Snounck Hurgronje terkabul keinginannya dapat pergi haji pada dasarnya berbekal proposal riset. Sebelumnya, dia telah berhasil menulis diserasi berjudul “Het Mekkaansche Feest” (Perayaan Mekkah) pada 1880, tapi belum pernah ke Mekkah. Proposal itu ia tulis sebagai tanggapan tulisan sarjana Belanda, Brooshooft, tentang politik haji yang dimuat di harian De Locomotief.
Brooshooft mengkhawatirkan peningkatan jumlah jamaah haji asal Indonesia yang meningkat setiap tahun. Di masa-masa itu jumlah haji asal Indonesia sudah mendekati angka 10.000 orang. Dikhawatirkan mereka terpengaruh perkembangan politik global yang memicu ketidaksenangan kepada pemerintah Hindia Belanda.
Dengan pendekatan teori strukturalisme, Brooshooft mengamati perkembangan politik global menjelang keruntuhan Turki Utsmani. Menurutnya, Kerajaan Turki Utsmani diperkirakan tidak lama lagi runtuh. Kejatuhan penguasa dunia Islam ini ditakuti akan membangkitkan gelombang fanatisme Islam hingga ke ujung batas benua Asia.
Sementara itu menurut Brooshooft di dunia Arab pada waktu itu juga sudah ada tanda-tanda kebangkitan gerakan puritanisme yang diusung ulama Syiria dan Wahabi. Hal ini dikhawatirkan akan menjangkiti jamaah haji asal Indonesia. Apalagi pada masa-masa itu sering terjadi pemberontakan di wilayah jajahan Hindia Belanda.
Dengan teori strukturalis-fungsionalisme, Brooshooft membuat hipotesis adanya kesamaan Islam Indonesia dengan Islam belahan dunia. Dia menganggap penghulu dan priyayi pangrehpraja yang berhaji menjadi bagian struktur sosial Islam dunia. Menurutnya penghulu-penghulu di belahan Nusantara adalah pranakan Arab yang akan ikut terusik dengan kondisi di Timur Tengah. Pertemuan mereka dengan sesame keturunan leluhur mereka di tanah suci akan menambah fanatisme mereka ketika pulang kembali ke daerah asalnya.
Snouck Hurgronje, setelah membaca tulisan Brooshooft ini, merasa penasaran dan ingin merespon tulisan pendahulunya itu. Apalagi dengan teori interaksionisme simbolik, Snouck Hurgronje telah banyak membaca proto-type kehidupan sosial dan adat-istiadat masyarakat Indonesia melalui tulisan-tulisan pendahulunya.
Dalam proposal risetnya Snouck Hurgronje ingin mementahkan 3 (tiga) hasil penelitian Brooshooft, yaitu Pertama, Bagi Snouck, Turki Utsmani tak ada hubungannya dengan kelangsungan beragama umat Islam di nusantara. Termasuk gerakan pan-Islamisme yang muncul saat itu. Menurut Snouck, jangankan di Indonesia, di Timur Tengah sendiri mereka bersaing satu dengan yang lain.
Kedua, Snouck tidak setuju dengan pandangan Brooshooft yang menyebut kebanyakan penghulu adalah keturunan Arab. Menurutnya penghulu adalah bagaikan seekor gagak putih (karena kebiasaan menggunakan jubah dan serban putih) yang di dalamnya hanya terdapat beberapa tetes darah Arab. Hampir semua penghulu adalah orang pribumi yang tidak punya kepentingan dengan dunia Arab.
Ketiga, Menurut Snouck sikap fanatisme beragama tidak berkembang di nusantara sebab masyarakatnya lebih bangga terhadap kebudayaanya. Kebanyakan yang menunaikan haji adalah para priyayi dan orang kaya yang ingin menyematkan serban di atas kepalanya supaya lebih dihormati masyarakat.
Proposal ini lalu diajukan Snouck Hurgronje kepada menteri negeri jajahan Belanda, J.P. Sprenger van Eyck, dan diterima. Surat dokumen Snouck lalu dikirimkan kepada Konsulat Jenderal Belanda di Jeddah yang ditampuk oleh J.A. Kruijt. Kemudian dia diberikan ijin dan rekomendasi untuk berangkat ke Jeddah pada 1884 dengan misi menyelidiki jamaah haji asal daerah jajahan Belanda.