Penulis buku belum tentu sering menjadi berita. Buku-buku terbaca itu kehormatan. Para pembaca mengetahui sedikit biografi penulis itu kebaikan. Dulu, keterangan-keterangan cuma terperoleh sedikit dalam usaha mengenali para penulis buku. Pemberitaan kecil di majalah dan koran agak menerangkan ketimbang pembaca penasaran tak berujung.
Di majalah Tempo, 9 Februari 1974, berita kecil mengenai penulis buku. Ia bernama A Seno Sastroamidjojo. Pengenalan tanpa foto. Penulis kelahiran Magelang itu perlu diajukan ke sidang pembaca agar ingat dan memberi hormat.
Kutipan: “Pendidikan yang dikenyamnya pertama kali madrasah di Grabak. Setelah itu masuk sekolah ongko loro yang oleh orang Belanda disebut Kwartjes School. Biarpun begitu, Seno bisa masuk Stovia dan bahkan melanjutkan ke Universitas Amsterdam – dan pada 1930 sebagai dokter.” Ia pun menunaikan segala pengabdian dan menulis buku-buku.
Di majalah Tempo, pemberitaan setelah A Seno Sastroamidjojo pamitan dari dunia. Sosok bersaudara dengan Ali Sastroamidjojo. Nama terakhir mudah teringat bagi orang-orang menekuni sejarah (politik) Indonesia.
A Seno Sastroamidjojo pun teringat bagi pembaca buku-buku beragam tema. Ia mewariskan buku-buku berpengaruh. Sekian orang mengoleksi dan mengenang.
Penjelasan terbaca di majalah Tempo mengarah untuk para pembaca buku: “Menulis cukup banyak buku – tercatat 23 buah – dalam berbagai bidang. Mulai dari obat-obatan, perkawinan, peternakan, sampai soal-soal agama dan juga buku Inti Serat Centhini (Ilmu Kesempurnaan Jawa). Tidak kurang 18 majalah dalam dan luar negeri pernah memuat tulisan-tulisannya.”
Buku-buku terbaca dan berpengaruh. Sekian buku cetak ulang, bernasib laris. Para pembaca menganggap ada ajakan-ajakan berpikir dan bertindak setelah khatam buku-buku. A Seno Sastroamidjojo memberi warisan buku-buku agar Indonesia tak sepi bacaan.
Pada suatu hari, perkara buku dan penulis berkaitan dengan ingatan-ingatan Seno Gumira Ajidarma. Semua buku susunan A Seno Sastroamidjojo tak dipastikan terkoleksi lengkap oleh keluarga besar. Kita perlahan mengerti silsilah atau keluarga “Seno” beralur intelektual dan perbukuan.
Kita masih mungkin bertemu buku-buku A Seno Sastroamidjojo meski cuma 1 judul saja. Pada 1957, terbit buku berjudul Perkawinan dan Kesehatan. Buku bersampul keras terbitan Balai Pustaka. Buku dipersembahkan: “Pertama-tama kepada isteri saja, dan kaum wanita pada umumnja jang bertjita-tjita menudju kearah kesempurnaan dalam perkawainan.” Buku itu dilengkapi gambar dan foto meski hitam-putih.
Penulisan buku itu serius. A Seno Sastroamidjojo membaca kepustakaan dan berdialog dengan para ahli. Ia malah memperdalam pokok-pokok pemikiran dalam buku saat berada di Eropa. Buku terjamin bermutu. Pengakuan penulis: “Dalam pada itu saja menemui berbagai orang terkemuka jang berkeahlian mengenai soal tersebut diatas untuk mendengarkan pendiriannja mengenai masalah tersebut, dan uraiannja akan kemadjuan ilmu pengetahuan jang sedang saja selami itu. Dengan djalan bertukar fikiran dapatlah saja mentjotjokkan/mengoreksi/memperdalam/menambahi pengetahuan saja jang telah mendjadi milik saja pada waktu itu.”
Pada masa 1950-an, tema perkawinan membesar di politik. Tema itu makin pelik setelah situasi politik membara akibat beragam ide dan misi-misi partai politik. Sekian serikat atau perkumpulan pun turut meramaikan soal perkawinan, poligami, atau keluarga dalam arus revolusi. Perkawinan dalam debat berkaitan pembuatan undang-undang dan penentuan sikap politik terhadap penguasa.
Kita tak sedang membuka babak sejarah mengenai politik dan perkawinan. Kita mengutip penjelasan umum dari A Seno Sastroamidjojo: “Pada inti-hakekatnja perkawinan itu tak-lain-dan-tak-bukan ialah suatu ‘perdjandjian’ jang penuh mengandung pertanggungan-djawab. Perdjandjian itu sekurang-kurangnja mengikat kuat suami dan isterinja satu sama lain. Perdjandjian itu adalah dalam serta sangat luas artinja antara lain meliputi kesukmaan (kerochanian), kedjasmanian, seksuil dan/atau mengenai pokok-pokok kebenarannja belaka (zakelijk).
Dalam perdjandjian itu terkandung pula kesediaan timbal-balik antara kedua orang tadi akan saling hormat-menghormati, saling djaga-mendjaga (dalam arti jang baik), saling bantu-membantu, saling abdi-mengabdi, tanpa mengharap-harapkan upah atau hadiah jang berupa apapun dari fihak manapun djuga. Hanja satu harapan jang menguasainja, jaitu saling bahagia-membahagiakan dalam arti jang luas berdasarkan kedjudjuran.” Pengertian pantas masuk dalam kamus atau ensiklopedia.
Pada 1965, buku cetak ulang ketiga tapi berganti penerbit. Perkawinan dan Kesehatan diterbitkan Gunung Agung. Garapan gambar di sampul pun berubah. Semula, gambar di sampul adalah dua wajah (suami-istri). Warna sampul hijai. Terbitan oleh Bali Pustaka tak mencantumkan nama pembuat gambar dan perancang sampul. Pada cetakan ketiga, kita membaca keterangan nama pembuat gambar kulit: FX Poerwanto. Buku tampil dengan sampul berwarna kuning. Pembaca melihat lingkaran dengan dua sosok sedang bermesraan. Mereka itu suami-istri dalam kebahagiaan.
A Seno Sastroamidjojo melakukan perbaikan dan perluasan untuk cetak ulang ketiga. Buku makin tebal, 340 halaman. Cetakan pertama cuma 228 halaman.
Penjelasan: “Isi buku ini seluruhnja telah saja perika teliti kembali dengan saksama. Kalimat demi kalimat, perkataan demi perkataan, huruf demi huruf. Pada kesempatan ini isi buku mengalami berbagai perubahan, disana-sini dengan hebatnja.” A Seno Sastroamidjojo mengatakan telah menambahi materi setelah bermufakat dengan pendapat dokter asal Amerika Serikat. Penulisan buku ingin bermutu, mengikuti kemajuan ilmu dan pengetahuan. Pembaca tak boleh cuma mendapatkan hal-hal kedaluwarsa.
Pada masa 1950-an dan 1960-an, orang-orang membaca buku susunan A Seno Sastroamidjojo saat mengerti ada situasi pelik perkawinan dan politik. Buku membekali pula bagi orang mencipta kebahagiaan dalam perkawinan, selain membaca artikel-artikel di majalah-majalah keluarga dan umum. Di Indonesia, perkawinan selalu menjadi tema besar. Di sejarah pustaka, A Seno Sastroamidjojo masuk daftar penulis penting dalam memberi penerangan melalui buku-buku dijamin bermutu. Begitu.