Sedang Membaca
Ulama yang Wafat dalam Keadaan Sujud (1): Abu Hanifah, Pendiri Mazhab Hanafiyah

Nahdliyin, menamatkan pendidikan fikih-usul fikih di Ma'had Aly Situbondo. Sekarang mengajar di Ma'had Aly Nurul Jadid, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo. Menulis Sekadarnya, semampunya.

Ulama yang Wafat dalam Keadaan Sujud (1): Abu Hanifah, Pendiri Mazhab Hanafiyah

Whatsapp Image 2022 03 29 At 21.57.44

Nama sosok ulama ini sudah amat kesohor. Ia adalah pendiri mazhab dan tokoh utama mazhab fikih Hanafiyah yang berdiri di kawasan Baghdad, Irak. Mazhab ini bisa disebut salah satu mazhab besar dalam fikih. Nama lengkapnya adalah Abu Hanifah, al-Nu’man bin Tsabit bin Zurtha al-Taymi al-Kufi.

Lahir pada tahun 80 Hijiriyah di daerah Kufah. Dan ia sempat menemui Sahabat Anas bin Malik beberapa kali. Dengan demikian Abu Hanifah bisa disebut Tabi’in sebab ia bertemu dengan sahabat nabi. Di samping Anas, di masa itu sahabat nabi yang lain adalah Abdullah bin Abi Aufa, Sahl bin Sa’ad, Abu Thufail. Ia belajar fikih kepada Hammad bin Abi Sulaiman, Abu Ja’far al-Baqir, Ibnu Shihab al-Zuhri dan beberapa ulama lainnya.

Muridnya yang paling terkenal adalah Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan al-Syaibani. Hingga keduanya disebut dengan “Sohiba Abu Hanifah”, dua santri kinasih Abu Hanifah. Kepada nama yang terakhir, Hasan al-Syaibani, Imam al-Syafi’i menyambung sanad ilmu.

Fudhail bin Iyadl mendeskripsikan Abu Hanifah dengan amat lengkap. Ia menulis:

كان ابو حنيفة فقيها معروفا بالفقه مشهورا بالورع وسيع المال معروفا بالافضل على من يطيقه صبورا على تعليم العلم باليل والنهار كثير الصمت قليل الكلام حتى ترد مسألة في حلال أو حرام وكان يحسن يدل على الحق هاربا من السلطان

Baca juga:  Ulama Banjar (157): Ustadz H. Chairani Idris

“Abu Hanifah adalah seorang ahli fikih yang masyhur dengan ilmu fikihnya, terkenal amat hati-hati, kaya, dikenal memiliki keutamaan, tekun belajar dan mengajar siang dan malam, lebih banyak diam, sedikit berbicara sehingga ada persoalan halal-haram ia senang memberi tahu kebenaran dan menjauh dari penguasa”.

Soal kisahnya “kabur dari penguasa” adalah dimana ia pernah diminta untuk menjadi hakim agung (qadhi) tetapi ia menolak bahkan ia karena itu pernah dipukul dengan cemeti oleh seseorang bernama Ibnu Hubairah, tetapi ia tetap menolak untuk menjadi hakim.

Meski dikenal seorang pemikir yang mengedapankan rasio (al-Ra’yu), Abu Hanifah adalah tipikal seorang ulama yang ahli ibadah. Misal disebut bahwa dirinya tiap malam bisa mengkhatamkan al-Qur’an dalam satu rakaat salat malam. Dalam kesaksian lain disebut bahwa ia salat Isya’ dan salat subuh dengan satu wudhu yang sama.

Keteladanan lain, yang patut ditiru dari sosok pemikir besar ini adalah: sejak Hammad, gurunya wafat ia selalu mendoakan sang guru dalam tiap salat. Dalam sebuah kesempatan ia berujar:

ما صليت صلاة منذ مات حماد الا استغفرت له مع والدي واني لاستغفر لمن تعلمت منه علما أو علمته علما

“Sejak Hammad, guruku wafat aku tak pernah salat kecuali aku memintakan ampun untuknya dan untuk kedua orang tuaku. Dan aku juga memintakan ampun bagi tiap orang yang aku belajar darinya dan kepada orang yang belajar dariku”.

Baca juga:  Pemikiran Syekh Al-Banjari Tentang Manusia

Pondasi mazhab fikih Abu Hanifah digali dari para sahabat yang tinggal dan menetap di Kufah dan juga ulama di sana seperti Ibrahim al-Nakhai, yang amat popular ketokohannya. Suatu waktu Abu Hanifah ditanya oleh Khalifah Abu Ja’far. Ia ditanya kepada siapa ia mengambil ilmu? Abu Hanifah menjawab: “Aku mengambil ilmu dari Hammad bin Abi Sulaiman, ia dari Ibrahim al-Nakhai, ia dari Umar bin Khattab, Ali Bin Abi Thalib, Abdillah bin Mas’ud, dan Abdillah bin Abbas.

Khalifah menjawab: Cukup, cukup wahai Abu Hanifah. Engkau telah memenuhi semuanya.

Menurut santri kinasihnya, Abu Yusuf, Abu Hanifah wafat pada separuh bulan Syawal tahun 150 hijriyah bersamaan dengan lahirnya Imam al-Syafi’i. Sementara menurut riwayat lain seperti dikemukakan oleh al-Waqidi ia wafat pada bulan Rajab tahun 150. Namun pendapat pertama yang lebih masyhur.

Ia wafat di Baghdad pada usia 70 tahun. Terkait keadaan wafatnya, ulama memberi kesaksian bahwa ia wafat dalam keadaan bersujud. Misal apa yang ditulis oleh Badruddin al-Aini. Ia menulis:

لما أحس ابو حنيفة بالموت سجد فخرجت نفسه وهو ساجد وكان عمره يوم توفي سبعين سنة

“Ketika sadar akan datangnya sebuah kematian, Abu Hanifah sujud. Lalu ia wafat dalam keadaan bersujud. Adapun umurnya ketika ia wafat adalah 70 tahun”.[]

Baca juga:  Jalan Politik Abah Dimyati Rois
Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top