Sedang Membaca
Dakwah Wali Songo (4): Pengaruh Para Wali dalam Membentuk Wajah Islam Nusantara
Moh. Rivaldi Abdul
Penulis Kolom

Penulis adalah Alumni S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo, sekarang Mahasiswa Pasca (S2) Islam Nusantara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dakwah Wali Songo (4): Pengaruh Para Wali dalam Membentuk Wajah Islam Nusantara

Whatsapp Image 2022 09 06 At 22.47.26 (1)

Wali Songo merupakan jejaring ulama yang mendakwahkan Islam di Nusantara pada abad 15-16 M. Dapat dibilang dakwah Wali Songo menjadi titik balik kemajuan peradaban Islam Nusantara. Jejaring ulama ini sukses menyebarkan Islam, sehingga kala itu mulai terbentuk peradaban Muslim yang masif di Nusantara.

Fathorrahman Ghufron dalam Ekspresi Keberagamaan di Era Milenium menjelaskan, “Pola keberagamaan masyarakat di Indonesia memiliki corak yang sangat beragam.” Dalam hal ini, ekspresi Islam Nusantara itu tidak lah tunggal. Meski begitu secara garis besar wajah Islam Nusantara menunjukkan ekspresi Islam yang kental dengan tradisi dan mengedepankan kerukunan antarumat beragama.

Wajah Islam Nusantara tidak lepas dari aspek historis penyebaran Islam yang dilakukan oleh para wali. Ini sejalan dengan Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo menjelaskan, “Ditinjau dari aspek kronologi kesejarahan, keberadaan Wali Songo selalu dikaitkan dengan tumbuhnya masyarakat Muslim yang memiliki ciri-ciri tidak sama dengan masyarakat yang hidup di era Majapahit (sebelum Islam).” Jadi, dakwah Wali Songo telah membentuk satu peradaban masyarakat di Nusantara yang punya corak keislaman khas, dan tentu berbeda dengan corak peradaban Nusantara sebelum Islam.

Hal ini tidak lepas dari peranan Wali Songo yang sukses membina peradaban Islam di Nusantara. Sehingga, wajah Islam Nusantara yang berkembang hingga saat ini tidak lepas dari pengaruh dakwah Wali Songo, atau dengan kata lain dakwah Wali Songo telah membentuk wajah Islam Nusantara.

Baca juga:  Pemerintah Kolonial Mengajari Cara Penyembelihan Secara Islam

Membumikan Islam di Nusantara

Dakwah Wali Songo ditempuh dengan cara membumikan Islam kepada masyarakat Nusantara. Jadi, Wali Songo tidak menolak dengan frontal budaya Nusantara, melainkan memanfaatkan budaya sebagai media dakwah. Alih-alih memaksakan Islam sebagai ajaran baru, Wali Songo justru membuat Islam terasa tidak asing bagi masyarakat Nusantara.

Misalnya, Sunan Kalijaga yang memanfaatkan wayang untuk mengenalkan dan mengajak masyarakat pada Islam. Sehingga, orang-orang Jawa waktu itu yang gemar dengan pertunjukan wayang dapat mengenal dan menerima Islam sebagai agama baru.

Dakwah Wali Songo dengan membumikan Islam di Nusantara membutuhkan waktu yang tidak instan. Namun demikian, cara ini ampuh menanamkan ajaran Islam hingga ke akar budaya Nusantata. Sebagaimana Agus Sunyoto menjelaskan, “Diterimanya Islam oleh penduduk pribumi, secara bertahap membuat Islam terintegrasi dengan tradisi, norma, dan cara hidup keseharian penduduk lokal.”

Pribumisasi Islam yang dilakukan oleh Wali Songo mengakibatkan akulturasi budaya antara Islam dengan budaya Nusantara. Sehingga, hal ini memunculkan wajah khas Islam Nusantara. Misalnya, dalam penggunaan istilah keislaman dikenal kata “susuhunan (sunan)” yang digunakan untuk sebutan bagi para wali atau syaikh. Karena itu yang terkenal di Indonesia hari ini bukan “Syaikh” Kalijaga melainkan “Sunan” Kalijaga. Begitu juga ada Sunan Ampel, Sunan Drajat, dan lain-lain.

Baca juga:  Catatan Perjalanan Ibnu Jubair: Inklusifitas Mazhab Fikih di Masjidil Haram (4-Habis)

Dalam perkembangan Islam Nusantara tentu tidak hanya budaya lokal yang mendapat sentuhan Islam, namun kedatangan para wali penyebar Islam juga membawa kebudayaan Islam. Sebagaimana Agus Sunyoto dalam “Eksistensi Islam Nusantara” menjelaskan, “Pengaruh dominan dari para migran Campa (wali penyebar Islam dari Campa) ke Nusantara selain berupa asimilasi dan sinkretisasi ajaran Islam dengan kapitayan (budaya Nusantara), juga berupa asimilasi budaya (Islam) Campa… ke dalam tradisi keagamaan Islam di Nusantara. (Misalnya) …tradisi keagamaan Muslim Campa yang dianut di Nusantara adalah dianutnya kebiasaan untuk memperingati kematian (tahlilan)….”

Jadi dakwah Wali Songo yang mengedepankan prinsip pribumisasi Islam melahirkan berbagai kekhasan Islam di Nusantara. Ini juga yang turut membentuk ekspresi keberislaman di Indonesia kental dengan Islam tradisi lokal. Karena dalam proses Islamisasi, sejak awal, mendukung perkembangan Islam yang kental dengan nilai-nilai tradisi.

Menyebarkan Islam dengan Ramah

Dakwah Wali Songo dilakukan dengan ramah bukan marah. Para wali mengajarkan Islam kepada masyarakat Nusantara dengan nilai-nilai kerukunan. Hal ini tidak lepas dari ajaran Islam yang dianut oleh para wali. Sebagaimana Said Aqil Siraj dalam “Meneladani Strategi ‘Kebudayaan’ Para Wali” menjelaskan, “Para wali membawa ajaran ahlusuna waljamaah, sehingga cocok dengan kondisi bangsa Indonesia yang majemuk. Apalagi, sejak awal, ahlusuna waljamaah adalah mazhab yang mengajarkan kesejukan….”

Baca juga:  Orang Zuhud dan Ahli Ibadah Bani Israel

Dakwah Wali Songo yang ramah dan menghargai perbedaan, misalnya, nampak pada sikap Sunan Kudus. Ketika berhadapan dengan masyarakat Hindu, Sunan Kudus mengedepankan sikap toleran untuk tidak menyembelih sapi, sebab sapi merupakan hewan keramat bagi orang Hindu. Sikap itu tidak hanya sebatas untuk dirinya sendiri, namun Sunan Kudus juga menganjurkan masyarakat Muslim yang dibinanya kala itu untuk tidak menyembelih sapi. Saat Hari Raya Qurban sekali pun Sunan Kudus tidak menyembelih sapi, dan menggantinya dengan kerbau.

Sikap dakwah Sunan Kudus yang demikian mengajarkan untuk saling menghormati antarumat beragama. Sehingga, dakwah Wali Songo yang dilakukan dengan ramah melahirkan masyarakat Muslim Nusantara yang berislam dengan penuh kesejukan dan mengedepankan kerukunan antarumat beragama.

Jadi dapat dipahami bahwa dakwah Wali Songo tidak hanya berhasil menyebarkan Islam di Nusantara, namun juga membentuk wajah Islam Nusantara yang ramah dan kental dengan Islam tradisi lokal.

 

Daftar Pustaka

Sunyoto, Agus. Atlas Wali Songo. Tangerang: Pustaka IIMaN, 2017.  

_____________. “Eksistensi Islam Nusantara.” Mozaic Islam Nusantara, Vol. 2, No. 2 (2016).

Ghufron, Fathorrahman. Ekspresi Keberagamaan di Era Milenium. Yogyakarta: IRCiSoD, 2016.

Siraj, Said Aqil. “Meneladani Strategi ‘Kebudayaan’ Para Wali (Pengantar).” Dalam Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo, Tangerang: Pustaka IIMaN, 2017.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top