Sedang Membaca
Kumpulan 40 Hadis untuk Calon Ulama
Amin Nurhakim
Penulis Kolom

Mahasantri di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, Tangerang Selatan. Peserta program Micro Credential (2024) Chicago, Amerika Serikat, Beasiswa non-Degree Dana Abadi Pesantren Kementrian Agama (Kemenag) berkolaborasi dengan LPDP dan Lembaga Pendidikan di Chicago selama dua bulan.

Kumpulan 40 Hadis untuk Calon Ulama

80738757 1292038130976079 3632669135499952128 O

Perkembangan ilmu hadis kian hari mengalami pasang surut seiring berjalannya zaman. Entah dari sisi dirayah maupun riwayah. Tradisi menghimpun hadis pun demikian, melirik era kontemporer, hadis-hadis dihimpun secara tematis, tidak jarang dihimpun sesuai kebutuhan. Contohnya?

Contohnya himpunan hadis-hadis tentang salat, puasa, akidah, puasa hingga kepada perihal pendidikan, pekerjaan dan lain-lain. Ada cara unik yang dikembangkan ulama dalam menghimpun hadis-hadis tersebut. Biasanya para ulama menghimpun hadis dengan jumlah-jumlah tertentu, salah satunya adalah dengan jumlah 40 hadis, atau akrab disebut dalam bahasa Arab: Arba’īn.

Dengan model himpunan 40 hadis, kita sangat akrab dengan karya Imam an-Nawawi, Arba’īn al-Nawawī.  Karya Imam an-Nawawi banyak sekali dikaji di pondok pesantren. Karya ini sangat “merakyat” sehingga sering kita dapati banyak masjid di Indonesia, bahkan dunia yang mengadakan kajian Arba’in.

Hadis-hadis dalam Arbaîn Nawawiyah adalah landasan dalam agama Islam. Sebagian ulama berpendapat bahwa ajaran Islam, atau setengahnya, atau sepertiganya berlandaskan pada hadis-hadis dalam kitab ini. (Imam an-Nawawi, al-Arba’în an-Nawawiyah, Beirut: Dar el-Minhaj, cetakan pertama, 2009, h. 44).

Mengulik sejarahnya, an-Nawawi termotivasi dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh beberapa sahabat, yaitu: Imam Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, Abu Darda, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Abu Hurairah, dan Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhum, dari banyak jalur riwayat yang berbeda-beda:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “من حفظ على أمتي أربعين حديثاً من أمر دينها بعثه الله يوم القيامة في زمرة الفقهاء والعلماء” وفي رواية: “بعثه الله فقيها عالما،” وفي رواية أبي الدرداء: “وكنت له يوم القيامة شافعا وشهيدا”. وفي رواية ابن مسعود: قيل له: “ادخل من أي أبوب الجنة شئت” وفي رواية ابن عمر “كُتِب في زمرة العلماء وحشر في زمرة الشهداء”

Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa pun di antara umatku yang menghafal empat puluh hadits terkait perkara agamanya, maka Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat bersama golongan fuqaha dan ulama.” Dalam riwayat lain: “Allah akan membangkitkannya sebagai seorang yang faqih dan ‘alim.” Dalam riwayat Abu ad-Dardâ: “Maka aku menjadi penolong dan saksi baginya pada hari kiamat nanti.” Dalam riwayat Ibnu Mas’ud: “Dikatakan kepadanya: masuklah kau ke surga melalui pintu mana saja yang kamu kehendaki.” Dalam riwayat Ibnu Umar: “Dia dicatat sebagai golongan ulama dan dikumpulkan pada golongan orang-orang yang syahid.”

Baca juga:  Keindahan Salat Malam Ramadan

Imam Nawawi sendiri menyadari bahwa hadis yang dijadikan landasan berstatus dha’if (lemah), kendati diriwayatkan dari banyak jalur. Namun jika melihat persyaratan hadis dha’if yang dapat dijadikan landasan, maka hadis ini masih dapat dijadikan dalil terkait perihal keutamaan-keutamaan (fadhâil al-a’mâl) selama itu tidak parah dha’ifnya (Dr. Mahmûd at-Thahhân, Taysîr Mushthalah al-Hadīts, Toko Kitab al-Hidayah, Surabaya, h. 66).

Perlu dicatat bahwa tradisi menghimpun hadis dengan jumlah 40 bukan dipelopori oleh Imam an-Nawawi sendiri, beliau mengikuti metode ulama sebelumnya. Sebagaimana dituturkan dalam mukadimah kitabnya. Di antara para ulama yang menyusun kitab serupa adalah Abdullah bin Mubarak, Muhammad bin Aslam ath-Thûsi, Hasan bin Sufyan an-Nasâ’i, Abu Bakr Al-Ajiri, Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim al-Ashfihani, Dâruquthni, al-Hâkim, Abu Nu’aim, Abu Abdurrahman as-Sulami, Abu Sa’îd Al-Mâlîni, Abu Utsman Ash-Shâbûni, Abdullah bin Muhammad al-Anshâri, al-Baihaqi, dan masih banyak yang lainnya.

Seiring berkembangnya masa, tradisi menghimpun hadis kian banyak, bahkan hingga merambat ke Nusantara. Misalnya, Syekh Muhammad Mahfudz al-Tarmasi, menyusun kitab Arba’īn yang diberi judul Al-Minhah al-Khairiyah fī Arba’īn hadītsan min Ahādīts Khair al-Bariyah, Syekh Yasin al-Fadani menyusun Arba’in yang diberi judul Al-Arba’un al-Buldaniyah Arba’una Haditsan ‘An Arba’in Syaikhan min Arba’in Baladan dan masih ada beberapa lagi ulama Nusantara yang menyusun hal demikian.

40 Hadis Pengader Ulama, Kumpulan Hadis Bagi Calon Ulama

Baca juga:  Indonesia yang Perlu Terus Dibaca

Adalah Dr. Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah, MA.Hum., salah seorang alumnus sekaligus pengajar di Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, menyusun sebuah buku yang menghimpun 40 hadis, buku ini diberi nama “40 Hadis Pengader Ulama.”

Hal yang menginspirasi penulisan buku ini adalah tradisi periwayatan yang dilakukan oleh para perawi hadis. Tradisi ini saat ini kian terabaikan, tidak banyak yang berminat melakukan dan mengkaji periwayatan hadis. Dengan melintasi lorong waktu peradaban ilmiah Islam periode awal, periode sahabat Nabi setelah sepeninggal beliau. Bagaimana mereka meriwayatkan hadis? Apakah meriwayatkan hadis merupakan pekerjaan yang sulit dan butuh kefokusan serta keahlian khusus? Ternyata betul. Meriwayatkan hadis bukanlah hal yang mudah.

Adapun mendengar, menghafal, dan mempelajari hadis, bolehlah dikatakan mudah. Namun, meriwayatkan atau menyampaikannya kembali seperti saat mendengar dan saat belajar dahulu, itulah yang tersulit. Karena itu, sangat wajar bila kemudian sayyidina Abu Bakar, sayyidina Umar, sayyidina Utsman, dan sayyidina Ali, meski sebagai sahabat-sahabat terdekat, terlama dan terintens dalam berinteraksi dengan Nabi, namun kenyataannya riwayatnya tidak sebanyak sayyidina Abu Hurairah yang hanya intensif bersama Nabi selama selama tiga tahunan. Bukan karena kelemahan beliau-beliau untuk mengingatnya, namun lebih karena kefokusan perhatian beliau-beliau yang lebih besar untuk urusan kemaslahatan, hajat dan keberlangsungan hidup umat.

Terkait proses mengingat hadis dan meriwayatkannya sebagaimana disebutkan diatas, buku ini pada asalnya adalah himpunan 40 lebih hadis yang sering diucapkan oleh Kiai Ali Mustafa Yaqub ketika mengajar hadis di pesantren yang didirikannya, Darus-Sunnah. Sebenarnya jumlahnya tidak hanya 40 lebih, namun lebih banyak dari itu. Lagi-lagi proses mengingat hadis dan meriwayatkannya adalah hal yang sulit. Bukan hadis itu sendiri yang sulit dihafal, akan tetapi proses riwayat bukan sekedar melontarkan hafalan saja, ia membutuhkan kemampuan menyampaikannya sebagaimana dahulu hadis itu dibawakan.

Selain itu, buku ini disusun untuk mengenang kebaikan-kebaikan Kiai Ali Mustafa, sebab mengingat kebaikan orang yang sudah meninggal adalah ajaran Nabi Muhammad saw. Rasulullah pernah bersabda:

Baca juga:  Berfilsafat dengan Cara Sederhana

اذْكُرُوا مَحَاسِنَ مَوْتَاكُمْ وَكُفُّوا عَنْ مَسَاوِيهِم

Ingatlah kebaikan-kebaikan orang yang telah mati, dan hindarilah menyebut cela mereka. (HR Abu Daud dan Tirmidzi dari Ibnu ‘Umar).

Dengan adanya buku ini, penulis ingin membuktikan bahwa proses periwayatan hadis adalah kegiatan yang menyenangkan, namun untuk menjadi periwayat ulung seperti sayyidina Abu Hurairah tentulah diraih dengan usaha yang keras. Disini ditekankan bahwa ilmu riwayah sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya, tidak cukup dilihat dan diamati dari luar, melainkan harus dinikmati dan diresapi dari dalam juga.

Kemudian terkait nama buku ini, 40 Hadis Pengader Ulama adalah merujuk kepada dasar cita-cita yang ditekankan oleh Kiai Ali Mustafa Yaqub ketika membangun Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, yaitu membangun karakter ulama pada seorang santri sejak dini.

Buku ini cocok sekali dibaca oleh kalangan santri, juga layak dikaji diinstitusi pengaderan ulama, karena hadis-hadis di dalamnya berkaitan dengan dasar-dasar pembentukan karakter seorang ulama. Misalnya hadis tentang Muadz bin Jabal yang mengimami salat kemudian membaca surat yang panjang hingga menuai protes.

يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ

Wahai Muadz, apakah kamu pemfitnah?!”

Hadis diatas adalah panduan bagi seorang ulama untuk dirinya sendiri ketika menjadi imam salat, atau untuk diajarkan kepada orang lain, supaya tidak berlama-lama ketika menjadi imam salat, karena jamaah memiliki urusan dan kelemahan yang tidak diketahui imam.

Kendati demikian, buku ini kurang memuaskan bagi para pembaca yang menyukai sisi analisis dari hadis itu sendiri, karena tidak banyak catatan dari setiap hadisnya melainkan sedikit.

Judul Buku : 40 Hadis Pengader Ulama

Penulis : Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah, MA. Hum.

Penerbit : Maktabah Darus-Sunnah

Halaman : xxii + 144 halaman

ISBN : 978-623-7197-07-2

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top