Sedang Membaca
Pembebasan Hagia Sophia adalah Perlawan Terhadap Sekulerisme
Ahmad Munji
Penulis Kolom

Ketua Tanfidziyah PCI NU Turki dan mahasiswa doktoral di Universitas Marmara Turki

Pembebasan Hagia Sophia adalah Perlawan Terhadap Sekulerisme

Zen Zeee M9dyj42riqe Unsplash

Selamat kepada masyarakat Turki dan dunia muslim atas kembalinya Hagia Sophia sebagai masjid setelah bertahun-tahun ditutup untuk ibadah.

Tidak lama setelah parlemen Turki membatalkan dekrit presiden tahun 1934 yang mengubah Hagia Sophia menjadi museum, Presiden Recep Tayyip Erdoğan pada hari Jumat mengeluarkan dekrit untuk membuka bangunan megah itu bagi masyarakat Turki untuk beribadah. Setelah beberapa dekade kampanye “putuskan rantai dan buka Hagia Sophia,” muslim Turki akhirnya mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Pembukaan kembali Hagia Sophia sebagai tempat ibadah yang terjadi di bawah pengawasan Erdoğan sebetulnya bukanlah kejutan. Presiden dari partai AK telah menjadi pemimpin Turki pada saat negara itu berusaha mengatasi beberapa tantangan serius, ekonomi, politik, dan kebebasan ekspresi beragama. Pada akhirnya, Erdogan mampu memberikan apa yang mereka butuhkan.

Mungkin penting untuk saya informasikan bahwa pemerintah Erdoğan telah banyak menjawab kebutuhan umat Islam Turki yang telah lama hilang, menghapuskan larangan berhijab di kampus-kampus dan di lembaga-lembaga publik misalnya, merupakan keputusan radikal yang diambil oleh Erdoğan. Selanjutnya pelan tapi pasti Erdoğan juga menambah jam untuk materi agama Islam di sekolah, memperlakukan lulusan Imam Hatip (madrasah) sama dengan lulusan sekolah umum, dan tekhir mengembalikan Hagia Sophia sebagai tempat ibadah.

Dalam pengawasan Partai Keadilan dan Pembangunan (Partai AK), Turki telah memberikan ruang kebebasan beragama yang selama ini dirampas oleh kaum ultra-sekuler Kemalis. Masyarakat Turki yang terbiasa hidup beragama selama 7 abad dipaksa harus meninggalkan agama mereka demi mengikuti trend medernisasi barat.

Baca juga:  Gus Nadir Hilang dari Medsos: Hendak ke Mana Toh, Gus?

Parlemen Turki mendasarkan keputusannya untuk membatalkan dekrit 1934 pada kenyataan bahwa Hagia Sophia adalah bagian dari yayasan amal Sultan Mehmed II. Dalam sebuah wasiatnya Muhammad Al-fatih megatakan bahwa properti apa pun tidak boleh digunakan dengan cara yang berbeda dari tujuan awalnya. Mengubah Hagia Sophia menjadi museum adalah bagian dari tindakan ahistoris kelompok ultra-sekuler Turki.

Dengan mengacu pada aturan tentang yayasan amal, parlemen menetapkan bahwa negara memiliki “tanggung jawab positif” untuk memastikan bahwa properti tersebut harus digunakan sesuai dengan kehendak pemilik, dan “tanggung jawab negatif” untuk tidak mengganggu keberlangsungan wakaf. Sederhananya, putusan parlemen itu merupakan perlindungan bagi yayasan amal melawan arogansi negara.

Meskipun AS, Eropa , Rusia bahkan Al-Azhar menyatakan keprihatinan atas keputusan tersebut, keputusan untuk mengembalikan Hagia Sophia sebagai masjid tidak termasuk dalam wilayah hukum internasional. Ini adalah mutlak hak Turki sendiri berdasarkan hukum nasionalnya.

Pemulihan Hagia Sophia sebagai masjid tidak mengurangi statusnya sebagai situs warisan dunia atau mencegah orang non-Muslim mengunjungi tempat yang luar biasa ini. Sebaliknya, keputusan ini memberi dampak lebih positif untuk Hagia Sophia menjadi tempat ibadah yang lebih hidup, dan memang salah satu cara efektif untuk melindungi Hagia Sophia.

Kritik-kritik atas keputusan ini dari dunia Kristen harus mempertimbangkan bagaimana Turki merawat situs-situs suci berbagai agama -termasuk Gereja St. Stephen Bulgaria di Istanbul, pelestarian gereja-gereja dan sinagog di Turki. Padahala di sisi lain terdapat “genosida budaya” terhadap karya Ottoman dan Muslim di Balkan.

Baca juga:  Hikayat Hari

Selai itu, keputusan ini juga tidak mendapat reaksi negatif dari kelompok sekuler di turki. Yang artinya pembukaan Hagia Sophia sebagai tempat ibadah adalah kehendak bersama masyarakat Turki.

Bagi orang Turki, keputusan untuk mengembalikan Hagia Sophia sebagai masjid adalah tentang membawa kedamaian bagi jiwa semua orang yang berkorban untuk menaklukan Kostantinopel. Ini merupakan momen kegembiraan bagi kehendak masyarakat – yang mereka korbankan  pada kudeta 15 Juli 2016. Ini adalah hadiah bagi para veteran, yang berdiri di depan tank untuk tidak meninggalkan Erdogan sendirian karena leluhur mereka telah meninggalkan Adnan Menderes. Ini adalah momen damai bagi semua orang yang kehilangan nyawa malam itu untuk membela negara dan bangsanya. Bahwa langkah baik ini diambil pada hari Jumat, tak lama sebelum peringatan 15 Juli, juga merupakan sumber kebahagiaan tambahan bagi masyarakat Turki.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top