Sedang Membaca
Madura dan Jumat Siang: Tak Ada Nasi Bungkus kecuali Ada Orang yang Meninggal
Zubairi
Penulis Kolom

Pemuda asli Sumenep Madura | Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam di Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) | Sekarang menetap di Rajun Pasongsongan.

Madura dan Jumat Siang: Tak Ada Nasi Bungkus kecuali Ada Orang yang Meninggal

nasi bungkus

Ada salah satu hal yang menurut saya sangat mencolok perbedaannya. Yakni masjid di perkotaan dan pedesaan di Sumenep, Madura. Masjid di perkotaan Sumenep, sudah lumrah menyediakan beberapa nasi bungkus atau catering untuk dibawa pulang oleh hadirin kaum Jumat setelah selesai melaksanakan salat Jumat. 

Akan tetapi, tidak dengan masjid-masjid di Desa Rajun, Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep tempat saya tinggal. Tak ada orang yang menyediakan nasi bungkus ketika hari Jumat. Namun, ketika di desa saya ada orang yang meninggal, maka ketersediaan nasi bungkus besar kemungkinan bakalan ada di sana.

Kenapa bisa demikian? Begini ceritanya.

Nasi bungkus adalah sebagai tanda terima kasih. Kenapa tadi saya bilang “besar kemungkinan?”

Pasalnya, tidak semua orang yang meninggal, keluarganya akan membawa nasi bungkus ke masjid terdekat pada Jumat siang. Hal itu berlaku jika ada orang yang meninggal dan di hari Jumat tapi 7 harinya kebetulan belum selesai.

Entah di hari Jumat bertepatan dengan hari ketiga, keempat atau bahkan ketujuh orang yang meninggal, maka pihak orang yang meninggal akan membawa beberapa nasi bungkus ke masjid untuk diberikan ke kaum Jumat.

Nasi bungkus itu adalah sebagai sedekah dari orang yang telah mati melalui pihak keluarganya sekaligus sebagai imbalan atau tanda terima kasih kepada orang-orang yang setelah salat Jumat telah melakukan tahlil yang dikhususkan ke orang yang wafat.

Baca juga:  Investasi Saham Akhirat ala Warga Finlandia

Maksud sebagai tanda terima kasih, karena imam salat Jumat mengirim tahlil itu tanpa perlu disuruh oleh pihak yang berduka. Ya, di Desa Rajun, setiap ada orang yang meninggal, dan di hari Jumat itu 7 harinya belum selesai, imam salat Jumat pasca selesai salat langsung bilang ke para jamaah bahwa tahlil itu ditujukan ke almarhum/almarhumah.

Nah, adanya nasi bungkus karena sebab itu. Artinya, pihak yang berduka merasa kurang enak jika ada orang yang telah sudi mengirim tahlil tapi malah tidak dikasih apa-apa. Jika bukan nasi bungkus, terkadang dikasih 1 bungkus mie sedaap instan

Jika keluarga duka tidak sempat masak nasi dan lauk-pauknya untuk dibagikan ke kaum Jumat, keluarga yang meninggal langsung membeli satu hingga 2 kardus Mie Sedaap Instan. Setelah tahlil bersama selesai, keluarganya akan memberikan Mie Sedaap Instan itu per 1 orang 1 bungkus.

Lengkap dengan minuman dan rokoknya. Selain itu, tak hanya dikasih nasi bungkus dan 1 pcs Mie Sedaap Instan saja. Akan tetapi, lengkap juga dengan minuman dan rokoknya.

Jadi begini. Keluarga orang yang meninggal, ketika hari Jumat pas mau berangkat ke masjid, mereka langsung membawa teko (ceret) air plastik yang berisi kopi, kadang teh, serta membawa beberapa gelas berukuran kecil. Nanti, sebelum kaum Jumat pulang, mereka disuruh minum kopi atau teh yang telah disediakan oleh keluarga duka tadi.

Baca juga:  Metode Ngaji Sorogan dan Filosofi Gentong

Tapi, ketika keluarga duka tak sempat bikin bikin kopi dan teh untuk dibawa ke masjid, mereka langsung membeli minuman Ale-ale maupun Kopikap. Tentu saja lebih dari satu kardus. Lebih dari itu, lengkap juga dengan rokoknya. Nanti, ketika selesai tahlil, kaum Jumat juga bakal dikasih rokok, satu orang satu batang.

Tak ada kewajiban untuk tahlil dan memberi hidangan. Perlu diketahui bahwa di desa saya ini, mengirim tahlil ke orang yang telah mati–di masjid setelah salat Jumat adalah kebiasaan baik yang telah lama saya ketahui. Saya tidak tahu pasti sejak kapan itu berlaku. Tapi, saya mengetahui hal itu tidak ada larangan dan kewajiban. Maksudnya, sampean bebas kok mau ikutan tahlil atau tidak setelah salat Jumat.

Pun, jika keluarga duka tergolong orang yang tidak mampu dan tidak mau ngasih apa-apa, itu juga tidak menimbulkan persoalan dan cibiran dari tetangga. Intinya, tak ada kewajiban untuk memberikan hidangan buat dibawa pulang oleh kaum Jumat.

Pihak yang berduka tidak merasa keberatan memberikan itu semua. Jika misalkan keluarga duka berasal dari orang yang sederhana atau kaya sekalipun, memberikan nasi bungkus hingga rokok yang jelas-jelas itu butuh biaya, bagi mereka bukanlah sesuatu yang memberatkan. Sedekah tak perlu disesali, sebab itu amal kebaikan. Begitulah kesimpulan yang saya dapat.

Baca juga:  Hari Bahasa Arab: Kritik Sosial dalam Maqamat

Mereka justru merasa tidak enak jika kaum Jumat ikhlas mengirim tahlil tapi hidangan yang diberikan malah kurang. Ada rasa iba dalam benak keluarga duka. Yah, begitulah serba-serbi pada Jumat siang di masjid di desa saya ketika ada orang yang meninggal. Apakah di masjid tempat kalian tinggal juga demikian ketika ada orang yang meninggal?

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top