Sedang Membaca
Hikmah: Tobat dan Dosa
Hajriansyah
Penulis Kolom

Penulis Sastra. Meminati seni dan dunia sufi

Hikmah: Tobat dan Dosa

“Janganlah dosa jadi besar pada sisi (pandangan)-mu sehingga menghalangimu dari berbaik sangka kepada Allah Swt, sesungguhnya orang yang kenal Tuhannya niscaya jadi kecil dosanya di sisi Kemurahan-Nya.”

لَا يَعْظُمِ الذنْبُ عِندَكَ عَظَمَةً تَصُدُّكَ عَن حُسْنِ الظَنِّ باِللهِ تَعَالَى، فَإٍنَّ مَنْ عَرَفَ رَبَّهُ اِسْتًصْغَرَ فِى جَنْبِ كَرَمِهِ ذَنبُهُ

Syekh Ibnu Ubbad ar-Randi menyatakan bahwa dosa–yang dirasakan–besar pada sisi pelakunya menyebabkan dua hal. Pertama hal itu mendorongnya untuk tobat dan segera melepaskan diri dari dosa tersebut, dan kedua itu membuatnya jadi putus asa dan malah berburuk sangka kepada Allah Swt. Yang pertama adalah sikap yang terpuji, dan ini yang diharapkan dari seorang yang merasa memiliki dosa besar, agar ia segera memperbaiki dirinya dan berkomitmen sungguh-sungguh tak akan mengulanginya. Sedangkan yang kedua adalah sikap tercela dan berpotensi merusak iman, putus asa dan buruk sangka kepada-Nya bahkan lebih buruk dari dosanya itu sendiri.

Andai yang terakhir ini mengenal Allah dengan pengenalan atau makrifat yang benar, ia akan memandang bahwa dosanya tidak ada artinya di hadapan kemurahan dan karunia Allah yang maha luas. Dosa besar semua orang sekalipun tak akan lebih besar dari Rahmat kasih-sayangNya. Allah berfirman, “Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya Kasih-sayang” (Q.S. al-An’am: 54), dan “…Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu” (Q.S. al-A’raf: 156).

Baca juga:  Seorang Lelaki Miskin dan Puasa

Dalam sebuah hadis Qudsi, diriwayatkan ketika Allah menciptakan makhluknya Dia menulis atas diri-Nya dan meletakkannya di atas Arsy ‘sesungguhnya Rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku’ (H.R. Bukhori). Maka, tidak sepantasnya seseorang berputus asa dengan Rahmat dan ampunan Tuhan. Betapapun dosa yang dikerjakan, hendaknya ia segera bertobat; percayalah Allah selalu mengampuni dosa-dosa hamba. Sebesar-besar dosanya lebih besar lagi ampunan Tuhannya. Bisa jadi pula, sebab suatu dosa besar menjadi pintu pembuka kedekatan pada-Nya serta kecintaan-Nya. Dia berfirman dalam Q.S. al-Baqarah: 222, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai mereka yang menyucikan diri.” Begitupula Nabi Saw bersabda: Syafaatku bagi orang-orang yang berdosa besar dari umatku.

Ya, dengan terperosok ke lembah kejahatan orang kemudian punya kesadaran untuk mendaki puncak kebaikan dan kebenaran. Meski demikian harap diingat, kata Muallim Haji Muhammad Sarni, jangan pula dianggap remeh dosa-dosa itu. Yang kecil sekalipun. Dosa kecil yang dianggap enteng akan menjadi besar, lebih-lebih lagi dosa besar. Maka seimbang dan proporsional, termasuk dalam hal dosa, itu penting. Ini membuat seseorang jadi punya sikap hati-hati dan waspada, termasuk pada dirinya sendiri. Keadaannya di antara takut dan harap, atau lazim disebut khauf dan raja’, dan ia selalu berdiri di depan gerbang Kasih Tuhannya.

Baca juga:  Kisah Hikmah Klasik (13): Imam Al-Jazuli Dituduh Mencuri

Husnuzzon, baik-sangka kepada Allah, adalah sifat orang Arif yang kenal Tuhannya. Husnuzzon tidak akan mengganggu sikap kehati-hatian, justru akan menambah sikap waspadanya terhadap hawa nafsunya. Nafs yang menghalangi memandang Tuhan. Walhasil, seperti dikatakan Syekh Ibnu Ajibah, seorang Arif takkan berhenti bersama kemaksiatan meskipun besar dan tak pula berhenti bersama ketaatan kendatipun agung.

Baik sangka merupakan bagian sikap optimistik yang mendorong orang terus bergerak ke depan. Bahkan dengan baik sangkanya kepada Tuhannya, menjadikan ia dapat berbaik sangka kepada semua ciptaan-Nya. Sedemikian sehingga ia merasa, bahwa dirinya lebih berdosa dibandingkan orang lain, dan karenanya timbul sikap memperbaiki diri dan pelayanan terhadap sesama.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top