Sedang Membaca
Tafsir Alam Nasyrah Karya Kiai Abdul Majid Tamim: Bukti Keluasan Bacaan Sang Mufassir
Akmal Khafifudin
Penulis Kolom

Menempuh pendidikan di UIN KH. Achmad Shiddiq Jember prodi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah. Kini ia mengajar di Ponpes Darul Amien Gambiran, Banyuwangi. Penulis bisa disapa di akun Instagram @akmalkh_313

Tafsir Alam Nasyrah Karya Kiai Abdul Majid Tamim: Bukti Keluasan Bacaan Sang Mufassir

Tafsir Alam Nasyrah Karya Kiai Abdul Majid Tamim: Bukti Keluasan Bacaan Sang Mufassir

Salah satu mukjizat dari al-Qur’an adalah ayat yang terkandung dapat ditafsiri mengikuti perkembangan zaman dan sesuai dengan kebutuhan umat. Berbagai ulama qur’an dari sepanjang zaman dan berbagai belahan dunia berusaha menafsirkan al-Qur’an berdasarkan keilmuan yang ia miliki serta berbagai tuntutan menyesuaikan kebutuhan umat di zamannya.

Tak ketinggalan pula di bumi nusantara Indonesia, berbagai kalangan ulama lokal di negeri kita menyajikan karya tafsirnya sebagai wadah untuk nasyrul ilmi (menebar ilmu). Seperti kitab tafsir Tarjuman Al-Mustafid karya Syekh Abdurrouf As-Singkeli, yang ditengarai sebagai kitab tafsir qur’an pertama di bumi Nusantara ini. Kemudian ada kitab tafsir Faidur Rahman karyanya KH. Sholeh Darat yang diterjemahkan dalam aksara Arab-Pegon dengan bahasa Jawa. Dimana menurut berbagai cerita tutur yang terpercaya, KH. Sholeh Darat menulis tafsir tersebut atas permintaan salah satu santrinya dari kalangan ningrat, yakni RA. Kartini.

Begitupun KH. R. Abdul Majid Tamim (Kiai Majid), seorang ulama’ dan mufassir asal Pamekasan yang produktif  dengan tafsir lokalitasnya dalam bahasa Madura. Selain mengalih bahasakan Tafsir Jalalain ke dalam bahasa Madura, beliau memiliki sebuah karya tafsir lain berupa “Tafsir Alam Nasyrah Al-Karim”. Sebuah kitab tafsir kecil yang mengupas secara mendalam kandungan yang terdapat di dalam surah Al-Insyirah.

Baca juga:  Al-Qur’an dan Budaya (4): Apa Pentingnya Memahami Fenomena Tradisi Al-Qur’an

Kami menemukan kitab tafsir ini di toko kitab Saleh Salim yang berada di dalam Pasar Tanjung, Jember. Tidak ada indikasi secara pasti kapan KH. R. Abdul Majid Tamim memulai dan menyelesaikan penulisan kitab tafsir kecil ini, namun yang dapat dipastikan adalah kitab tafsir ini dicetak di Maktabah Salim bin Sa’ad Nabhan, Surabaya pada tahun 1406 H (kisaran tahun 1985 M). Muqoddimah yang dituliskan oleh KH. R. Abdul Majid Tamim sebelum menulis kitab tafsir ini adalah tentang adab-adab/tata krama yang harus dilakukan seseorang sebelum membaca dan memegang Al – Qur’an.

Uniknya, penafsiran pada ayat pertama dalam tafsir surah Al-Insyirah ini dibuka dengan hubungan korelasi ayat 64, 69, dan 72 dalam surah Al-Waqi’ah yang memuat pertanyaan Allah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alahi wa sallam dimana pertanyaan tersebut tidak perlu dijawab. Dikarenakan pertanyaan – pertanyaan tersebut merupakan salah satu corak dari Allah dalam menyampaikan wahyu-Nya kepada Nabi Muhammad.

Keunikan lainnya dapat kita jumpai dalam penafsiran surah Al-Insyirah ayat ke-4, di sini beliau menukil referensi buku “100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia” yang ditulis oleh Michael H. Hart. Dalam nukilannya ini, KH. Abdul Majid Tamim terkesima dengan seorang non Muslim yang menempatkan Nabi Muhammad sebagai urutan teratas orang yang paling berpengaruh di dunia, sementara Nabi Isa sendiri berada di urutan ketiga.

Baca juga:  Tafsir Surat Al-Hijr Ayat 9: Jaminan Allah atas Terjaganya Orisinalitas Al-Qur’an

KH. Abdul Majid Tamim menyimpulkan pemikiran “mengapa Hart menjadikan sosok Nabi Muhammad menjadi tokoh nomor satu dalam bukunya ini ?” pada kitab tafsir kecil-nya ini, bahwa sosok Nabi Muhammad dapat mengubah pola pikir bangsa Arab yang semula dalam kurun 300 tahun hidup dalam masa jahiliyah yang dipenuhi dengan ta’asub (fanatik buta), kasar, dan tidak memiliki aturan dan oleh Nabi Muhammad diubah menjadi bangsa yang bertauhid kepada Allah dan memiliki aturan syari’at Islam.

Hal ini yang kemudian menandakan luasnya literatur referensi yang beliau baca, selain daripada kitab-kitab yang diriwayatkan oleh para mufassir. Dari corak penafsiran surah Al-Insyirah tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa beliau tidak hanya menukil pendapat dari para ulama tafsir yang ada dalam kitab-kitab kuning saja, akan tetapi beliau juga menukil dari “kitab putih” berbahasa latin yang demikian itu menandakan akan banyaknya literatur dan wawasan yang beliau baca. Wallahu a’lam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
2
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top