Sedang Membaca
Mengenang Hamdan ATT: Pelantun Luka Hati Rakyat Lewat Nyanyian Dangdut Melayu
Abi S Nugroho
Penulis Kolom

Aktivis NU. Konsen pada kerja-kerja jaringan untuk inklusi sosial. Tinggal di Jakarta

Mengenang Hamdan ATT: Pelantun Luka Hati Rakyat Lewat Nyanyian Dangdut Melayu

Mengenang Hamdan ATT: Pelantun Luka Hati Rakyat Lewat Nyanyian Dangdut Melayu

Hamdan Attamimi, atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Hamdan ATT, adalah salah satu penyanyi dangdut legendaris Indonesia yang namanya menghiasi jagat musik tanah air sejak era 1980-an. Lahir pada 27 Januari 1949 di Aru, Maluku, dari keluarga berdarah Arab-Ambon, Hamdan bukan sekadar penyanyi biasa. Ia adalah penutur lirih dari realitas getir masyarakat kecil, pelantun luka yang mewakili suara hati rakyat. Ia wafat pada 1 Juli 2025 dalam usia 76 tahun, setelah bertahun-tahun berjuang melawan stroke dan berbagai komplikasi kesehatan. Tapi warisan musik dan dedikasinya akan terus hidup dalam ingatan para pencinta dangdut melayu.

Dari Gitar The Shadows ke Orkes Melayu

Perjalanan musik Hamdan ATT dimulai sejak masa mudanya. Sebagai remaja, ia terinspirasi oleh Hank Marvin dari grup musik legendaris asal Inggris, The Shadows. Ia membentuk grup musik lokal dengan nama “Quinta Bayangan” pada 1964, sebuah nama yang jelas mencerminkan kecintaannya terhadap band idolanya. Tak hanya memainkan musik instrumental ala The Shadows, Hamdan ATT juga gemar membawakan lagu-lagu grup tersebut, serta mengasah musikalitasnya dengan semangat yang tinggi.

Pada tahun 1968, sekembalinya dari Ambon, Hamdan bergabung dengan band Nada Buana sebagai vokalis dan tampil reguler di TVRI. Di tengah masa kejayaan orkes melayu dan transisi musik pop ke dangdut, Nada Buana menjadi tempat pembelajaran musikal sekaligus batu loncatan bagi Hamdan. Namun, ia tak berhenti di situ. Hamdan kemudian memutuskan fokus pada pendidikan, menuntaskan kuliah antara 1969 hingga 1975.

Lulus dari bangku kuliah, Hamdan ATT memilih jalur musik yang benar-benar menjadi takdirnya: dangdut melayu. Musik rakyat yang mewakili keluh-kesah, cinta tak sampai, nasib yang terpinggirkan, dan harapan yang samar. Sebuah panggilan hidup yang dijalaninya sepenuh hati.

Baca juga:  Farag Fouda: Intelektual Muslim yang Ditembak Mati

Termiskin di Dunia Nyanyian Luka

Lagu “Termiskin di Dunia” yang dirilis pada 1980 menjadi titik balik karier Hamdan ATT. Lagu ini langsung melejit di kalangan masyarakat bawah hingga pedesaan. Irama mendayu dan lirik penuh ratapan menjadikan lagu ini semacam nyanyian duka kolektif masyarakat kelas pekerja.

Lirik “Termiskin di Dunia”:

Aku ini yang termiskin di dunia

Tak punya apa-apa

Selain cinta yang aku punya

Pun engkau campakkan

Aku ini yang terhina di dunia

Tak punya harga diri

Karna cinta engkau dustai

Hancur hati ini

Mengapa tega dirimu

Melukai hatiku

Setelah semua

Ku berikan untukmu

Air mata takkan bisa

Menghapuskan luka

Dari cinta palsumu

Yang menyiksa batinku

Lagu ini tidak hanya laku secara komersial, tapi juga menjadi simbol ketulusan cinta di tengah keterbatasan. Dalam lagu itu, Hamdan tidak hanya menyanyi. Ia melantunkan berkisah. Ia merangkai kalimat sederhana, tapi penuh kesedihan. Lagu ini menjadi salah satu karya paling abadi dalam sejarah musik dangdut.

Panggung, Kaset, dan Kesetiaan pada Rasa

Selain “Termiskin di Dunia,” Hamdan ATT juga dikenal melalui sejumlah lagu lainnya seperti “Dingin,” “Bekas Pacar,” “Patah Kemudi Lagu Melayu,” “Mabuk Judi,” “Jangan Cintai Aku,” “Harta dan Cinta,” dan “Hidup Pas-Pasan.” Lagu-lagu ini mengukuhkan posisinya sebagai pelantun dangdut bertema patah hati, pengkhianatan, dan penderitaan hidup.

Meski tidak sepopuler Rhoma Irama atau Elvy Sukaesih dalam arus utama, Hamdan memiliki basis penggemar yang loyal dan tersebar hingga pelosok nusantara. Ia kerap diundang tampil dalam hajatan rakyat, pasar malam, dan panggung hiburan lokal. Namanya mungkin tidak mewah, tapi lagu-lagunya menyatu dengan denyut dan peluh kehidupan masyarakat.

Baca juga:  Mbah Shodiq Kiai Sat-set (2): Tipe Ulama yang Patut Dijadikan Contoh oleh Kita Semua

Hamdan bukan penyanyi pemburu popularitas instan. Ia tidak terlalu aktif di televisi atau industri perfilman seperti banyak rekannya. Tapi suaranya senantiasa bergema di radio-radio lokal, kaset-kaset bajakan, dan memori kolektif para pencinta dangdut yang tumbuh di era 1980-an hingga 2000-an.

Barulah pada tahun 2021, ketika Hamdan telah uzur dan mulai sakit-sakitan, penghargaan bergengsi datang dari Indonesian Dangdut Awards. Ia menerima penghargaan Lifetime Achievement atas dedikasinya selama puluhan tahun di dunia dangdut. Sebuah penghormatan yang sangat pantas, walau datang terlambat. Penghargaan itu menjadi semacam validasi bahwa meski kerap dilupakan media arus utama, Hamdan tetap memiliki tempat khusus dalam sejarah musik tanah air.

Sejak 2017, Hamdan ATT mulai mengalami masalah kesehatan serius. Ia terkena serangan stroke dan sempat dirawat intensif di ICU RS Polri Kramat Jati. Kondisinya sempat membaik, bahkan kembali beraktivitas. Namun pada 2021, stroke kembali menyerang, disusul pecah pembuluh darah yang membuatnya harus menjalani operasi pemasangan selang di otaknya pada 2024.

Kesehatannya semakin menurun sejak saat itu, meski ia tetap berusaha menjalani terapi tradisional dan fisioterapi. Anak-anaknya, Haikal Attamimi dan Aisyah Kamaliah, setia mendampinginya, menjadi juru bicara bagi publik yang ingin tahu kondisi Hamdan dari waktu ke waktu.

Haikal menggambarkan ayahnya sebagai sosok yang tetap ingin kuat, meski kondisi tubuhnya makin lemah. Kemampuan bicaranya masih ada, meski sering harus diulang berkali-kali agar bisa dipahami. Dalam kondisi itu, Hamdan tetap menunjukkan bahwa semangatnya belum mati. Ia masih ingin menyanyi, masih ingin bergerak, meski tubuhnya tidak lagi sanggup sepenuhnya.

Wafat dalam Kesederhanaan, Hidup dalam Kenangan

Pada Selasa siang, 1 Juli 2025, pukul 12.00 WIB, Hamdan ATT menghembuskan napas terakhir di rumahnya. Ia meninggal dengan tenang, dikelilingi kehangatan keluarga, dalam kesederhanaan yang memang selalu menjadi bagian dari hidupnya. Kabar duka itu disampaikan langsung oleh anaknya kepada media. Pemakaman pun dilakukan secara sederhana, sesuai keinginan keluarga.

Baca juga:  Cara K.H. Agus Salim Mendebat Logika Ateisme Sutan Takdir Alisjahbana

Tak ada iring-iringan artis, tak ada panggung glamor perpisahan. Tapi ada tangisan pelan dari mereka yang mengenal suaranya, yang pernah menemukan bagian dari diri mereka sendiri dalam lirik-liriknya. Masyarakat biasa, yang dulu tumbuh dengan kaset bajakan dan radio tua, kini menatap ke langit dan membisikkan doa.

Hamdan ATT mungkin bukan figur sensasional dalam sejarah dangdut. Tapi justru dalam kesederhanaan, ia menunjukkan kekuatan sejati. Ia adalah suara jujur yang menyuarakan luka rakyat tanpa topeng. Ia tidak pernah mengubah warna dirinya menjadi “layak jual” bagi pasar yang gemar sensasi. Ia tetap setia pada musik sebagai sarana pengungkap rasa, bukan sebagai mesin pencetak uang.

Warisan terbesar Hamdan bukan sekadar lagu-lagunya, tapi juga sikapnya terhadap dunia. Ia adalah bukti bahwa tidak semua yang besar harus gegap gempita. Tidak semua legenda harus menguasai panggung TV. Kadang, legenda itu hidup dalam suara lirih yang menemani malam-malam sunyi para pengagumnya di kamar kos, atau di warung kopi tempat patah hati menemukan ruang.

Kini, suaranya boleh berhenti, tubuhnya telah tiada. Tapi nyanyiannya tetap hidup. Di hati mereka yang merasa “termiskin di dunia,” Hamdan ATT adalah teman seperjalanan dalam nyanyian kehidupan.

Selamat jalan, Bang Hamdan. Dangdut kehilangan satu nyawa. Tapi musikmu tetap kami dendangkan, hingga akhir hayat.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
2
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top