Kisah di bawah ini di kutip dari kitab Bada’i al-Zuhur fi Waqa’i al-Duhur, Juz, 1, Hlm. 158-160. Karya Syekh Muhammad bin Ahmad bin Iyas. Di zaman Bani Isra’il ada seorang lelaki yang dikenal dengan panggilan Isya, ia adalah salah satu ulama Bani Isra’il. Kegemarannya membaca kitab-kitab ulama yang mendahuluinya.
Ketika membaca sebuah kitab, Isya menemukan penjelasan tentang sifat-sifat Nabi Muhammad Saw, lalu ia menyimpannya dalam satu peti, dan menguncinya dengan rapat. Isya mempunyai seorang anak yang bernama Baluqiya, sebelum Isya meninggal ia berwasiat kepada istrinya agar anaknya kelak menjadi hakim dikalangan Bani Isra’il.
Setelah Baluqiya dewasa, ia melihat peti yang terkunci rapat, ia bertanya kepada ibunya, “Di mana kunci peti itu wahai ibu?”. Ibu Baluqiya menjawab, “Aku tidak tau wahai anakku”.
Baluqiya terpaksa merusak gembok peti, ketika peti itu bisa dibuka, ia menemukan catatan yang menjelaskan sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. Lalu Baluqiya mengabarkan berita itu kepada ulama Bani Isra’il, para ulama Bani Isra’il berkata, “Bapakmu mengetahui hal itu, tetapi tidak memberi tahu kepada kita? Demi Allah, seandainya bukan karena kamu pasti kuburannya akan kami bakar karena bapakmu telah menyembunyikan berita tentang junjungan para Rasul”.
Akhirnya Baluqiya meninggalkan kampungnya, dengan tujuan mencari keberadaan Nabi Muhammad Saw, tibalah Baluqiya pada suatu pulau ia bertemu dengan ular yang sangat besar, dan ular itu berucap, “Tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”. Lalu Baluqiya mengucapkan salam, si ular bertanya, “Kamu dari golongan mana?”. Baluqiya menjawab, “Aku berasal dari kaum Bani Isra’il dan aku menanyakan di mana keberadaan Nabi Muhammad sekarang”. Sayang pertanyaan Baluqiya tanpa jawaban.
Selanjutnya Baluqiya terdampar di suatu pulau yang terdapat burung yang sangat besar, burung itu ada di atas pohon di bawahnya terdapat hidangan dan di atasnya ada ikan yang dipanggang. Baluqiya mengucapkan salam dan bertanya,”Siapakah engkau?”. Burung itu menjawab, “Aku adalah malaikat yang diutus untuk mengirim makanan kepada Nabi Adam dan Hawa ketika berada di padang Arafah”.
Baluqiya bertanya lagi kepada burung itu, “Apakah hidangan yang engkau bawa ada orang lain yang pernah memakannya selain Adam dan Hawa?”. Burung itu menjawab, “Ada”. Siapakah dia? kata Baluqiya, Burung itu menjawab, “Dia adalah Nabi Khidir terkadang dia datang kesini lalu pergi lagi”.
Pada suatu hari Baluqiya sedang duduk lalu datanglah Nabi khidir, Baluqiya bertanya kepada Nabi Khidir, “Aku mencari Nabi akhir zaman sehingga aku sampai di tempat ini”. Nabi Khidir menjawab, “Hai Baluqiya! Sesungguhnya nabi akhir zaman belum dilahirkan, dan kamu tidak akan bertemu dengannya”.
Tahukah kamu berapa jarak antara kamu dengan ibumu? tanya Nabi Khidir, Baluqiya menjawab, “Tidak tahu”. Nabi Khidir berkata, “Jaraknya adalah jarak tempuh 50 tahun”. Lalu Nabi Khidir menyuruhnya untuk memejamkan mata. Baluqiya memejamkan kedua matanya, setelah membuka kedua matanya Baluqiya berpindah dari tempat itu, dan ia berkata, “Aku tidak tahu apa-apa kecuali ibuku telah ada di sampingku”. Kedatangan Baluqiya, membuat ibunya terkejut dan bahagia.
Kejadian yang dialami Baluqiya tentang keajaiban selama berpetualang mengelilingi dunia ia ceritakan kepada ibunya, bahkan dicatat dengan rapi oleh Bani Isra’il. Menurut satu riwayat Baluqiya hidup selama seribu tahun. Wallahu A’lam Bissawab.