Sedang Membaca
Lingga Anakku
Achmad Ubaidillah
Penulis Kolom

Penyair, tinggal di Bogor Jawa Barat.

Lingga Anakku

Lingga Anakku

Lingga anakku! Kita dilahirkan dan terlahir di keluarga pesantren, sebuah ruang di mana kita dididik dan ditempa. Engkau pernah bilang kepadaku, engkau mensyukurinya tanpa mengatakan apa alasannya. Tidak apa anakku!

Aku senang mendengarnya dan aku akan lebih senang mendengarnya jika engkau melaksanakan pengetahuan dan kebijaksanaan yang pernah engkau peroleh dari orang tua dan guru-guru tercinta kita.

Lingga anakku! Selama kita hidup, kita akan bergumul dengan lingkungan yang begitu dinamis dan semasa itu pula kita tidak boleh gamang menghadapi arus perubahan yang begitu kencang.

Lingga anakku! Kita pernah diajarkan untuk berkemauan dan berkeberanian menuntun peradaban sebagaimana para nabi dan para salih lainnya pernah melakukannya. Setidaknya dua hal dari sekian banyak hal yang kita harus teladani dari mereka yakni ihwal ketuhanan dan kemanusiaan. Mereka mengabdi kepada Tuhan tanpa abai kepada kemanusiaan. Mereka berpihak kepada kemanusiaan sebab kecintaanya kepada Tuhan. Begitulah pengetahuan dan kebijaksanaan yang pernah diajarkan dan dikisahkan di dunia kita, pesantren.

Lingga anakku! Kehidupan ini adalah lembaran kertas yang tidak pernah kita tahu akan berakhir di halaman keberapa, sebab kita tidak punya kuasa apa apa untuk menentukan akan berakhir di halaman berapa. Tidak sama sekali! Satu pesanku untukmu anakku! Ramaikan halamanmu dengan huruf-huruf cinta dan tulislah huruf-huruf itu dengan perjuangan dan ketulusan!

Baca juga:  Siapa Sosok Haji Hisyam, Arsitek Pendidikan Muhammadiyah itu?

Lingga anakku! Keyakinan dan daya juanglah yang menghantarkan kita melewati setiap kerumitan dan kesulitan hidup yang acapkali datang meski kita tidak pernah menyukainya. Kita telah melewatinya dan akan mengarunginya jika ia kembali hadir. Lingga anakku! Beginilah nasib kehidupan dan kita dinasibkan untuk mengubahnya bukan meratapinya.

Lingga anakku! Bagiku, heroik dan heroisme bukan melulu hal ihwal pertempuran dan peperangan. Ia sejatinya tentang perjuangan hidup, sepertinya halnya aku dapati pada keringat para petani, para buruh, dan berjuta manusia lainnya yang terpinggir dan meminggirkan diri, yang terasing dan mengasingkan diri dan yang memilih berjuang di jalan sunyi.

Lingga anakku! Ihwal kebebasan dan pembebasan, aku menyukai keduanya, tetapi aku jauh lebih menyukai pembebasan dibanding kebebasan, sebab dalam pembebasan, aku menemukan dirinya bukan sekadar kata saja, melainkan gerak kebudayaan dan perjuangan kemanusiaan. Lingga anakku! Sebab pembebasan, kebebasan terlahir dan peradabanperadaban baru tegak berdiri dan sebab itu pula, bergeraklah anakku! Berjuanglah! Untuk kemuliaan kemanusiaan dan kehormatan peradaban.

Lingga anakku! Bersuara dan bergeraklah tentang dan untuk pembebasan. Kita lahirkan kenyataan-kenyataan baru yang menggembirakan mencerahkan bagi jiwa-jiwa yang terhimpit di kehidupan yang pahit. Bersuaralah dan bergeraklah!

Lingga anakku! Pada nyanyian perjuangan aku menemukan energi luar biasa yang menggerakan imajinasiku lalu mengubahnya menjadi gerak dan juang. Pada nyanyian liris, aku menjumpai kelembutan yang tak kalah luar biasa yang menundukkan amarahku pada sebuah ruang bernama sunyi.

Baca juga:  Yudian Wahyudi, Pancasila dan Maqashid al-Syari’ah

Lingga anakku! Kita membutuhkan keduanya dan kita perlu menggemari keduanya sebagai nyanyian kehidupan di hidup kita yang bergelar manusia.

Lingga anakku! Aku ingin engkau menjadikan hidup sebagai tanah yang subur, ruang yang terang dan lapang, tempat kehidupan bertumbuh dan berkembang, tempat kehidupan menemukan nasibnya yang terang dan lapang. Tentu saja bukan hanya untukmu dan duniamu, melainkan untuk dunia di sekitarmu, dunia tempat kita menyalakan kegembiraan, meredupkan kesedihan.

Lingga anakku! Tuhan menciptakan kita ada bukan hanya untuk kita dan tentang kita tetapi untuk mereka. Mereka pun ada kelak untuk kita dan tentang kita.  Lingga anakku! Begitulah kemuliaan hidup dan kemuliaan itu sesungguhnya adalah kemewahan yang megah dan indah.

Lingga anakku! Berbagilah kepada sesama sesuatu yang engkau miliki dan telah engkau perjuangkan dengan lelah.

Besar dan kecil jumlahnya adalah pilihanmu sebagaimana engkau memilih berbagi atau tidak. Tidak usah engkau takut menghadapi kemiskinan! Jangan takut! Sebab kemiskinan bukanlah aib kehidupan, begitupun kekayaan bukanlah kemewahan hidup yang patut engkau rayakan. Bukan itu anakku! Justeru kemiskinan dan kekayaan adalah jembatan rapuh yang menghantarkanmu kepada keistimewaan hidup bernama kemuliaan. Engkau perlu melewatinya dengan baik penuh kehati-hatian selama engkau tidak ingin jatuh dan terjatuh melewati kerapuhan itu.

Baca juga:  Humor Gus Dur: Kisah Gus Dur Belajar Bahasa Inggris

Lingga anakku! Hari ini, esok atau lusa dan hari-hari berikutnya, bersiaplah menghadapi dua kemungkinan hidup bernama kemiskinan dan kekayaan. Bersiaplah menerima keduanya dengan ketulusan berbuat meskipun itu berat.

Lingga anakku! Bangunlah, rawatlah selalu semangat luhur itu dalam dirimu, dan tanamkan pada isterimu dan anak-anakmu kelak

Lingga anakku! Mewangilah engkau sebagai bunga yang harum, meski ia akan layu lalu mati sebab takdirnya. Bersinarlah engkau sebagai cahaya yang menyala meski ia akan redup lalu tak ada sinar sama sekali sebab takdirnya.

Lingga anakku! Mewangilah, bersinarlah bagi banyak generasi.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top