Sedang Membaca
Masjid Kebon Jeruk, Tempat Singgah Para Pendakwah
Abdullah Alawi
Penulis Kolom

Wartawan, tinggal di Jakarta

Masjid Kebon Jeruk, Tempat Singgah Para Pendakwah

  • sekitar tahun 1718 M, sepasang suami-istri Muslim dari Tiongkok, membongkar mushala itu. Lalu membangunnya kembali dengan bahan dasar batu kali, bata api, dan kayu jati. Pada jendela, pintu, dan mimbar berukir khas Tiongkok yang berkembang pada abad 18 M.

Kawasan Hayam Wuruk, Jakarta Barat tidak pernah sepi. Orang-orang datang silih berganti, masuk-keluar gedung untuk urusan bisnis, lobi, dan hiburan. Istana presiden dan pusat pertokoan elektronik Glodok dan, tak jauh dari jalan itu. Di tengah-tengah keramaian itulah, masjid Kebon Jeruk berada.

Masjid Kebon Jeruk berdiri sekitar tahun 1448 M atau 851 H . Masjid itu awalnya mushala yang terbuat dari kayu besi dan beratap nipah. Sampai abad ke-17, mushala itu tidak diketahui siapa yang mengelolanya.

Namun, sekitar tahun 1718 M, sepasang suami-istri Muslim dari Tiongkok, membongkar mushala itu. Lalu membangunnya kembali dengan bahan dasar batu kali, bata api, dan kayu jati. Pada jendela, pintu, dan mimbar berukir khas Tiongkok yang berkembang pada abad 18 M.

Di belakang masjid itu juga terdapat makam berbentuk naga. Nisan tersebut bertuliskan huruf Tiongkok kuno dengan penanggalan Arab, berukir liong dan bunga tho. Itu adalah makam istri pendiri masjid itu, Fatimah Hwu (wafat 1792). Nisan itu menyebutkan, bahwa yang bersemayam di makam adalah seorang perempuan bermarga Chai.

Setelah dirombak sepasang suami istri itu, mushala tersebut menjadi masjid, lebih luas dan kokoh dari sebelumnya. Orang kemudian mengenalnya sebagai masjid Kebon Jeruk saat ini. Konon, disebut begitu karena di sekitar masjid itu pada zaman dahulu terdapat pohon-pohon jeruk.

Baca juga:  Masjid Menara Kudus: Wajah Islam Nusantara nan Elok

Masjid Kebon Jeruk telah mengalami beberapa kali pemugaran. Di antaranya adalah pada 1950, masjid itu diperluas pada semua sisinya. Kemudian dipugar pada 1974 dengan dana bantuan Gubernur DKI Jakarta. Lalu dipugar Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta pada 1983-1984, 1985-1986, dan 1998.

Pemerintah DKI Jakarta Dinas Museum dan Sejarah melalui SK Gubernur No Cb11/1/12/72 tanggal 10 Januari 1972 menetapkan masjid itu sebagai situs bersejarah.

Pusat Jamaah Tabligh Indonesia

Seperti tempat lain di kawasan tersebut, masjid Kebon Jeruk tak pernah sepi, berdenyut 24 jam. Jamaah mengaji, beribadah, makan, dan bahkan tidur di masjid itu. Rata-rata mereka bukan penduduk setempat, tapi dari banyak daerah di Indonesia.

Dari sisi bangunan, masjid Kebun Jeruk terlihat biasa saja. Pemandangan tampak berbeda pada jamaah. Rata-rata para jamaah masjid Kebon Jeruk berpakaian gamis putih-putih.

Satu dua ada yang berwarna lain semisal hitam dan abu-abu. Kepala mereka ditutup ikat kepala terbelit. Susah ditemukan berpeci hitam songkok, sebagaimana lazimnya identitas Islam yang berkembang di Indonesia.

Di antara mereka, bercelana gombrang sampai di atas mata kaki. Pundaknya sebagian ditutupi sorban. Rata-rata mereka memelihara jenggot. Setipis apa pun, mereka membiarkannya tumbuh.  

Jika waktu salat masih jauh, di bagian tengah masjid, sebagian jamaah asyik mendaras Alquran. Ada yang bersandar di tiang, bersila, sementara jari-jari tangannya meraba biji tasbih satu per satu, melafalkan kalimah-kalimah toyibah secara perlahan.

Baca juga:  Shah Cheragh dan Masjid yang Berkilau

Di beberapa sudut mereka berdiskusi dengan riungan beberapa orang. Ketika masuk waktu salat wajib, selepas iqamah, jamaah langsung bangkit dan berjajar memenuhi barisan.

Selapas salat berjamaah, di masjid itu ada kegiatan rutin yang disebut bayan (penjelasan agama). Misalnya selepas Magrib, jamaah tak langsung bercerai-berai. Mereka bersila dengan rapat, menghadap mihrab.

Seorang penceramah kemudian menukil dan menguraikan ayat Alquran dan hadits nabi. Isinya lebih menekankan amal saleh dan pentingnya iman dan kehidupan akhirat. Kehidupan duniawi hanyalah tipuan belaka. Akhirat adalah kehidupan sebenar-benarnya. Penceramah di masjid itu kadang dari luar negeri.

Bayan selesai ketika waktu salat isya masuk. Kemudian kembali salat berjamaah. Selepas salat, jamaah kembali mendapat asupan amal saleh dengan penjelasan teladan sahabat-sahabat Nabi. Bagi jamaah masjid, hal itu disebut ayatus sahabat. Selepas itu, mereka berjamaah makan malam. Satu nampan dilahap bersama.

Kemudian suasana mencair, jamaah yang sebetulnya tidak saling kenal berbagi cerita satu sama lain. Sebagian ada yang tidur di bagi belakang masjid atau di lantai dua dan tiga. Dini hari, sebagian jamaah mendirikan salat sunah Tahajud, menderas Alquran sampai salat subuh tiba.

Selepas subuh kembali jamaah mendapat asupan tentang iman dan amal saleh pada waktu bayan. Agak siang mereka mengadakan musyawarah tentang kegiatan-kegiatan masjid itu.

Baca juga:  Masjid Raudhatul Muttaqin: antara yang Tetap dan yang Berubah

Selepas sarapan berjamaah, mereka sebagian jamaah sampai zuhur, sebagian mereka kembali belajar Alquran yang disebut tahsin, memperbaiki bacaan.

Mereka berguru kepada siapa saja yang dianggap kenal dan mumpuni. Jamaah yang sering ke masjid itu dari berbagai kalangan dan profesi, mulai pejabat, karyawan, pedagang, sampai artis. Mereka dikenal dengan Jamaat Tabligh.

Sebelum bayan, seorang jamaah di masjid Kebon Jeruk yang berada di saf depan menginformasikan bagi yang akan berangkat ke luar negeri dipersilakan untu berkumpul di pojokan masjid yang telah ditentukan.

Beberapa jamaah bangkit, kemudian berkumpul di tempat yang dimaksud. Mereka membicarakan tiket, paspor, dan situasi negara yang akan dituju.

Pergi ke berbagai daerah atau penjuru dunia dengan niat dakwah, bagi mereka disebut khuruj. Artinya meninggalkan keluarga dan kampung halaman untuk pergi berdakwah.

Mereka melakukannya dengan ongkos sendiri. Khuruj mereka lakukan dalam jangka waktu 3 hari, 40 hari, dan bahkan empat bulan. Mereka biasanya melakukannya secara berkelompok. Karena, bagi mereka berdakwah harus dengan tenaga dan hartanya sendiri, tidak mengandalkan pihak lain. Khuruj, bagi mereka kewajiban.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top