Dunia pendidikan atau pengajaran Islam betul-betul menjadi perhatian KH. Muhammad Hasyim Asyari. Perhatiannya bukan saja dia mendirikan pesantren dan mengajar tiap hari hingga akhir hayatnya, namun menulis satu karya penting tentang etika seorang pendidikan dan etika murid sekaligus. Apakah nama karya kakek Gus Dur ini?
Adalah Adabul ‘Alim Wal Muta’allim. Kitab ini mengupas tentang pentingnya menuntut dan menghormati ilmu serta guru. Dalam kitab ini KH. M. Hasyim Asy’ari menjelaskan kepada kita tentang cara bagaimana agar ilmu itu mudah dan cepat dipahami dengan baik.
Kitab yang terdiri dari delapan bab ini, memberikan pula kepada kita pencerahan tentang mencari dan menjadikan ilmu benar-benar memberikan manfaat kepada masyarakat. Salah satu contoh yang diberikan oleh KH. M. Hasyim Asy’ari kepada kita adalah bahwa ilmu akan lebih mudah diserap dan diterima apabila kita dalam keadaan suci atau berwudu terlebih dahulu sebelum mencari ilmu.
Delapan bab tersebut adalah:
- Keutamaan ilmu, si pemiliknya, dan keutamaan menyebarluaskannya (mengajarkannya)
- Etika dan perlaku seorang murid
- Etika murid pada para guru/orang berilmu
- Etika seorang murid pada ilmu yang dipelajari
- Etika dan perlaku seorang guru
- Etika seorang guru pada murid-muridnya
- Etika menyalin dan mengarang kitab
Kitab Mbah Hasyim ini sejajar dengan kitab karya al-Jarnuzi (w. 591) yang juga diwajibkan dipelajari di pesantren, yaitu Ta’limul Muta’allim, karya yang sudah berusia 900 tahun.
Karya Mbah Hasyim ini banyak mendapat apresiasi dan dukungan dari ulama Timur Tengah, khususnya yang tinggal di Mekkah, kota yang memang pernah menjadi tempat mencari ilmu dalam waktu yang lama.
Kita sebut ulama-ulama Mekkah yang memberikan taqrizh karya Mbah Hasyim ini: Syaikh Sa’d ibn Muhammad al-Yamani al-Makki, Syaikh ‘Abd al-Hamid Sunbul al-Hadidi al-Makki, Syaikh Hasan al-Yamani al-Makki, dan Syaikh Muhammad ‘Alî al-Yamani al-Makki.
“Saya telah menelaah kitab “Âdâb al-‘Âlim wa al-Muta’allim” karangan seorang ulama yang sangat alim, seorang besar yang pemahaman keilmuannya sangat luas, yaitu Syaikh Muhammad Hasyim anak Syaikh Muhammad Asy’ari dari Jombang, yang mana beliau adalah salah satu ulama Pulau Jawa, yang terkenal di sana dan juga di pulau-pulau Nusantara lainnya dengan kewara’an dan ketakwaannya. Aku melihat karya ini sebagai karya yang padat akan kandungan isi, sangat penuh dengan nilai-nilai etika ….” tulis Syaikh ‘Abd al-Hamîd Sunbul al-Hadîdî, seperti yang dikutip Ahmad Ginanjar Sya’ban di esai satu esainya.
Masih mengutip Ginanjar Sya’ban, “Dalam kolofon, KH. Hasyim Asy’ari menyebutkan jika karya ini diselesaikan pada hari Ahad, 22 Jumadil Akhir tahun 1343 Hijri, bersamaan dengan 18 Januari 1925 Masehi.”
“Telah selesai kitab yang dinamakan Âdâb al-‘Âlim wa al-Muta’allim. Selesai penulisannya pada pagi hari Ahad, dua puluh dua Jumada al-Tsâniah tahun seribu tigaratus empat puluh tiga Hijr.”
“Kitab ini baru dicetak sekitar 70 (tujuh puluh) tahun kemudian, yaitu bulan Safar 1415 Hijri (Juli 1994), setelah disunting dan ditashih oleh cucu KH. Hasyim Asy’ari, yaitu KH. Ishom Hadziq (1965—2003). KH. Ishom Hadziq juga memberi pengantar bigrafi singkat kakek beliau dalam bahasa Arab. Versi suntingan tersebut diterbitkan oleh Maktabah al-Turâts al-Islâmî, Pesantren Tebu Ireng, Jombang Jawa Timur, dengan tebal keseluruhan 110 halaman,” ungkat Ginanjar Sya’ban.