunya mengajarkan putra-putrinya untuk bergaul dengan siapa saja tanpa memandang status sosial, suku, dan agamanya.
Peran ibunya, Nyai Solichah binti Kiai Bisri Syansuri, sebagai kepala keluarga membuat putra-putrinya sadar bahwa laki-laki dan perempuan memang mempunyai perbedaan secara kodrati, tetapi agama Islam tidak membatasi perempuan untuk bisa mencapai prestasi sama dengan laki-laki. Keduanya harus diberikan prestasi dan penghargaan yang sama. Dan karena juga perempuan adalah madrasah yang mencetak para pemimpin,