
Salah satu bangunan yang lekat sebagai ikonik Kota Solo adalah Masjid Agung Surakarta. Masjid Agung ini terletak di antara pusat kebudayaan Kota solo, berada tak jauh dari Karaton Surakarta, dan dikelilingi oleh Alun-alun Lor di sebelah timur, Pasar Klewer di sebelah selatan, dan Kampung Batik Kauman di sebelah barat.
Pada sejarahnya, Masjid Agung dibangun oleh Sri Susuhunan Paku Buwono III pada tahun 1757 M, 12 tahun sejak perpindahan pusat pemerintahan Kesultanan Mataram ke Surakarta (Sabiq, 2021). Sebagai masjid kerajaan, Masjid Agung telah menjalankan fungsinya sebagai pusat spiritual serta kebudayaan Karaton Solo dan masyarakat sekitar. Lebih dari 2 abad berdiri, Masjid Agung tidak terlepas dari rangkaian hajad ndalem khususnya pada pelaksanaan kegiataan keagamaan, seperti Garebeg Mulud, Garebeg Pasa/ Garebeg Syawal, Malam Selikuran, dan masih banyak lagi.
Pada bulan Ramadan kali ini, Masjid Agung juga melaksanakan serangkaian kegiatan yang bertajuk Syiar Ramadan 1446 H. Memainkan peran masjid dalam 3 dimensi ruang sekaligus, yaitu spiritual, sosial, dan kebudayaan. Berikut merupakan kegiatan selama bulan Ramadan yang diadakan di Masjid Agung Surakarta dan jarang kita temui di masjid lain.
- Tradisi Tarawih 2 Versi; 23 Rakaat dan 11 Rakaat.
Jumlah rakaat shalat tarawih tidak menjadi sebuah perbedaan di Masjid Agung Surakarta. Hal ini lantaran Masjid Agung melaksanakan tarawih dengan 2 versi, yaitu 11 rakaat dan 23 rakaat. Tradisi ini bahkan sudah berlangsung sebelum tahun 80-an. Masjid Agung memfasilitasi pilihan masyarakat saat melaksanakan tarawih, baik yang memilih tarawih 23 rakaat atau 11 rakaat. Sebelumnya pelaksanaan tarawih beda rakaat ini dilaksanakan di ruangan yang berbeda, jamaah 11 rakaat melaksanakan shalat di ruang utama, sementara jamaah 23 rakaat melaksanakan shalat di pawastren.
Setelah melalui pertimbangan, mulai tahun 2013 pelaksanaan tarawih digabung menjadi 1 di ruang utama. Jamaah melaksanakan shalat isya dilanjut dengan shalat tarawih. Setelah 8 rakaat, imam akan digantikan imam sementara untuk melaksanakan 3 rakaat witir. Bagi jamaah yang melaksanakan 11 rakaat, mereka akan melanjutkan witir kemudian beranjak pulang. Sementara jamaah yang melaksanakan 23 rakaat akan istirahat sejenak, setelah itu melanjutkan tarawih dengan imam sebelumnya sampai 23 rakaat.
Selain tradisi melaksanakan tarawih 2 versi rakaat, tarawih di Masjid Agung juga dilaksanakan dengan membaca 1 juz ¼ Al-Quran dalam 23 rakaat hingga malam ke-24. Sementara para imam yang ditunjuk adalah para hafidz Qur’an yang kebanyakan adalah ustadz dan santri dari Pondok Pesantren Tahfidz wa Ta’limil Quran (PPTQ) Masjid Agung Surakarta.
- Tadarus Al-Quran binnadhor dan bilghoib
Kegiatan setelah tarawih di Masjid Agung adalah tadarus Al-Quran. Tadarus Al-Quran ini juga dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu binnadhor dan bilghoib. Dalam pelaksanaanya, peserta tadarus adalah mayoritas santri PPTQ MAS sendiri. Setelah khataman tadarus binnadhor (dengan membaca), tadarus dilanjutkan dengan bilghoib (dengan menghafal). Mereka membaca 2 juz setiap malam sehingga target dua kali khataman dapat tercapai .
- Qiyamul Lail dilanjutkan Sahur Bersama
Momen yang paling ditunggu adalah qiyamul lail selama 10 malam terakhir bulan Ramadan pada malam ganjil. Kegiatan ini bertujuan untuk menghidupkan 10 malam terakhir bulan Ramadan, khususnya pada malam ganjil dalam rangka meraih malam Lailatul Qadr. Qiyamul lail dilaksanakan khusyu dalam keadaan lampu dimatikan. Setelah itu jamaah dapat menikmati jamuan sahur gratis dari masjid. Tidak hanya itu, di halaman Masjid Agung sudah tersedia beraneka makanan dan minuman yang dibagikan gratis oleh para relawan. Suasana qiyamul lail dan sahur gratis selalu ramai oleh khalayak.
Selain tradisi di atas, salah satu hajad ndalem yang melibatkan lokasi Masjid Agung adalah Malam Selikuran, yaitu kirab atau arak-arakan dari Karaton Surakarta dalam rangka menyambut malam Lailatul Qadr. Akan tetapi sejak tahun 2024 kemarin, rute Malam Selikuran sudah dipusatkan dari Kraton menuju Taman Sriwedari, begitupun dengan tahun ini. Meski begitu, tradisi Garebeg Pasa/Garebeg Syawal tetap dilaksanakan di Masjid Agung Surakarta. Kegiatan sosial keagamaan lain yang dilaksanakan di Majid Agung selama Ramadan di antaranya adalah buka bersama, santunan yatim dan dhuafa, dan pembagian zakat fitrah.
Peran Masjid Agung Surakarta dalam menyokong hajat kehidupan masyarakat membuktikan bahwa masjid bukan sekedar pusat keagamaan. Menurut Khakim dkk., (2022) masjid merupakan pranata keagamaan yang tidak terlepas dari kehidupan spiritual,sosial, dan kultural umat Islam. Tidak hanya sebagai sarana peribadatan sebagai fungsi sentral dalam masyarakat, namun keberadaan masjid juga menjadi salah satu perwujudan dari eksistensi dan aspirasi umat Islam.