The Asian Muslim Action Network (AMAN) merupakan organisasi nirlaba yang berkomitmen untuk memberdayakan perempuan dalam pembangunan perdamaian di Indonesia. Lahan garapan AMAN Indonesia ditujukan untuk memfasilitasi transformasi sarana pengembangan kapasitas perempuan, penguatan sistem toleransi dan jaringan antar komunitas. AMAN Indonesia memiliki visi terciptanya masyarakat harmonis tanpa kekerasan.
Salah satu wujud AMAN Indonesia peduli perempuan adalah dengan hadirnya sekolah perempuan perdamaian atau lebih dikenal dengan SP, yang mana outputnya tergambar dari from ordinary women to extraordinary women. Sekolah perempuan perdamaian yang dibentuk AMAN Indonesia merupakan sebuah upaya dalam mencegah konflik kekerasan dan membangun dialog guna menyelesaikan perselisihan.
Selain itu, sekolah perempuan perdamaian dirancang untuk membiasakan para perempuan, baik para ibu maupun yang masih single untuk terbiasa dengan tingkah laku sehari-hari yang lebih menjurus pada pola toleransi dan nilai-nilai anti kekerasan. Karena perselisihan atau konflik kekerasan pencegahannya harus dimulai dari akar rumput sebuah keluarga yaitu perempuan.
Sekolah perempuan perdamaian yang dibentuk AMAN tentunya menggunakan model atau pola pendidikan jangka panjang, mengingat pembentukan dan pembiasaan perspektif dan tingkah laku seseorang tidak dapat ditata secara instan, sehingga membutuhkan waktu lebih, selain itu model jangka panjang atau berkelanjutan ini diharapkan mampu membuat peserta beradaptasi dengan baik dan merasa nyaman saat menjalankannya.
Selama program tersebut dijalankan terdapat tiga output yang dihasilkan. Pertama, perempuan aktivis, hal ini terwujud dari beberapa peserta SP yang ikut terjun menjadi relawan yang membantu satgas covid salah satunya adalah Ibu Rohimah salah satu peserta SP Pondok Bambu. Beliau dengan sukarela membantu mendata masyarakat yang sudah vaksin dan yang belum vaksin, selain itu beliau juga aktif mengedukasi masyarakat terkait pentingnya vaksin dan isoman untuk yang terjangkit covid-19.
Kedua, community organizer, hal ini tercermin dari Ibu Ernywatty salah satu peserta SP di Poso. Beliau ikut menampung permasalahan dan bertindak ketika melihat ada permasalahan di Desa tersebut dan melakukan perjuangan terkait tindak lanjut sebuah perusahaan yang memberikan bonus pada masyarakat yang mana setelah hadirnya perusahaan tersebut menimbulkan banyak permasalahan salah satu permasalahannya adalah sering terjadinya banjir.
Ketiga, perempuan pengambil keputusan, hal tersebut bisa dilihat dari anggota atau peserta SP yang dipercaya dalam pengambilan sebuah keputusan seperti ketua RT, wakil RT bahkan anggota legislatif Kabupaten Poso, yang mana kepercayaan tersebut tidak mudah didapatkan oleh sembarang orang.
Implementasi nilai-nilai perdamaian pada sekolah perempuan perdamaian AMAN Indonesia juga tidak hanya sebatas dari pemaparan output yang tiga tersebut. Peserta atau anggota SP juga melakukan gebrakan yaitu mengedukasi masyarakat terkait kesetaraan dan keadilan gender yang bukan hanya melibatkan ibu-ibu namun juga bapak-bapak.
Hasil dari program tersebut tentunya sedikit demi sedikit merubah cara pandang masyarakat salah satunya terkait kekeliruan asumsi kodrat perempuan yang hanya sebatas kasur, dapur dan sumur. Sehingga setelah masyarakat dilibatkan dalam program tersebut banyak bapak-bapak yang ikut membantu mengurus pekerjaan domestik dan membantu mengganti popok celana anak mereka. Bahkan beberapa bapak-bapak mengakui merasa memiliki kedekatan lebih dengan anak setelah mengikuti program dari SP tersebut.
Selain itu perubahan juga dialami oleh beberapa desa yang memiliki SP yang awalnya banyak terjadi pernikahan dini sekarang masyarakat mengalami perubahan cara pandang hingga mereka meyakinkan anak dan keluarganya agar lebih memprioritaskan pendidikan karena sudah mengetahui dampak dari pernikahan dini tersebut bukan hanya pada ranah sosial dan ekonomi tapi juga berpotensi mengancam kesehatan dan keselamatan Ibu yang belum cukup umur.
SP juga membantu memetakan pola pikir para perempuan sehingga mereka ikut aktif dalam perbaikan ekonomi seperti Ibu Novi seorang anggota SP yang aktif memberdayakan perempuan lainnya seperti mengajarkan Ibu-ibu membuat kue dan bercocok tanam sehingga mampu membantu mendongkrak ekonomi keluarga lainnya. Tak hanya itu beliau juga ikut aktif dalam melakukan pendampingan pada beberapa eks-napiter.
Selama para anggota SP aktif menjalankan misi masing-masing tentunya tidak terlepas dari beberapa hambatan. Hambatan yang dialami para perempuan anggota SP dalam melakukan perubahan atau penyelesaian masalah rata-rata kurang mendapat dukungan dari pemerintah sehingga perlu adanya dialog lebih lanjut sehingga berbagai pihak saling mendukung dan berkolaborasi dalam upaya pencegahan dan penanganan konflik.
Disamping itu perlu adanya kesadaran lebih dari masyarakat khususnya perempuan termasuk ikut aktif bergabung jika SP mengadakan kegiatan dan berani berbicara ketika ada permasalahan sehingga fasilitator mengetahui apa titik permasalahannya dan bisa didiskusikan bagaimana solusi pemecahan masalahannya.
Sekolah perempuan perdamaian juga bukan hanya harus didukung oleh perempuan dan pemerintah, namun juga oleh laki-laki termasuk bapak-bapak yang istrinya ikut bergabung menjadi anggota SP atau peserta program SP sehingga konflik-konflik akan lebih mudah teratasi jika semua pihak ikut berkolaborasi.