
Memiliki stabilitas ekonomi dalam menjalani hiruk-pikuk kehidupan dunia merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, terlebih lagi bagi mereka yang telah berkeluarga atau memiliki tanggung jawab sosial dalam masyarakat. Stabilitas ekonomi bukan hanya berkaitan dengan kenyamanan hidup, tetapi juga berdampak pada ketenangan batin, menghindarkan seseorang dari merepotkan orang lain, serta mencegahnya dari dorongan untuk melakukan tindakan kriminal.
Rasulullah Saw pernah memberikan peringatan keras tentang bahaya kemiskinan yang tidak tertangani dengan baik. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda:
كَادَ اْلفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا
Artinya:”Kemiskinan itu hampir saja membawa kepada kekufuran.” (HR. Abu Nu‘aim)
Hadis ini menjadi peringatan bahwa kondisi ekonomi yang terpuruk bisa menjerumuskan seseorang kepada keputusasaan dan bahkan menjauh dari agama. Oleh karena itu, ikhtiar menjaga dan meningkatkan kondisi ekonomi merupakan bagian dari tanggung jawab hidup yang juga memiliki nilai ibadah.
Cara Mengatur Keuangan Menurut Al-Qur’an
Salah satu bentuk ikhtiar untuk menjaga stabilitas ekonomi adalah dengan mengatur keuangan secara bijak, yaitu dengan memahami dan menerapkan literasi keuangan. Hal ini sangatlah penting, karena banyak masyarakat yang sebenarnya memiliki penghasilan cukup besar dari berbagai kegiatan ekonomi mereka, seperti di bidang pertanian, perdagangan, UMKM, dan lainnya. Namun, akibat buruknya pengelolaan keuangan, kondisi ekonomi mereka justru menjadi tidak stabil, bahkan berisiko bangkrut dan jatuh miskin.
Dalam al-Qur’an, terdapat berbagai ayat yang mengulas teknis pengelolaan keuangan, mulai dari perintah mencatat utang, larangan boros, hingga prinsip keseimbangan dalam membelanjakan harta.
- Perintah untuk Tidak Boros dan Menghambur-hamburkan Harta
Salah satu prinsip dasar dalam pengelolaan keuangan adalah menghindari sikap boros. Hal ini ditegaskan dalam surah Al-Isra’ ayat 26:
وَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا
Artinya;“Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”
Ayat ini menunjukkan bahwa dalam membelanjakan harta, seorang Muslim dianjurkan untuk memprioritaskan pengeluaran yang bersifat kebutuhan dan tanggung jawab sosial. Allah melarang kita membelanjakan harta secara berlebihan atau tanpa arah yang jelas.
Dalam praktiknya, hal ini dapat diwujudkan dengan menyusun skala prioritas keuangan. Dahulukan pemenuhan kebutuhan primer seperti makanan, tempat tinggal, dan pendidikan. Setelah itu, jika masih ada kelebihan, barulah digunakan untuk kebutuhan sekunder dan tersier.
- Memiliki Tabungan dan Dana Darurat
Dalam Surah Al-Kahfi, dikisahkan Nabi Khidir melindungi harta simpanan milik dua anak yatim sebagai warisan dari orang tua mereka yang shalih.
وَأَمَّا ٱلْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَٰمَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِى ٱلْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُۥ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَٰلِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَن يَبْلُغَآ أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُۥ عَنْ أَمْرِى ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِع عَّلَيْهِ صَبْرًا
Artinya:“Adapun dinding itu kepunyaan dua anak yatim di kota itu, dan di bawahnya terdapat simpanan bagi mereka berdua, sedang ayah keduanya itu orang saleh, maka Tuhanmu menginginkan agar keduanya mencapai dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Aku melakukan (tiga peristiwa) itu bukan atas kehendakku sendiri. Demikian itu tafsiran apa yang engkau tidak dapat sabar terhadapnya.”
Gus Baha, dalam sebuah pengajian yang diunggah di kanal YouTube, menjelaskan makna dari ayat dalam surah al-Kahfi terkait pentingnya memiliki tabungan dan dana darurat. Menurut beliau, menyimpan harta sebagai bentuk warisan atau langkah preventif menghadapi musibah bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan kesalehan atau nilai zuhud. Menariknya, meskipun sang ayah dalam kisah tersebut menyimpan harta untuk anak-anaknya, al-Qur’an tetap menyifatinya sebagai orang yang saleh وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا .
- Mencatat Transaksi dan Melunasi Utang
Yang terpenting dalam pengelolaan keuangan adalah melunasi utang dan mencatat setiap transaksi. Hal ini dijelaskan secara panjang lebar dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 282. Dengan mencatat transaksi keuangan secara rutin, kita dapat mengenali kebiasaan belanja kita, sehingga lebih mudah mengontrol pengeluaran yang tidak diperlukan.
Melunasi utang juga memberikan ketenangan batin, serta membantu menjaga kestabilan pemasukan. Terlebih lagi, utang yang berbunga dapat secara perlahan menggerus portofolio keuangan kita. Dana yang seharusnya bisa dialokasikan untuk tabungan atau investasi malah habis untuk membayar cicilan, apalagi jika utang tersebut digunakan untuk memenuhi keinginan, bukan kebutuhan.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menjaga stabilitas ekonomi merupakan hal yang sangat penting. Tujuannya tidak lain adalah untuk menciptakan kesejahteraan umat dan mencegah munculnya tindakan kriminal yang disebabkan oleh kemiskinan.
Salah satu langkah konkret untuk menjaga stabilitas ekonomi adalah dengan memahami literasi keuangan. Ini mencakup kemampuan dalam menyusun skala prioritas pengeluaran, melunasi utang secara bertanggung jawab, serta menabung dana darurat sebagai bentuk antisipasi terhadap situasi tak terduga. Dengan pengelolaan keuangan yang bijak, tidak hanya individu yang merasakan manfaatnya, tetapi juga lingkungan sosial di sekitarnya. Ekonomi yang sehat adalah awal dari masyarakat yang sejahtera dan bermartabat.
Oleh karena itu, penting bagi para pemangku kepentingan, tokoh masyarakat, dan kita semua untuk turut menyampaikan pemahaman ini kepada masyarakat melalui berbagai jalur dakwah, baik melalui khutbah Jumat, pengajian rutin, kelas-kelas ekonomi syariah, maupun media sosial yang lebih akrab dengan generasi muda.Umat yang melek keuangan tidak hanya akan hidup lebih mandiri, tetapi juga terhindar dari menjadi beban bagi orang lain, bahkan berpotensi menjadi penolong bagi sesama. Wallahu a’lam.