Sedang Membaca
Sabilus Salikin (181): Rabitah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sabilus Salikin (181): Rabitah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah

Rabitah

Pengertian rabitah atau wasilah adalah perantara guru (syaikh), yaitu murid berwasilah pada guru (syaikh). Menurut al-Khalidi dalam kitabnya Bahjah as-Saniyah halaman 64, rabitah adalah menghadirkan rupa guru atau syaikh ketika hendak berzikir.

Selanjutnya beliau menyebutkan 6 (enam) langkah cara rabitah, yaitu:

  1. Menghadirkan rupa guru (mursyid) didepan mata dengan sempurna
  2. Membayangkan kiri-kanan dengan memusatkan perhatian ruhaniah, sampai terjadi sesuatu yang ghaib
  3. Menghayalkan rupa guru (mursyid) di tengah-tengah dahi
  4. Menghadirkan rupa guru (mursyid) ditengah hati
  5. Membayangkan rupa guru di kening kemudian menurunkan di tengah hati
  6. Meniadakan (menafikan) dirinya dan menetapkan(menisbatkan) keberadaan guru (mursyid)

Disamping itu para ahli tarekat menggunakan dasar hukum rabitah dengan Firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an Surat al-Imrân: 200, sebagai berikut;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اصْبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَاتَّقُواْ اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿ال عمران: ٢٠٠﴾

Hai orang-orang beriman, bersabarlah, teguhlah, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung

Cara Pengangkatan dan Kualifikasi Mursyid

Menurut al-Kurdi dalam kitabnya Tanwîr al-Qulûb Fi Mua’amalati ’Alamil Ghuyub halaman  524 menyebutkan sebagai berikut;

  1. Seseorang yang alim yang dapat memenuhi kebutuhan murid dalam masalah fiqih dan akidah, minimal dalam hal-hal yang dapat menghilangkan kesamaran dan keraguan yang dapat rnenyelamatkan murid dalam suluk dan tidak bertanya kepada orang selainnya
  2. Seseorang yang ma’rifat, sempurna hati dan adabnya, bersih dari penyakit hati dan mengetahui bagaimana memelihara kesehatan hati

 

  1. Mempunyai sifat kasih sayang kepada orang Islam terutama kepada murid. Apabila ia melihat para murid tidak dapat memenuhi hasrat hatinya atau meninggalkan apa yang dicondonginya, maka ia akan memberi maaf setelah memberi nasehat, dan ia tidak memutuskan tarekatnya. Tidak mencari sebab untuk mencelakakan murid dan senantiasa merasa kasih sayang sampai mereka mendapat petunjuk
  2. Menutup aib para muridnya
Baca juga:  Sabilus Salikin (50): Sejarah Perkembangan Tarekat Junaidiyah

 

  1. Membersihkan harta murid dan tidak tamak terhadap harta mereka
  2. Mengamalkan apa-apa yang diperintahkan Allah Swt. dan meninggalkan apa-apa yang dilarang sehingga ucapannya menghunjam ke hati
  3. Tidak duduk bersama-sama dengan murid kecuali sekedar ada hajat. Mengingatkan mereka tentang tarekat dan syariat seperti muthala’ah kitab, (diskusi, dan lain-lain) supaya hati mereka bersih dari segala kotoran dan bisikan hati, supaya mereka dapat beribadah dengan benar.

 

  1. Ucapannya selalu bersih dari campuran hawa nafsu dan bergurau, dan hal-hal yang tidak bermanfaat
  2. Merasa murah terhadap diri sendiri, tidak mengharap diagungkan dan dihormati, tidak memberi beban kepada murid dengan beban yang memberatkan mereka. Tidak terlalu banyak bersenang-senang atau bersusah-susah, dan tidak membuat mereka merasa sempit
  3. Apabila ada seorang murid yang terlalu sering duduk dekat dengannya dan hal itu dapat mengurangi atau menghilangkan kewibawaan, maka perintahkan kepadanya agar duduk tidak dekat dan tidak jauh dan dirinya, tetapi sedang saja.

 

  1. Apabila ia menyadari bahwa kehormatannya jatuh pada salah seorang murid, maka segera ia memalingkannya dengan pelan-pelan. Sebab dalam keadaan seperti itu murid adalah musuh yang paling besar
  2. Tidak lupa mengingatkan murid pada hal-hal yang membuat hati dan perilakunya bersih dan baik.

 

  1. Apabila ada seorang yang mengaku bermimpi atau mukasyafah atau musyahadah sesuatu, maka janganlah ia berkata tentang hal itu, tetapi ia memberikan keterangan kepada mereka keadaan yang dapat memalingkan hal tersebut, dan mengangkatnya pada yang lebih tinggi dan lebih mulia
  2. Apabila ia mengomentari apa yang ada pada murid dan menjelaskan keagungan hal itu maka ia melakukan kesalahan. Sebab murid merasa dirinya lebih tinggi. Terkadang hal ini dapat menjatuhkan kehormatan dirinya.
Baca juga:  Selintas Syekh Zainuddin as-Sumbawi, Guru Syekhona Cholil Bangkalan

 

  1. Wajib melarang para murid berbicara dengan selain kawan-kawannya kecuali dalam keadaan darurat. Dan melarang mereka berbicara dengan sesama kawannya tentang keramat. Apabila ia membiarkannya maka ia telah berbuat kesalahan kepada mereka, sebab ia akan dianggap sombong dan merasa agung sendiri
  2. Mempunyai tempat menyendiri (khalwat) yang tidak memunkirikan muridnya masuk kecuali kepercayaannya, dan mempunyai tempat khalwat khusus untuk berkumpul dengan para sahabatnya.

 

  1. Diupayakan murid tidak dapat melihat segala gerak-gerik yang bersifat pribadi dan tidak menceritakan rahasia kepada mereka. Jangan sampai mereka tahu tidurnya, makannya, minumnya atau lainnya. Sebab seorang murid jika melihat sesuatu hal di atas terkadang berkurang rasa hormatnya karena mereka tidak mengetahui perilaku orang-orang yang sempurna itu. Tapi juga harus menghardik murid jika ia mengetahui ada muridnya yang meneliti gerak-geriknya yang bersifat pribadi demi menjaga kemaslahatan bagi muridnya.

 

  1. Jangan membiarkan jika ada murid yang banyak makan. Sebab jika dibiarkan maka hal itu dapat merusak murid. Sebab kebanyakan manusia adalah budak dari perutnya
  2. Melarang mereka duduk bergaul dengan murid guru yang lain. Sebab bahaya dan bergaul itu cepat menular pada murid. Tetapi apabila ia melihat dia tetap setia kepadanya dan tidak dikhawatirkan hatinya goyah maka tidak apa-apa.
Baca juga:  Sabilus Salikin (121): Kehidupan al-Syadzili di Mesir dan Perjalanannya

 

  1. Menjaga diri dari mendatangi pemimpin (pemerintahan) supaya tidak diikuti oleh muridnya. Sebab jika ia mendapat dosa maka ia juga mendapat dosa dari muridnya. Sesuai dengan hadis, “Barang siapa yang membuat sesuatu yang buruk maka baginya dosa dan dosa orang yang mengamalkannya. “(HR. Muslim dan Tirmidzi). Sebab lumrahnya orang yang dekat dengan penguasa, ia akan sulit ingkar dan mencegah jika mereka melakukan hal yang dilarang syara’, seakan-akan mereka melakukan itu atas kemurahan dan ketetapannya.

 

  1. Berkata dengan mereka dengan perkataan yang lemah lembut. Hindari mencela atau membenci atau memusuhi mereka supaya mereka tidak lari darinya
  2. Apabila ia memanggil salah seorang murid atau menjawab panggilan harus tetap memelihara kehormatan diri.

 

  1. Apabila duduk disamping murid maka duduklah dengan tenang, jangan banyak menoleh kepada mereka. Tidak tidur di depan mereka. Tidak menjulurkan kaki di depan mereka. Tidak memejamkan mata. Tidak merendahkan suaranya dan tidak melakukan akhlak yang buruk, sebab mereka meyakini bahwa semuanya adalah baik dan mereka akan menirunya.

 

  1. Apabila ada seorang murid masuk kepadanya maka janganlah cemberut. Dan apabila ia mohon diri dari hadapannya maka do’akanlah dia tanpa diminta. Apabila masuk atau menemui salah seorang murid, maka tetaplah menjaga tingkah laku yang baik.

 

  1. Apabila ada seorang muridnya yang pulang atau pergi maka telitilah apa sebabnya. Apabila sakit maka tengoklah, Apabila karena hajat maka bantulah, Atau ia mempunyai uzhur maka doakanlah dia.
Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top