Sedang Membaca
Kiai Ghazalie Masroeri yang Saya Kenal: dari Perkara Tidur hingga Terima Uang
Khairur Razi
Penulis Kolom

Staf Lembaga Falakiyah PBNU. Alumni UIN Walisongo Semarang Program Ilmu Falak.

Kiai Ghazalie Masroeri yang Saya Kenal: dari Perkara Tidur hingga Terima Uang

1 A Achmad Gjazali Masruri

Kebanyakan orang mengenal Kiai Achmad Ghazalie Masroeri hanya sebagai pakar atau ahli ilmu falak, padahal beliau juga ahli dalam ilmu fikih. Hal ini sering dijumpai dalam kahati-hatian beliau dalam hal kesucian tempat, pakaian dan lain-lain.

Awal saya mengabdikan diri di PBNU khususnya di Lembaga Falakiyah, pernah dalam obrolan santai di kantor LFPBNU, beliau menanyakan saya kamu tidurnya gimana di sini?

Sebelumnya perlu diketahui saya tidur dan tinggal di kantor LFPBNU sejak awal ngabdi 2014 sampai 2019. Alhamdulillah sekarang sudah mampu untuk ngontrak rumah, walaupun bareng temen-temen.

Kembali kepertanyaan beliau, saya jawab kalau saya tidur di kantor pakai alas.

“Alas apa?” tanyanya.

Saya menjawab, “Kadang sarung, selimut, bahkan pernah juga menggunakan x banner yang jika masih baru baunya gak enak dan jika sudah lama kotorannya susah hilang. Di sini banyak X banner, Kiai.”

Beliau pun berujar, “Oh gitu.. Nanti beli kasur tipis. Dan yang jelas harus dipastikan suci. Banyak karpet di sini (PBNU), tapi belum pasti suci juga.”

Saya jawab, “Inggih Kiai..”

“Kamu ini kok kayak orang Jawa, bisa inggih?” Saya katakan, “Bahasa di Kalimantan juga pakai inggih, Kiai.” Saya meneruskan, “Walau terkadang kalau sudah capek, lupa menggelar alas, akhirnya tidur aja..”

Baca juga:  Dai Perlu Berperan Strategis dalam Pemberantasan Korupsi

“Berbakat jadi wali kamu,” kata Kiai Ghazali. Kami tertawa bersama-sama.

Kesucian kamar mandi, setiap ketoilet, pertama kali yang selalu beliau tanyakan adalah toiletnya. “Toilet kering nngak, hati-hati jangan sampai kena celana saya. Untuk berjaga beliau selalu membawa sarung). Bahkan jika beliau diundang oleh pemerintah yang mengharuskan tidur di hotel, hampir dipastikan beliau selalu menyiapkan dua pasang sandal yang dibawa dari rumah, satu pasang di taroh di kamar mandi, satu lagi untuk di luar kamar mandi menuju ke tempat sholat atau ke kasur. Kebiasaan ini juga tak terkecuali untuk acara-acara besar NU yang beliau hadiri.

Hal ini juga berlaku untuk di rumah beliau, setiap kali saya ke rumah beliau, dan mau ke kamar mandi selalu diingatkan untuk menggunakan sandal dan pintunya ditutup agar tidak kecipratan.

Dalam hal salat, Waktu beliau di kantor LF PBNU, salatnya harus menggunakan kursi dan harus di dalam kantor, pasti beliau meminta sejadah untuk menjadi alasnya.

Selain itu beliau juga tidak berkenan menerima apapun dari orang lain, jika itu tidak jelas asalnya.

Pernah menurut cerita kejadian, sebelum saya di LFPBNU, ada orang memberikan bantuan kepada beliau berupa uang yang ditujukan untuk pribadi. Maksud dari si pemberi buat pembiyaan beliau. Di antarlah uang tersebut melalui salah satu pegawai di PBNU yang kebetulan dekat dengan rumah Kiai Ghazali. Sesampai di rumah, mau diserahkan, beliaupun tanya:

Baca juga:  Proyek Keislaman Zaman Orba, dari Politik Memilih Menteri Agama hingga Rektor IAIN

“Apa ini?”

“Titipan dari ‘pulan’ Kiai?”

“Dari mana, untuk apa, dan siapa?”

Jawab si pengantar, “Saya tidak tahu Kiai, hanya disuruh mengantarkan saja ke Kiai..”

Beliau meminta dengan halus: “Tolong sana bawa pulang lagi, dan kembalikan. Saya berterima kasih saja..”

Begitulah Kiai Ghazali, tampak keras. Tapi sikapnya adalah prinsip hidupnya. Mulai dari tempat tidur, tempat sesuci, hingga soal uang, sikapnya adalah sama: hati-hati. Sering kali yang mengikuti, seperti saya, geleng-geleng kepala, bahkan awal-awal saya sering bersamanya, tak jarang merasa “kesal”. Namun di kemudian hari, saya tidak hanya memaklumi, namun juga pelan-pelan belajar dan mengatakan, itulah kebenaran. Wudu harus ketat, uang juga harus ketat. Kiai Ghazali tidak ambigu.

Dalam hal ilmu fikih, beliau banyak dipengaruhi oleh paman beliau sendiri, yaitu KH. Rodli Sholeh, pernah menjabat sebagai wakil Rais Aam masa kepemimpinan KH. Ahmad Shiddiq. Sedangkan Kiai Ghazalie menjadi katib, saat katib amnya KH. Hamid Wijaya. Menurut penuturan Yai Ghazalie, begitu saya memanggilnya, Kiai Rodli Sholeh adalah ahli fikihnya PBNU pada masa itu, karena setiap harinya beliau tidak lepas dari mutalaah kitab.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top