Kandidat Doktor Ilmu Al Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya.

Diskursus Khamr dalam Islam (5): Khamr dalam Perspektif Asbab Nuzul al Qur’an

Khomr 3

Secara etimologi, kata khamr merupakan bentuk singular dari kata khumur yang berarti satr al shayi’ (menutup sesuatu). Segala sesuatu yang digunakan untuk menutup diungkapkan dengan kata khimar. Namun, kata khimar secara istilah sering dimaknai sebagai benda yang dipakai oleh wanita untuk menutupi kepalanya. Beberapa orang arab mengungkapkan anggur dengan kata khamr, karena buah ini sering digunakan sebagai salah satu bahan untuk membuat khamr.

Dalam konteks Islam, kata ini secara terminologi diartikan sebagai segala bentuk minuman yang dapat memabukkan peminumnya. Setiap minuman yang memabukkan diungkapkan dengan khamr karena minuman itu dapat menutup akal manusia (mengalami gangguan kesadaran), sehingga ia tidak dapat berpikir dengan normal. Karena itu, segala yang memabukkan diungkapkan dengan kata khamr.

Para ulama’ sepakat bahwa khamr adalah minuman yang haram dikonsumsi oleh umat Islam. Namun, jika ditinjau dari sudut pandang sejarah dengan menggunakan asbab al nuzul, al-Qur’an tidak langsung mengharamkan khamr secara mutlak. Hal ini bisa dilihat dalam firman Allah Swt :

وَمِنْ ثَمَراتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنابِ ‌تَتَّخِذُونَ ‌مِنْهُ سَكَراً وَرِزْقاً حَسَناً…

“Dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkandan rezeki yang baik….” (QS. Al Nahl (16) : 67).

Ayat ini merupakan ayat Makiyah (ayat yang turun sebelum Rasul melakukan hijrah). Ayat ini turun di Mekah dan belum menyatakan tentang keharaman khamr. Ketika ayat ini turun, umat Islam dan penduduk Mekah masih mengkonsumsi khamr. Menurut Quraish Shihab ayat ini menegaskan bahwa kurma dan anggur dapat menghasilkan dua hal yang berbeda, yaitu minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Tetapi, sekali lagi, ayat ini belum secara tegas mengharamkan khamr.

Baca juga:  Rahasia Di Balik Nama-nama Putra Kiai Wahid Hasyim

Setelah Rasul Saw. dan para sahabat melakukan hijrah ke Madinah, Umar bin Khattab, Mu’adz bin Jabal dan beberapa sahabat yang lain menemui Rasul Saw. dan berkata kepada beliau :” Wahai Rasul, berikanlah fatwa tentang khamar, karena sesungguhnya khamar dapat menghilangkan akal dan melenyapkan harta. Permintaan para sahabat inilah yang menjadi latar belakang turunnya ayat :

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا….

“Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar) dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (QS. Al Baqarah (2) : 219).

Dalam surah ini, al Qur’an menyatakan bahwa khamr memiliki manfaat dan madharat, namun madharatnya lebih banyak dari pada manfaatnya. Ketika ayat ini turun, sebagian orang mukmin minum khamar dan sebagian yang lain tidak, karena ayat ini juga belum secara tegas mengharamkan khamr. Bagi yang sangat kecanduan dengan khamar, maka sudah pasti memilih untuk tetap mengkonsumsi khamr. Namun, jumlah orang yang meminum khamr semakin berkurang setelah ayat ini turun.

Suatu Ketika Abdurrahman bin Auf mengundang para sahabat dan membuatkan mereka hidangan makanan dan minuman khamr, lalu mereka makan dan minum hidangan tersebut sampai kenyang dan mabuk. Kemudian, datanglah waktu sholat Maghrib. Salah satu sahabat menjadi Imam sholat dan membaca surah al Kafirun, namun keliru dalam melafalkan surah tersebut karena masih ada pengaruh minuman khamar dalam tubuhnya. Ia membaca : “A’budu ma ta’budun, wa antum ‘abiduna ma a’budu”.

Atas peristiwa ini, turunlah ayat :

Baca juga:  Menyelami Pemikiran Islam Mazhab Kritis: Al-Jabiri, Arkoun, dan Hassan Hanafi

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكارى حَتَّى تَعْلَمُوا ما تَقُولُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan” (QS. Al Nisa’ : 43).

Setelah ayat ini turun, para sahabat tidak meminum khamr ketika mendekati waktu sholat Maghrib atau sholat fardhu yang lain. Mereka meminum khamr setelah sholat Isya’ dan ketika datang waktu shubuh, mereka sudah tidak dalam keadaan mabuk. Dengan begitu, mereka dapat melaksanakan sholat fardhu dengan maksimal. Ayat ini belum mengharamkan khamr secara mutlak, hanya membatasi waktunya saja.

Suatu ketika, Atban bin Malik membuat jamuan hidangan dan mengundang beberapa sahabat muslim, diantaranya adalah Sa’ad bin Abi Waqas. Kemudian mereka menyantap hidangan tersebut dan meminum khamr, sehingga membuat mereka mabuk. Lalu mereka melantunkan syair yg isinya mencela kaum Anshar. Kemudian, salah seorang kaum Anshar yang minum bersama mereka tidak terima dan memukul Sa’ad dengan kulit unta hingga ia cidera.

Peristiwa ini kemudian dilaporkan kepada Rasul Saw. Lalu beliau memohon kepada Allah Swt agar diberik ketetapan hukum yang jelas tentang khamar. Saat itu, Umar bin Khattab juga melantunkan doa : “Ya Allah jelaskanlah kepada kami perihal khamr dengan penjelasan yang sejelas – jelasnya”. Maka, turunlah ayat :

Baca juga:  Indonesia Bukan Negara Islam, tapi Islami, lha kok Bisa?

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. Al Maidah (5) : 90).

Ayat ini secara tegas mengharamkan khamr secara mutlak, baik saat mendekati waktu sholat maupun pada waktu – waktu lainnya. Setelah ayat ini turun, semua orang Islam dilarang meminum khamr. Ayat ini merupakan ayat yang terakhir turun perihal hukum meminum khamr.

Pengharaman khamr secara bertahap ini merupakan salah satu bentuk rahmat Allah kepada para hamba-Nya. Bagi penduduk arab saat itu, khamr merupakan minuman favorit dan mayoritas dari mereka bergantung pada minuman tersebut. Jika Allah melarang langsung mereka tanpa melalui berbagai tahapan yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka mereka pasti merasa keberatan dengan larangan tersebut.

Hal ini sebagaimana perkataan Sayyidah ‘Aisyah: “awal mula surah yang diturunkan adalah surat yang menyebutkan tentang surga dan neraka, sehingga apabila mereka sudah sadar tentang Islam, Allah menurunkan surah tentang “halal dan haram”. Seandainya yg diturunkan pertama kali adalah ayat tentang larangan untuk minum khamr, maka orang orang arab pasti mengatakan: “kami tidak akan meninggalkan khamr selama lamanya”. Wallahu A’lam.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top