Sederetan nama telah mengukir sejarah perjalanan Ma’had Aly. Tentu yang pertama KH. Asy’ad Syamsul Arifin Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah as-Syafi’iyah Sukorejo Situbondo adalah nama yang tidak mungkin dilupakan karena di pondok pesantren ini pertama kali Ma’had Aly didirikan dan hingga kini makin berkembang serta menjadi kiblat percontohan bagi Ma’had Aly yang belakangan didirikan.
Ada nama-nama lain yang juga gigih menyuarakan eksistensi Ma’had Aly seperti KH Wahid Zaini dan KH Imron Hamzah. Agenda ini disuarakan beliau ketika Muktamar RMI tahun 1988 di Pondok Pesantren Watucongol Muntilan Jawa Tengah yang ketika itu beliau berdua menjabat sebagai Ketua dan Sekjen RMI.
Membincangkan Ma’had Aly ini tidak berhenti ketika RMI di bawah kepemimpinan KH Wahid Zaini dan KH Imron Hamzah saja, pada periode kepemimpinan berikutnya seperti KH. Azis Masyhuri, KH Mahmud Zein, hingga DR. Amin Haedari. Kesungguhan mereka untuk mewujudkan lahirnya Ma’had Aly tidak pernah lepas dari agenda dan program lembaga di bawah naungan NU ini. Apalagi saat ini RMI dibawah kepemimpinan Gus Rozin, perjuangan untuk menjadikan Ma’had Aly sebagai Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam yang berbasis pondok pesantren menjadi perhatian terdepan. Hal ini tepat dilakukan bersamaan dengan lahirnya beberapa regulasi pendidikan keagamaan yang sangat sejalan.
Dalam perjalanan mengawal keberadaan Ma’had Aly ini ada salah satu nama yang pasti semua orang yang pernah terlibat dalam penanganan dan pembahasan regulasi Ma’had Aly terutama dari teman-teman Direktorat Jenderal Pendidikan Islam yang sejak Tahun 2003 telah berjuang bersama tokoh-tokoh pesantren, pasti tidak mungkin melupakan sosok Abdul Djalal. Kiai muda, intelektual dan aktivis. Dr. Kiai Abdul Djalal M.Ag. tidak pernah lelah mengurus dan memperjuangkan Ma’had Aly. Bahkan beberapa hari sebelum wafat beliau masih sempat WA memberi pesan agar program-program Kemenag saat ini yang terkait dengan pandemi Covid-19 harus memperhatikan Ma’had Aly.
Masih lekat dalam ingatan saya, sekitar tahun 2005 beliau sering mondar mandir ke Jakarta tepatnya di Wiswa YPI Ciawi (saat ini menjadi Wisma Pencetakan Al-Qur’an Kementerian Agama) untuk membahas pelbagai regulasi pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren. Bersama Direktur PD Pontren Amin Haedari dan para kasubdit diantaranya Chamdun, Anas Mahduri, alm Mahmud dan lain-lain, Kiai Abdul Djalal dan beberapa teman dari pondok pesantren selalu dilibatkan.
Menjelang dan awal-awal disyahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, di tengah-tengah kesibukannya sebagai ustadz di Pondok Pesantren Salafiyah as-Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan Dosen Ma’had Aly, Kiai Abdul Djalal tidak absen membantu dan berkontribusi memberikan masukan dan pemikirannya untuk pendidikan diniyah dan pondok pesantren yang di dalamnya juga Ma’had Aly. Sebagaimana mandat PP No 55 Tahun 2007, ada beberapa regulasi turunan berupa Peraturan Menteri Agama (PMA) yang terkait dengan pesantren dan ma’had aly.
Tidak berhenti di sini saja, di akhir Tahun 2015 dengan ditetapkannya Hari Santri Nasional pada Tanggal 22 Oktober 2015 oleh Presiden Jokowi Widodo di Masjid Istiqlal, beliau atas nama perwakilan pengurus Ma’had Aly terus membantu kegiatan-kegiatan di direktorat pondok pesantren. Puncaknya dan kerja keras yang beliau kontribusikan saat mempersiapkan dan menindaklanjuti lahirnya Undang-undan Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren.
Berkat lahirnya undang-undang ini dan pelbagai regulasi turunannya maka keberadaan Ma’had Aly semakin eksis. Akhirnya masyarakat khususnya lembaga-lembaga pondok pesantren tertarik dan merasa penting untuk mendirikan Ma’had Aly sebagai kelanjutan pendidikan diniyah ulya untuk mencetak ulama yang mumpuni.
Tentu saja posisi Dr. Kiai Djalal sangat penting karena beliau sebagai ketua umum Asosiasi Ma’had Aly (AMALY). Beliau bersama para penggiat dan experts yang sangat memahami pesantren dan pendidikan tinggi terus giat mengawal lahirnya beberapa Ma’had Aly di tanah air. Karena persyaratan dan ketentuannya yang sangat ketat maka tidak semua lembaga yang mengajukan dikabulkan.
Sejak dibukanya perijinan Ma’had Aly hingga saat ini sudah sekitar 55 lembaga berdiri. Bahkan beberapa Ma’had Aly sudah melangsungkan proses pendidikan lebih dari dua tahun dan sudah ada yang mewisuda mahasantrinya. Meskipun masih ada sedikit masalah terkait status akreditasinya karena beberapa target penyelesaian regulasi yang mestinya bisa diselesaikan sesuai target terkendala pandemi covid-19. Dalam kaitan ini Kiai Djalal tidak henti-hentinya berkomunikasi dan mengupayakan agar persoalan ini segera bisa diselesaikan.
Bahkan terakhir sebagai ketua AMALY beliau mengajak anggotanya dari beberapa Ma’had Aly berkunjung ke Kementerian Agama dan bertemu dengan Menteri Agama RI Jenderal (Purn) Fachrul Razi. Dalam pertemuan itu disamping AMALY dengan tegas mendukung program dan gagasan Menag, beliau minta pula dukungan terhadap penguatan kelembagaan Ma’had Aly.
Beliau wafat malam Jum’at Tanggal 2 Oktober 2020. Malam yang mulia yang Insya Allah mengantarkan beliau ke surga. Bukti perhatian beliau, sekitar sebulan sebelum beliau dipanggil ke pangkuan Tuhan-Nya Allah Swt beliau masih mengontak saya dan selalu memesankan agar Ma’had Aly diperhatikan. Bahkan beliau sempat membandingkan Ma’had Aly dengan TPQ atau Madrasah Diniyah untuk meyakinkan bahwa posisi Ma’had Aly lebih jelas status kelembagaan dan kontribusinya untuk pendidikan tinggi keagamaan khususnya yang berbasis pondok pesantren.
Saya kira masih banyak yang perlu diungkap dan pantas diteladani sosok beliau sebagai pejuang pendidikan diniyah dan pondok pesantren khususnya Ma’had Aly. Selamat jalan sahabatku, Sejarah Tidak Pernah Akan Menghapus dan Selalu Menorehkan Teladanmu.
Semoga khusnul khotimah, dan Allah Swt memaafkan kekhilafanmu serta memasukkan dalam barisan orang-orang yang sholeh. Aamiin..