Sosok Abu Nawas tampaknya termasuk tokoh yang dikagumi Gus Dur. Syair karya Abu Nawas pernah dilantunkan Gus Dur dalam versi bahasa Arab, lengkap dengan terjemah bahasa Indonesia. Rekamannya pun tersebar luas.
Ada petuah hikmah Abu Nawas yang agak mirip, minimal nyrempet dengan pandangan Gus Dur perihal hakikat pemberian.
Abu Nawas pernah berkata pada seseorang konsultannya, “Ketika Dia (Allah) tidak memberi engkau, maka ketiadaan pemberian adalah pemberian yang sebenarnya”
Mengenai latar belakang petuah itu, suatu ketika ada orang punya masalah punya rumah sempit, yang ia tempati bersama istri dan kedelapan anaknya. Rumahnya terasa sumpek, dan tak nyaman, sehingga mereka tak bahagia. Orang ini disarankan oleh teman Abu Nawas agar meminta pendapat Abu Nawas.
Setelah bertemu Abu Nawas dan bercerita masalahnya. Abu Nawas bertanya, apakah dia punya domba. Orang itu menjawab tidak punya, tapi mampu membelinya. Abu Nawas menyuruhnya membelinya, dan menempatkannya di dalam rumahnya.
Orang tersebut menurut saja. Melakukan apa yang diperintahkan Abu Nawas.
Setelah beberapa hari, ia menemui Abu Nawas dan mengeluh. Setelah tinggal bersama domba, rumahnya jadi tambah sesak, dan keadaan ia dan keluarganya jadj lebih buruk dari sebelumnya.
Mendengar itu, Abu Nawas menyuruhnya membeli beberapa unggas, dan ditempatkan di rumahnya pula. Ia menurut, tanpa bertanya, apalagi protes.
Beberapa hari kemudian orang tersebut datang ke Abu Nawas. Katanya, ia dan keluarganya semakin tidak betah dan tersiksa dengan rumah yang tambah terasa sempit karena ketambahan beberapa ekor unggas.
Abu Nawas memberi saran lagi agar orang tersebut membeli anak unta dan dipelihara di dalam rumah. Lagi-lagi ia menurut saja.
Setelah beberapa hari, ia nyamperin Abu Nawas dan berkata bahwa rumahnya sudah seperti neraka. Semuanya jadi lebih mengerikan dari pada hari-hari sebelumnya.
“Baiklah. Jika kalian sudah merasa tidak tahan, maka juallah anak unta itu,” kata Abu Nawas.
Beberapa hari kemudian Abu Nawas datang ke rumah orang tersebut, menanyakan kedaannya.
Orang itu menjawab, bahwa keadaanya lebih baik karena anak unta sudah tak tinggal bersama. Lalu Abu Nawas menyuruhnya menjual juga beberapa ekor unggasnya.
Setelah beberapa hari, Abu Nawas datang lagi ke rumahnya, menanyakan lagi keadaannya.
Ia pun menyatakan kepada Abu Nawas, bahwa keadaanya dan keluarganya jauh lebih menyenangkan karena unggas-unggas sudah tidak tinggal di rumah.
Lalu Abu Nawas meminta orang tersebut menjual dombanya. Beberapa hari kemudian Abu Nawas datang lagi ke rumahnya, seperti kedatangan sebelumnya, menanyakan keadaannya dan keluarganya.
Orang itu mengaku rumahnya terasa lebih luas. Ia dan keluarganya juga merasa lebih bahagia dari pada dulu. Ia pun berterima kasih kepada Abu Nawas.
“Sebenarnya batas sempit dan luas itu tertancap dalam pikiranmu. Kalau engkau selalu bersyukur atas nikmat dari Tuhan maka Tuhan akan mencabut kesempitan dalam hati dan pikiranmu,” kata Abu Nawas menjelaskan.
Sebelum pergi Abu Nawas bertanya, apakah ia sering berdoa. Orang tersebut mengiyakan.
Lalu Abu Nawas berkata:
“Ketahuilah bahwa doa seorang hamba tidak mesti diterima oleh Allah karena manakala Allah membuka pintu pemahaman kepada engkau ketika Dia tidak memberi engkau, maka ketiadaan pemberian itu merupakan pemberian yang sebenarnya.” (dikutip dari buku Kisah Seribu Satu Malam Abu Nawas Sang Penggeli Hati karya MB Rahimsyah)
Hakikat pemberian yang dijelaskan Abu Nawas di atas tampaknya juga ada kemiripan dengan hakikat pemberian yang disampaikan oleh Gus Dur.
Mengutip al-Hikam karya Syekh Athoillah al-Askandari, Gus Dur menyatakan bahwa al-man’u ainul atho, yang berarti pencegahan adalah pemberian yang terbaik.
Bagi Gus Dur, itulah pemberian yang terbaik. Justru kalau semua yang diminta itu diberi, namanya bukan pemberian, tapi nglulu (bahasa Jawa yang berarti memanjakan, atau bisa juga berarti sesukanya). “Di-lulu itu dicoba (dimanjakan sama dengan diuji), tapi justru dicegah itulah pemberian tertinggi,” kata Gus Dur.
Walaupun sering kali yang disampaikan Abu Nawas dan Gus Dur, adalah hal-hal serius dan sarat dengan pejalaran hidup, namun kedua tokoh tersebut dikenal lucu, dan punya cara sendiri dalam berdakwah atau mengajak kepada kebaikan.
Perihal lucunya Gus Dur, Ibu Sinta Nuriah istri Gus Dur di acara Kick Andy, ketika ditanya apa yang tak bisa ditiru oleh Gus Pur (peniru Gus Dur dalam sebuah acara tv) dari Gus Dur, menjawab bahwa yang tak bisa ditiru adalah humor-humor Gus Dur.
Apakah ada hubungan kuat antara Abu Nawas dan Gus Dur? Bisa jadi ada. Jangan-jangan lucunya Abu Nawas ini menurun ke Gus Dur? Mengingat Abu Nawas hidup beberapa abad sebelum Gus Dur, dan Gus Dur juga pernah menimba ilmu di tempat di mana Abu Nawas hidup.