Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Adanya akal pada tubuh manusia adalah bukti Tuhan untuk membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya.
Dibekali dengan akal, membuat rasa ingin tahu muncul pada diri manusia. Terutama, rasa keingintahuannya tentang Tuhan. Dari rasa keingintahuannya, manusia menginginkan jawaban tentang segala pertanyaan dalam hidupnya, sebab banyak tanda tanya pada diri Tuhan.
Siapakah Tuhan? dimanakah Tuhan berada? Mengapa Tuhan ada? Bagaimanakah wujud Tuhan itu?
Dalam hidup, manusia seringkali memahami dan memaknai Tuhan sesuai dengan apa yang diketahui oleh akalnya. Yang mana, terkadang pemaknaan Tuhan oleh dirinya salah dan menimbulkan kesesatan dalam berpikir. Sebab, kemampuan akal terbatas manakalah itu menyangkut sang pencipta-Nya.
Tuhan bukanlah makhluk yang dengan mudah dipahami seperti hambanya. Tuhan adalah esksistensi tunggal yang menciptakan alam semesta dan seluruh isinya termasuk manusia.
Manusia yang berusaha mengenali eksistensi Tuhan adalah sebagai upaya mereka untuk dekat dengan-Nya, sebagai rasa dan bukti kecintaannya pada-Nya. Salah satunya, manusia itu adalah Sufi. Sufi adalah orang yang menyerahkan kehidupannya pada Tuhan, yang berani meninggalkan segala sifat keduniawian, seperti Abu Mansyur Al-Hallaj dan Ibnu Arabi.
Eksisitensi Tuhan
Dalam ajaran tasawuf tentang eksistensi Tuhan disebut degan wahdatul wujud. Wahdatul wujud adalah bentuk ajaran tentang kesatuan wujud Tuhan dan ciptaan-Nya.
Mengenai konsep wahdatul wujud, sering kali orang salah mengartikannya. Oleh karena itu, orang yang tidak tahu dan tidak paham akan menolak keras tentang konsep ini.
Sufi adalah salah satu orang yang menjelaskan tentang konsep wahdatul wujud. Yang mana, banyak orang menggangap ajaran sufi ini sebagai ajaran yang sesat.
Para sufi menafsirkan tentang wahdatul wujud sendiri adalah bukan mengenai bagaimana wajah Tuhan yang asli, melainkan terkait sifat-sifat Tuhan, seperti Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Adil dan segala hal baik tentang-Nya.
Wahdatul wujud dalam pandangan sufi
Ibnu Arabi merupakan tokoh sufi yang sering dikenal dengan konsep wahdatul wujudnya. Dalam melihat eksistensi Tuhan, Ibnu Arabi menjelaskan bahwa wujud Tuhan dapat dilihat melalui ciptaan-Nya. Penggambaran akan kesempurnaa wujud Tuhan adalah melalui alam semesta dan manusia, sebagai bukti keberadaan-Nya.
Pandangan Ibnu Arabi tentang wahdatul wujud mengatakan bahwa hanya ada satu realitas. Realitas, dijelaskan Ibnu Arabi melalui dua sudut pandang yang berbeda, yakni haq dan khalq. Haq, sebuah esensi dari segalah fenomena yang terjadi, sedangkan khalq terkait bagaimana penggambaran semua fenomena melalui esensi itu sendiri. Keduanya adalah suatu kesatuan yang berasal dari satu esksistensi. Yang satu dan yang banyak hanyalah nama-nama yang disematkan pada satu eksistensi saja, esksitensi tunggal itu adalah Tuhan.
Tuhan menurut Ibnu Arabi adalah hakikat wujud yang sifatnya tetap dalam kekekalan dan kebaqaan-Nya meskipun tiada makhluk di samping-Nya. Tuhan baginya berbeda dengan segala bentuk ciptaan-Nya yang berasal dari esensi-Nya. Akan tetapi, dalam pembuktian tentang eksistensi-Nya, Tuhan membutuhkan makhluk dalam sifat Keilahian-Nya.
Pembahasan tentang eksistensi Tuhan juga dijelaskan oleh Al-Hallaj. Namun, dalam pemikirannya tentang eksistensi Tuhan dianggap sebagai paham yang ekstrim.
Mengenai eksistensi Tuhan, pembuktiannya berdasarkan konsep pemikirannya yakni hulul. Hulul adalah hasil pemikiran dan perenungan Al-Hallaj tentang Tuhan. Yang mana, dalam konsep ini, Al-Hallaj berpandangan bahwa ketika Tuhan ingin membuktikaan tentang keberadaannya, maka Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat kemanusian pada tubuh itu lenyap.
Konsep hulul Al-Hallaj mengandung artian bahwa pada diri manusia terdapat dua sifat dasar, yaitu lahut (ketuhanan) dan nasut (kemanusiaan). Yang mana Tuhan dalam pandangan Al-Hallaj memiliki sifat kemanusiaan di samping sifat ketuhanan-Nya. Sehingga persatuan antara Tuhan dan manusia bisa tercapai. Dalam artian, hubungan antara Tuhan dan manusia tidak terjadi secara rill-inderawi, melainkan terjadi secara fana melalui kesadaran psikis manusia yang lebur menjadi satu dalam nasut menuju lahut. Wallahhu a’lam.