“Berlaku Sabar, memang tak semudah mengutarakannya,” kata Tuan Guru Sukarman Azhar Ali, Pengasuh Pesantren Bayyinul Ulum, di Dusun Subak Sepuluh, Desa Santong, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara (KLU). Terletak di kaki Gunung Rinjani, Dusun itu salah satu korban terparah Gempa Lombok.
Di pesantren itu sejumlah bangunan roboh. 20an ruang kelas Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah tak bisa digunakan, termasuk kediaman Tuan Guru yang juga Wakil Rois Syuriyah PWNU NTB.
Kini beliau dan keluarga besar harus bersabar, melewati hari menunggu musibah menjauh, di tenda darurat tengah kebun. Bilik Santri Putri adalah yang terparah. Beberapa Mesin jahit tampak tergolek di tengah reruntuhan. Semua masih utuh berserakan.
“Saya masih belum tahu harus memulainya dari mana,” kata Tuan Guru lirih, sambil mengajak saya berkeliling melewati puing bangunan pesantren. Saya tercekat mendengarnya. Meskipun tampak tabah, tapi kegalauan beliau tetap terasa.
Yang dipikirkan Tuan Guru saat gempa besar pertama mendentum adalah nasib ratusan santri yang tinggal di pesantren. “Saya tidak bisa bayangkan perasaan wali santri kalau sampai anaknya meninggal di pesantren karena gempa,” lanjutnya.
Kala itu Beliau memilih tinggal sendirian di dalam rumah, sementara ratusan santri dikumpulkan di alam terbuka, dengan penjagaan penuh para guru senior. Atas pertimbangan ketenangan wali santri, dan masih porak porandanya bangunan pesantren, kini total 800 santri diliburkan.
Gantinya, sang Tuan Guru membina ‘santri baru’ hampir 400an pengungsi dari 200an keluarga warga kampung sekitar pesantren. Tenda terpal biru berukuran besar terhampar di halaman. Makan, tidur dan beribadah di tenda pengungsian adalah pilihan paling aman.
Setiap habis maghrib, di dalam tenda terpal biru itu, Tuan Guru memimpin tahlil, kirim doa pada dua warga dusun korban meninggal akibat gempa pertama.
Tadi malam, tahlil malam ke sembilan. Perasaan duka warga masih tergoncang. Seperti bumi Lombok yang terus berguncang. Gempa susulan hingga malam tadi seperti ikut bertahlil, menyempurnakan komitmen kesabaran yang ditanamkan dan diteladankan Tuan Guru.
Memang Sabar Adalah pilihan. Tugas kita, menguatkan hati mereka dengan doa dan perhatian tulus, sekadar meringankan, menemani yang masih harus terus menahan napas, menunggu gempa sepenuhnya berlalu.
Lantas mengajak mereka kembali Bangkit.