Dalam waktu yang berdekatan, banyak kiai dan tokoh NU yang berguguran, wafat, “kapundut”, dipanggil oleh Allah. Sebagian besar mereka ini masih berumur muda.
Dimulai dari Kiai Habibullah Zaini, cucu dari Kiai Abdul Karim (pendiri pesantren Lirboyo) yang wafat pada bulan Februari kemaren; disusul oleh Gus Adib Abdurrachim Sarang (putera dari Kiai Abdurrachim, pengasuh pesantren MUS, Sarang, Rembang, dan keponakan dari Kiai Maimoen Zubair Sarang); disusul lagi oleh Kiai Ayip Abbas, putera dari Kiai Abdullah Abbas Buntet, Cirebon.
Disusul lagi oleh wafatnya Kasatkornas Banser, arek Tulungagung, Mas Alfa Isnaeni, Rabu (11/3) kemaren. Sehari setelah itu, kiai ahli Qur’an dari Babakan, Ciwaringin, Cirebon, Kiai Tamam Kamali, dipanggil oleh Allah. Kiai Tamam adalah ayahanda dari teman saya yang amat cerdas, Gus Jamaluddin Mohammad.
Lalu hari ini, berita “lelayu” baru saja saya terima: Gus Umar Fauzi, kiai muda yang digadang-gadang untuk menjadi pengasuh baru dan penerus perjuangan Kiai Abdul Mannan di Pondok Al-Muayyad, Mangkuyudan, Solo, kapundut. Duka saya yang mendalam untuk Gus Irfan Nuruddin dan seluruh keluarga besar pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan.
Kesedihan saya amat mendalam atas wafatnya kiai-kiai yang menjadi tulang punggung tegaknya tradisi ilmiah khas pesantren ini. Mereka inilah uang selama ini menjaga, merawat tradisi keilmuan yang umurnya sudah berabad-abad di bumi Jawa.
Mereka inilah yang mengajarkan literasi, pencerahan, dan mendidik ribuan santri, dengan ikhlas, tanpa pamrih apa-apa, jauh dari gebyar dan sorot lampu media.
Bunga-bunga yang menebarkan wewangian Islam rahmatan lil alamin di bumi Jawa ini telah berguguran, dan dalam waktu yang saling berdekatan. Semoga Allah segera menurunkan generasi pengganti, menumbuhkan bunga-bunga baru yang tak kalah semerbak.
اللهم آجرنا فى مصيبتنا واخلف لنا خيرا منها…
😭😭😭