Sedang Membaca
Ngaji Posonan di Belanda (1): Empat Tipe Orang Menjalani Hidup Menurut Savic Ali

Penulis adalah redaktur pelaksana Alif.id. Bisa disapa melalui akun twitter @autad.

Ngaji Posonan di Belanda (1): Empat Tipe Orang Menjalani Hidup Menurut Savic Ali

65181108 1326724250811775 6685306893848164065 N

Tidak terasa, sudah setahun silam saya mendapatkan kesempatan bisa menghirup udara sejuk di benua Eropa yang bertepatan dengan bulan suci Ramadan. Selama di sana, saya banyak belajar tentang kultur masyarakat Eropa dan juga mendapatkan cerita-cerita istimewa dari dua tokoh panutan saya: Alissa Wahid dan Savic Ali. Ya, kebetulan saya mendapatkan kesempatan emas mendampingi beliau berdua.  Saya kemudian mencoba mengingatnya kembali, cerita dan obrolan yang menarik sehingga bisa menjadikan satu bingkai tulisan “ngaji posonan” dari serpihan-serpihan kecil ingatan saat di sana.

Dulu, saya memang pernah berangan-angan untuk bisa menikmati bulan puasa di luar negeri, minimal ke Singapore atau Malaysia, bahkan pernah membeli tiket pesawat PP beserta tempat penginapannya–karena suatu hal, cita-cita itu belum kesampaian–dan, sangat bersyukur jika kemudian tempat ngaji posonan ke luar negeri adalah Belanda. Tempat di mana Luis van Der Sar dan Ruud van Nistelrooy dilahirkan. Poin-poin dari tulisan ini sebenarnya sudah pernah saya unggah dilaman facebook (pada 31 Mei 2019). Namun saya ingin menuliskan ulang, menjadi bingkai edisi ngaji posonan saat di Belanda.

Saya akan mengawali cerita ngaji posonan kali ini dengan mauidzah hasanahnya Mas Savic terlebih dahulu, karena ini adalah core of the corenya kehidupan. Insya Allah nanti akan ada juga cerita-cerita lain.

Baca juga:  Wabah Tha'un, Abu Dzuaib, dan Puisi

Setelah dua hari mengikuti forum yang lumayan serius, kami bersepakat untuk menikmati canal tour–yang dalam bahasa Mbak Alissa sebagai “ritual” ketika berkunjung ke sebuah negara yang kebetulan di sana ada sungai sebagai tempat wisata. Beliau ini terinspirasi saat berkunjung ke Mesir sebelum menuju kota suci Makkah. Pergilah kita ke sana dengan di antar teman-teman PCINU Belanda.

Di dalam perahu, seperti biasa, Mas Savic tidak pernah lelah ngobrolin tentang kehidupan.

Beliau menuturkan bahwa ada empat tipe seseorang menjalani hidup.

Tipe pertama yaitu orang-orang yang bisa menggerakkan peradaban. Beliau mencontohkan orang-orang seperti Mark Zuckerberg dan Steve Jobs.

Dengan teknologi yang dikuasainya, peradaban itu dengan sangat cepat berubah. Munculnya platform media sosial seperti facebook dan produk elektronik besutan apple adalah contoh nyata.

Tipe kedua adalah orang-orang yang kerjaannya merawat kehidupan dan menjaga keseimbangan hidup. Waktu itu beliau menyontohkan Gus Dur. Seperti yang kita ketahui, bahwa Gus Dur adalah sosok yang sangat familiar dengan kata kunci: keberagaman, toleransi, persaudaraan, dan Islam Indonesia. Di mana pun forum diskusi yang membicarakan tentang toleransi, demokrasi, dan kemanusiaan di Indonesia, nama Gus Dur tidak luput disebut. Selain Gus Dur, ada Martin Luther King dan Mahatma Gandhi.

Baca juga:  Mengenal Kembali Elemen Mushaf Alquran: Rasm

Tipe ketiga, orang yang hidupnya untuk kepentingan dirinya sendiri. Tidak peduli orang mau ngapain ya urusan-urusan dia. “Hidup itu ya semau gue”. Baginya hidup adalah untuk bersenang-senang. Bekerja untuk memupuk harta dan kemewahan. Bahasa jawanya: dipangan-pangan dewe, mengko mati dikubur dewe. (makanan di makan sendiri, mati dikubur sendiri).

Tipe keempat, adalah orang yang hidupnya mengalir saja, tanpa tujuan. “Urip yo wes angger dilakoni wae, ora usah aneh-aneh, ngalir, tidak punya keinginan apa-apa”. Cara mudah orang bicara: ora nduwe utang wae wes ayem. (asal tidak punya hutang).

Dalam konteks ini, beliau mengingatkan kalau tipe yang keempat itu banyak dijalani oleh orang-orang di Indonesia. Kultur masyarakat kita memang banyak yang demikian. Apalagi masyarakat di pedesaan. Hidup ala kadarnya, yang penting bisa makan, bisa ibadah, sudah, cukup. Syukur-syukur bisa ziarah Makkah-Madinah. Sudah istimewa.

Nah, sebenarnya ada tipe satu lagi yang dikategorikan oleh Mas Savic, yaitu tipe kelima. Namun Mas Savic enggan memasukkannya, karena tipe itu mendekati binatang: mangan, turu, mangan turu. (Makan tidur, makan tidur).

Di tengah situasi pandemi seperti saat ini, kehidupan kita memang tidak menentu, masih tanda tanya sampai kapan pandemi ini akan berakhir. Namun sebagai manusia yang diberi akal sehat, kita bisa menentukan langkah-langkah kehidupan yang akan kita pilih, yang tentunya membawa kemaslahatan bukan?

Baca juga:  Al-I’jâz al-‘Ilmî; Meneguhkan Kembali Al-Qur'an Sebagai Petunjuk

Bersambung..

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top