
Rangkaian ibadah haji tahun 2025 atau 1446H sudah dimulai. Kegembiraan para jamaah haji sudah lalu lalang nampak hampir di semua kanal berita. Asrama haji pun sudah mulai diramaikan oleh silih bergantinya jamaah haji yang transit sebelum diberangkatkan ke tanah suci.
Jutaan jamaah haji datang ke tanah suci dengan tujuan yang sama, yakni pulang membawa predikat mabrur. Masing masing datang harus terpenuhi syarat wajib yang disebut istitho’ah. Yakni kemampuan dalam menjalankan rangkaian ibadah haji, baik mampu materi fikih haji, materi ongkos berhaji, maupun materi ketahanan mental dan fisik.
Jutaan jamaah yang berasal dari multi negara, etnik, budaya, dan usia berkumpul menjadi satu dengan disertai oleh panasnya iklim di tanah suci, menjadikan syarat wajib akan kemampuan mental dan fisik adalah mutlak dihadirkan. Perlu dilakukan pengelolaan akan resiko yang bisa saja terjadi.
Pengelolaan risiko itu dihadirkan oleh pengelola haji negara masing masing. Jika dalam konteks penyelenggara haji di Indonesia, salah satu caranya adalah dengan membuat sistem pengelolaan berbasis manajemen kelompok. Risiko itu tidak mungkin bisa dimitigasi sendiri oleh masing masing jamaah.
Struktur kelompok dibuat mulai dari kloter yang terdiri dari beberapa rombongan, dan dipecah lebih kecil lagi dalam bentuk regu. Kloter yang terdiri dari 350-400 jamaah haji yang diberangkatkan dalam 1 pesawat terdiri dari 10 rombongan dan masing masing rombongan terdiri dari 4 regu yang beranggotakan sekitar 10 jamaah.
Kloter yang dikomandani oleh ketua kloter yang ditunjuk oleh penyelenggara haji di level embarkasi. Ketua kloter ini membawa petugas haji lain yang terdiri dari tenaga medis dan pembimbing haji. Petugas haji disaring secara ketat oleh penyelenggara haji Indonesia, dalam hal ini Kementerian Agama.
Ketua kloter dibantu oleh Ketua Rombongan yang biasanya disebut Karom dan Ketua Regu. Karom dan Karu diambil murni dari perwakilan jamaah yang ditunjuk oleh anggota jamaah yang ada di dalam kloter tersebut.
Karom, Karu, dan anggota rombongan biasanya adalah sesama anggota kelompok bimbingan haji yang sebelumnya sudah sering beretemu paling tidak seminggu sekali untuk mengikuti kegiatan pembekalan atau lazim disebut sebagai manasik haji.
Setelah pembentukan rombongan dan regu, biasanya akan dilanjut dengan kegiatan ekstra manasik yang berupa kumpul kumpul bergiliran di masing masing rumah jamaah atau dengan berolahraga bersama yang ditujukan untuk melatih kemampuan fisik jamaah. Beragam kegiatan ini bertujuan agar kebersamaan terjalin diantara jamaah.
Kebersamaan ini sangat penting dikarenakan selama 40 hari jamaah ini berinterksi sangat intensif. Sebelumnya tidak mengenal satu sama lain, tapi ketika berada di tanah suci mereka harus saling perduli karena beragamnya kondisi kesiapan masing masing jamaah.
Penulis memiliki pengalaman sebagai ketua rombongan, saat pelaksanaan haji tahun 2023. Dengan 40 anggota jamah haji yang 60% masuk dalam kategori Risti (resiko tinggi), baik lansia atau sedang sakit. Dimana organisasi kelompok yang dibuat dari kloter hingga regu sangat membantu mengorganisir pelaksanaan ibadah haji secara keseluruhan.
Pengaturan akomodasi, konsumsi, rangkaian ibadah haji, Ibadah sunnah, atau kegiatan yang bersifat kreatif sangat terbantu dengan adanya organisasi kelompok ini. Bisa dibayangkan dengan waktu tinggal 40 hari dan jutaan jamaah yang hadir, jika masing masing menjalankan aktivitas secara individu, maka jelas akan menciptakan kekacauan yang tak terbayangkan. Kekompakan Ketua Kloter, Karom, dan Karu sangat dibutuhkan untuk mengorganisir hal hal yang menurut penulis sangat krusial untuk dipersiapkan.
Dalam hal akomodasi, pembagian bed tidur saat mabit di Mina , dimana jumlah jamaah bisa 1,5 kali dari luasan tenda. Artinya 2 tempat tidur harus dibagi untuk 3 orang jamaah. Jika tidak sigap mengatur ini, maka perselisihan akan besar terjadi. Belum ditambah dengan hawa panas dengan rata rata 45 derajat dan antrian penggunaan kamar mandi.
Dalam hal konsumsi baik di hotel Mekkah, Madina, atau saat di Armusna (Arofah, Musdalifah, dan Mina) pengaturan pengambilan konsumsi di pusat pembagian harus diorganisir dengan rapi. Model 4:4 penulis terapkan dalam hal ini. Artinya setiap 4 hari sekali masing masing regu dan anggota laki laki secara bergiliran mengambil konsumsi untuk dibagikan ke seluruh jamaah. Sehingga selama 40 hari terjadi 10 kali giliran dalam mengamankan konsumsi.
Kesiagaan dan kesigapan Karom dan Karu juga diperlukan saat pelaksanan umroh wajib maupun haji. Saat umroh wajib menjadi titik permulaan yang harus dijaga. Apalagi bagi jamaah yang datang di gelombang dua. Dimana pendaratan langsung menuju Mekkah dan beberapa saat setelah mendarat harus melakukan umroh wajib, karena ihram harus juga dilepas segera.
Saat itu kondisi jamaah masih dalam kondisi jet lack dan bagi yang baru pertama ke Masjidil Haram pasti akan terserang kebingungan yang mendalam. Fokuskan pada Jamaah Risti, jangan sampai terlepas dari kerumunan rombongan saat melakukan thawaf dan sa’i. Pengalaman penulis pernah kehilangan pasangan jamaah lansia saat akan sa’i. Hampir 4 jam kemudian baru bisa ketemukan.
Saat di Armusna, proses yang sangat kritikal adalah setelah mabit di Musdalifah dan menuju ke Mina. Tumpukan jamaah dari seluruh dunia harus menunggu jemputan bus di titik kumpul masing masing negara dan kloter. Tidak jarang saat matahari sudah meninggi, jamaah belum semua terangkut. Di Musdalifah tidak disediakan tenda, sehingga persiapan konsumsi dan kesigapan sangatlah diperlukan.
Saat proses Jumroh kekuatan fisik jamaah harus benar benar dipantau. Berjalan dari tenda ke Jamarat bisa mencapai 10 km pulang pergi. Ada resiko menumpuk di sepanjang lorong jalan dan di jamarat itu sendiri. Resiko penumpukan inilah yang beberapa kali menyebabkan peristiwa meninggalnya jamaah haji di beberapa waktu sebelumnya.
Dari hal hal yang krusial di atas, selebihnya peran organisasi kelompok kecil ini adalah memantau dan memastikan jamaah dalam kondisi sehat. Dan tentu, diperlukan bekal kesabaran dan kesiapan fisik bagi jamaah yang mendapatkan amanah dalam struktur organisasi kelompok ini. Selain memastikan dirinya siap dan mampu juga harus ekstra memperhatikan jamaah lain.
Semoga para jamaah haji bisa melaksanakan semua rangkaian ibadah dengan khusyuk, sehat, dan kembali dengan haji mabrur. Aamiin.