Sedang Membaca
Kritik Gus Baha Kepada Kelompok yang Mengharamkan Pembacaan Kitab Maulid: Bukan Bid’ah, Tapi Sejarah
Abdullah Faiz
Penulis Kolom

Alumni Pondok Pesantren Salaf Apik Kaliwungu dan sekarang Kuliah di UIN Semarang.

Kritik Gus Baha Kepada Kelompok yang Mengharamkan Pembacaan Kitab Maulid: Bukan Bid’ah, Tapi Sejarah

Tidak terasa sudah memasuki bulan maulid atau Rabi’ul Awal. Artinya, umat Islam merayakan hari besar lahirnya Nabi Muhammad saw, utusan yang mewartakan kebenaran dari Allah swt untuk semua makhluk yang ada di bumi. Sampai saat ini jutaan penduduk bumi merayakan kelahirannya dengan berbagai adat dan budaya. Di sebagian wilayah, ada yang merayakan dengan membacakan biografi dan kisah perjuangan beliau yang penuh dengan pelajaran.

Kitab maulid yang dibaca juga berbeda-beda, misalnya disatu daerah ada yang menggunakan maulid ad-Dziba’i karya Syaikh Abdurrahman ad-Dziba’ dan di daerah lain menggunakan kitab Maulid al-Barzanji karya Syaikh Ja’far Muhammad al-Barzanji. Perbedaan mengenai perayaan ini tidak menyebabkan perpecahan, sedangkan yang membuat masalah adalah kelompok yang belum clear dengan adanya perayaan maulid.

Dalam hal ini, KH. Bahauddin Nur Salim atau lebih akrab disapa dengan Gus Baha’ mendudukan persoalan kelompok yang masih membid’ahkan dan mengharamkan perayaan maulidan. Menurut Gus Baha’ membaca maulid itu tidak hanya mempersoalkan lagu dan pembawaanya saja melainkan ada faktor sejarah yang perlu difahami dan diresapi oleh orang muslim. Selain sejarah yang harus difahami juga sebagai energi untuk membangkitkan kecintaan umat Islam terhadap Nabinya.

Gus Baha’ menceritakan, pada masa perebutan wilayah di Palestina yang dipimpin oleh Shalahuddin al-Ayyubi, umat Islam mengalami keterpurukan yang luar biasa dan kehilangan semangatnya. Sementara tentara Romawi sudah menguasai seluruh sudut kota. Kemudian Shalahuddin al-Ayyubi tidak kehabisan cara untuk memompa semangat perajurit muslim yang mulai kendor. Ia memulai dengan membacakan riwayat perjuangan Nabi Muhamad saw. Mulai dari nasabnya yang mulia hingga perjuangannya penuh dengan lika-liku; dicaci maki, diusir, namun dengan penuh kesabarannya akhirnya dakwah Islam tersebar hingga hari ini.

Baca juga:  Pendokumentasian Haji: Agama dan Politik

Sehingga pembacaan biografi dan sirah Nabi saw tersebut dapat mengembalikan spirit perjuangan tentara muslim di Palestina. Dalam kisah ini setidaknya Gus Baha’ membuat dua kritik, pertama ditujukan terhadap umat muslim di era sekarang yang membaca maulid hanya untuk seremonial saja tanpa mengetahui substansi dan pesan yang disampaikan dalam kitab maulid. Apabila melihat kisah Shalahuddin al-Ayyubi di atas, betapa sangat berpengaruhnya pembacaan maulid sehingga bisa menumbuhkan spirit yang luar biasa, seharusnya hal demikian juga terjadi di era sekarang. Misalnya dengan pembacaan maulid dapat menggerakkan hati kita untuk lebih peka dengan keadaan sekarang dan dapat meningkatkan kualitas amal sosial kita.

Kedua kritik untuk kelompok yang masih denial dengan proses-proses pembaharuan. Kelompok yang biasa mengharamkan dan membid’ahkan ekspresi perayaan maulid. Sebenarnya kondisi masyarakat sekarang sudah acuh dengan sikap kelompok yang sering mengharamkan maulid namun pemahaman konservatif itu tidak lantas hilang. Gus Baha’ menganggap mereka yang mudah membidahkan dan mengharamkan itu kurang bisa menggunakan logikanya dengan baik. Sebab dalam kitab maulid itu berisi sejarah dan biografi Nabi Muhammad saw lantas dimana letak keharamanya.

Misalnya dalam kitab Maulid ad-Dhiba ada kisah ketika Rasullah saw dilahir seluruh makhluk di langit dan di bumi menggema membaca tasbih. Perlu kita yakini bahwa Nabi saw yang lahir puluhan abad lalu adalah Nabi saw yang benar-benar Nabi saw. Buktinya orientasi orang-orang dan makhluk membaca tasbih. Selain itu bukti kebenaran Nabi saw adalah mengajak umatnya untuk menjalankan kebenaran dengan sholat dan sujud, sementara Nabi saw apakah memiliki kepentingan dengan sujud ummatnya? ia sama sekali tidak mendapatkan apa apa. Ini menandakan orientasi Nabi saw bukan soal duniawi.

Baca juga:  Sultan Abdul Hamid II Ingin Menjadi Tukang Sapu di Makam Nabi

Lantas bagaimana mungkin membaca tarikh atau sejarah ini dihukumi bid’ah. Selain itu ada catatan penting yang perlu diketahui oleh umat muslim secara umum. Rata-rata dalam kitab maulid umumnya diceritakan terlebih dahulu nasab Nabi Muhammad saw yang masih tersambung dengan Nabi Ibrahim. Menurut Gus Baha’ ketika Nabi Muhammad lahir dan berita ini sampai ke telinga orang-orang Yahudi dan Nasrani mereka tidak mempercayai bahwa Muhammad adalah seorang Nabi. Karena mereka menganggap kalau utusan tuhan pasti lahir di tanah suci dan keturunan Bani Israil sementara Nabi Muhammad saw dilahirkan di Makkah yang pada waktu itu dinilai sebagai negeri yang tertinggal karena masih jahiliyyah.

Kemudian orang Quraish berhasil membuktikan kalau Nabi Muhammad adalah keturunan Nabi Ibrahim dan menurut sejarah Nabi Ibrahim pernah tinggal di Makkah karena ada bukti makam (petilasan) Ibrahim ketika membangun Ka’bah bersama putranya Isma’il. Lantas kemudian sebagian orang Yahudi mengamininya karena mereka menerima argumen seorang nabi harus dilahirkan dari keturunan nabi pula. Nah kisah ini banyak tertuang dalam kitab-kitab maulid, jadi manfaat maulid adalah mengingat kembali perjuangan dakwah Nabi Muhammad saw untuk membangun semangat kita dalam menjalankan agama Allah swt. Wallahhu a’lam.

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top