Mukhammad Lutfi
Penulis Kolom

Alumnus Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Kisah Sufi Unik (30): Ibrahim al-Qirmisini Melanggar Perintah Gurunya

Ibrahim al-Qirmisini, nama aslinya Ibrahim bin Syaiban, memiliki kuniyah Abu Ishak. Sufi satu ini berteman dan berguru kepada Ibrahim al-Khawwash dan Abu Abdillah al-Maghribi. Al-Qirmisini di belakang namanya merujuk pada tempat di mana Ibrahim al-Qirmisini berasal, Qirmisin, dalam bahasa Persia dikenal dengan sebutan Kermanshah nama lainnya Bakhtaran dan juga Kermanshahan, terlatak 525 kilometer dari Teheran di bagian barat Iran.

Terkait tahun kematiannya ada perbedaan pendapat, Ibnu Mulkan berpendapat kematian Ibrahim al-Qirmisini di tahun 330 Hijriyah, sementara Ibnu al-‘Imad berpendapat tahun 337 Hijriyah, sementara Ibnu al-Jauzi berpendapat di tahun 348 Hijriyah. Wallahu A’lam.

Terkait dengan kisah uniknya, Ibrahim al-Qirmisini pernah suatu ketika melanggar perintah atau amalan dari gurunya. Perintah itu harus ia jalankan selama empat puluh tahun. Kejadian itu terjadi ketika Ibrahim al-Qirmisini berguru kepada Syaikh Abu Abdillah al-Maghribi. Begini kisahnya;

Semasa berguru kepada Syaikh Abu Abdillah al-Maghribi, Ibrahim al-Qirmisini mendapat perintah/amalan dari gurunya itu untuk tidak memakan makanan dari pemberian makhluk (manusia), tidak memanjangkan rambut dan kuku, dan tidak menginap pada tempat yang memiliki atap. Amalan itu harus Ibrahim al-Qirmisini jalankan selama empat puluh tahun.

Namun suatu hari saat Ibrahim al-Qirmisini berada di Syam, ia didatangi seseorang yang membawa semangkuk kacang adas. Ibrahim al-Qirmisini lalu memakan kacang adas pemberian orang tadi, dan lalu Ibrahim al-Qirmisini masuk ke sebuah pasar. Di dalam pasar Ibrahim al-Qirmisini melihat bejana tempat khamer/arak. Merasa diawasi oleh Ibrahim al-Qirmisini, si penjual khamer lantas bertanya kepada Ibrahim al-Qirmisini.

Baca juga:  Baba Tahir, Sufi Penyambung Aspirasi Rakyat

“Kenapa kau melihat khamer seperti itu?” tanya si tukang khamer.

“Aku berkewajiban untuk menumpahkan bejana khamer itu,” timpal Ibrahim al-Qirmisini.

Dengan penuh yakin, Ibrahim al-Qirmisini menumpahkan seluruh bejana tukang khamer itu. Si tukang khamer hanya melihat saja apa yang dilakukan Ibrahim al-Qirmisini, ia mengira Ibrahim al-Qirmisini melakukannya atas perintah raja. Seusai Ibrahim al-Qirmisini menumpahkan seluruh bejana khamer itu, si tukang khamer akhirnya tahu, kalau yang diperbuat Ibrahim al-Qirmisini adalah atas dasar kemauan sendiri, bukan atas perintah raja.

Mengetahui akan hal itu si tukang khamer lalu melapor kepada hakim dan meminta keadilan, singkat cerita Ibrahim al-Qirmisini dijatuhi hukuman cambuk sebanyak dua ratus kali, kemudian dipenjara. Setelah mendekam dipenjara, tiba-tiba gurunya, Abu Abdillah al-Maghribi, datang menjenguk Ibrahim al-Qirmisini. Atas pertolongan gurunya, Ibrahim al-Qirmisini lantas dibebaskan.

Sang guru lalu bertanya, “Bagaimana bisa kamu masuk ke tempat ini?”

“Dulu aku makan kacang adas pemberian orang, lalu aku masuk pasar dan menumpahkan bejana tukang khamer, lalu aku dicambuk dan dimasukkan penjara,” terang Ibrahim al-Qirmisini.

Merasa sang murid telah melanggar perintahnya dahulu, yaitu diantaranya larangan memakan makanan dari pemberian makhluk (manusia), sang guru lantas membebaskan Ibrahim al-Qirmisini dari perintah amalan yang pernah diijazahkan.

Baca juga:  Sabilus Salikin (104): Macam-macam Zikir Tarekat Histiyah (2)

“Kalau begitu pergilah, mulai saat ini engkau telah kubebaskan dari perintahku yang dulu pernah aku amanahkan kepadamu,” ucap sang guru, Abu Abdillah al-Maghribi.

Berikut quote sufistik dari Ibrahim al-Qirmisini;

اَلْمُـــتَعَطِّلُ مَنْ لَزِمَ الرُّخَصَ مُعْتَنِقًا لِلْمَلَاذِ وَالْمَــــلَاهِيْ وَأَخْلَى قَلْبَهُ مِنَ الخَوْفِ وَالْحَذَرِ، لِأَنَّ الخَوْفَ يَدْفَعُ عَنِ الشَّهَوَاتِ وَيَقْطَعُ عَنِ السُّلُوِّ وَالغَفَلَاتِ.

“Al-muta’atthilu man lazima-l-rukhosho mu’taniqon li-l-malaadzi wa-l-malaahi wa akhlaa qalbahu mina-l-khoufi wa-l-hadzari, li anna-l-khoufa yadfa’u ‘ani-l-syahawati wa yaqtha’u ‘ani-l-suluwwi wa-l-ghafalati.”

“Orang lalai adalah orang yang membiarkan dirinya terlena dalam kelezatan dan permainan sia-sia, ia juga menghilangkan rasa takut dan waspada: ketahuilah, sesungguhnya syahwat, lalai, dan alpa bisa dikendalikan dengan rasa takut dan waspada.”

Wallahu A’lam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top