Di Pasuruan ada seorang kiai yang bernama Abdul Hamid. Orang-orang biasa memanggilnya Mbah Hamid Pasuruan.
Suatu ketika, ada seorang pengusaha bernama Sukir kepingin sowan ke Mbah Hamid yang dikenal sebagai kiai yang mempunyai kebijaksanaan. Bahkan, dipercaya orang sebagai waliuyullah, kekasih Allah. Kepada kawan yang berbaik hati ingin mengantarkan Sukir ke Pasuruan, dia bertanya:
“Biasanya kalau sowan Mbah Hamid perlu memberi ‘salam tempel’ apa tidak?”
Kawannya pun menjawab: “Kadang ya, kadang juga tidak.”
Merasa belum puas, sang pengusaha pun kembali bertanya:
“Kalau memberi salam tempel, berapa kira-kira?”
“Saya tidak tahu, karena saya sendiri tidak pernah memberi salam tempel. Malah kiai sendiri yang memberi tamunya sesuatu,” jelas kawannya panjang lebar.
Akhirnya, Sukir memutuskan untuk memberi salam tempel. Hanya saja, dia bingung berapa kira-kira pantasnya. Maka, diambil uang sepuluh ribu, lalu dimasukkan dalam amplop dan ditutup rapat-rapat. Pikirnya, kalau nanti banyak orang, sementara uang yang diberikannya itu kurang, kan tidak ketahuan kalau itu dari saya.
Begitu bertemu kiai kharismatik itu, Sukir bersalaman sambil menyelipkan amplop di tangannya.
Tanpa disangka, Kiai Hamid berkata: Salam Tempel Kiai Abdul Hamid Pasuruan
“Sepuluh ribu juga boleh…” kata Kiai Hamid datar-datar saja.
Sukir, sang pengusaha kita kontak mengeluarkan keringat dingin karena merasa tertebak isi amplopnya. (Sumber: TawaShow di Pesantren oleh Akhmad Fikri AF)