Sedang Membaca
Kisah Sumbangsih Kristen saat Pemugaran Kakbah
Nur Ahmad
Penulis Kolom

Alumus Master’s Vrije Universiteit Amsterdam dan Dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Walisongo, Semarang.

Kisah Sumbangsih Kristen saat Pemugaran Kakbah

Ketika itu, usia Nabi Muhammad SAW 35 tahun. Perang Fijar telah berlalu lima belas tahun sebelumnya. Sayidina Ali telah berada di rumah tangga sang rasul karena ayahnya telah wafat.

Orang-orang Quraish memutuskan untuk memugar Kakbah. Pencurian baru saja terjadi pada harta simpanan di dalam Baitullah. Hal tidak beradab ini dinilai terjadi karena kondisi Rumah Tuhan ini yang terbuka. Tinggi bangunan suci tersebut hanya sak pengadek seseorang. Terlebih lagi tidak ada atap yang menutupinya. Mudah saja seorang masuk dan mencuri.

Kisah ini cukup termashur di telinga umat yang moderat lagi mengesakan Allah ini. Kisah menggambarkan sifat jujur sang Nabi yang karenanya disetujui untuk menjadi hakim di akhir proses pembangunan; beliau menentukan siapa yang berhak mengembalikan “Batu Mulia Hitam” ke tempatnya semula. Namun saya hendak menyebutkan sisi lain dari pembangunan ini.

Dalam kitab Sirah Ibnu Ishaq (juz 1, h 104) dikisahkan bahwa pembangunan ini melibatkan orang-orang dari identitas daerah dan agama yang berbeda.

Kayu yang digunakan untuk membangun atap Baitullah berasal dari kapal seorang Yunani yang terdampar di Jedah. Sedangkan tukang kayunya adalah seorang pemeluk Kristen Koptik.

Lebih lengkapnya Ibnu Ishaq menulis:

ﻭﻛﺎﻥ اﻟﺒﺤﺮ ﻗﺪ ﺭﻣﻰ ﺑﺴﻔﻴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺟﺪﺓ ﻟﺮﺟﻞ ﻣﻦ اﻟﺮﻭﻡ ﻓﺘﺤﻄﻤﺖ، ﻓﺄﺧﺬﻭا ﺧﺸﺒﻬﺎ ﻓﺄﻋﺪﻭﻩ ﻟﺴﻘﻔﻬﺎ، ﻭﻛﺎﻥ ﺑﻤﻜﺔ ﺭﺟﻞ ﻗﺒﻄﻲ ﻧﺠﺎﺭ، ﻓﺘﻬﻴﺄ ﻟﻬﻢ ﻓﻲ ﺃﻧﻔﺴﻬﻢ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﻣﺎ ﻳﺼﻠﺤﻬﺎ.

Baca juga:  Kisah Umar bin Khattab Menghadapi Pengkhianat

“Laut telah melemparkan hingga rusak sebuah kapal milik seorang dari Yunani ke Jedah. Kaum Quraish mengambil kayu-kayunya untuk membangun atap Kakbah. Di Makkah pada waktu itu tinggal seorang Kristen Koptik, sang tukang kayu. Dia mendermakan dirinya untuk membantu pembangunan Kakbah.”

Hal yang menarik yang jarang disorot adalah keterlibatan orang-orang “asing” pada pembangunan tempat paling suci bagi orang-orang Quraish waktu itu. Saking sucinya, mereka selalu berusaha mencari petunjuk langit bahwa pemugaran ini diridai.

Pada waktu pembangunan akan dimulai keluar dari sumur Kakbah. “Tuhan tampaknya tidak rela” begitu kira-kira yakin mereka. Namun satu hari, Allah mengirim seekor burung, yang orang-orang Arab tidak tahu namanya, untuk memangsa ular tersebut. “Tuhan sekarang telah rela”.

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa tangan seorang Kristen Koptik ikut memugar Kakbah.

Ikut berbuat baik kepada Rumah Tuhan. Kayu-kayu dari Barat menjadi penutup Rumah Tuhan yang pertama kali dibangun untuk manusia ini.

Ketertutupan pada ajaran kesetaraan dan kepicikan atas akses kekuasaan menjadi cap bagi Quraish memang nyata. Benar adanya. Namun, bukan berarti semua aspek kehidupan mereka buruk adanya, sebagaimana diyakini banyak orang. Di sini keterbukaan pada kebudayaan dan agama yang berbeda untuk bersama membangun Rumah Tuhan, mereka lakukan. Ide tentang “originalitas” sempit dan identitas tertutup tidak nampak.

Baca juga:  Gus Dur, Kiai Maimoen, dan Sejarah Fakfak-Papua

Kosmopolit, bisa disebut, semacam ini yang menjadi pondasi bagi pembangunan peradaban diteruskan di masa Islam. Dengan pedoman al-hikmah dhallatul mukmin, kebenaran dari mana pun sumbernya adalah barang yang harus dicari seorang Mukmin, kitab-kitab Yunani diterjemahkan Di masa Al-Makmun; hikmah-hikmah yang telah ada di Jawa diterjemahkan dalam bingkai Islam di masa para Wali dan diteruskan oleh ulama kita; uluran bantuan dari seorang Kristen Koptik diterima untuk membangun bersama Rumah Tuhan yang sedang rusak.

“Rumah Tuhan” hari ini juga sedang dirusak oleh ide modernisme dan isme-isme lain yang umumnya lahir di Barat. Kita jelas perlu sekali lagi bersama-sama membangun Rumah Tuhan ini. Bukan? Wallahu a’lam (atk)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0

Ketika Masjid Digembok

Lihat Komentar (2)
  • Darimana bisa diambil kesimpulan bahwa قبطي
    yg dimaksud Ibnu Ishaq tadi seorang Kristen Koptik?
    Bukankah قبطي sendiri pada dasarnya adalah istilah Bahasa Rum untuk mengungkapkan orang-orang yg tinggal menetap di Kota Mesir. Sedangkan pemahaman قبطي sebagai istilah penduduk kristen koptik di wilayah Mesir itu baru muncul jauh setelah masa Ibnu Ishaq, pemilik tulisan yg pengertiannya anda giring pada konteks yg berbeda.?

  • mohon maaf suhu sebelumnya, karena telah lancang.
    Bagaimana dengan kalimat ini

    Ketika itu, usia Nabi Muhammad SAW 35 tahun. Perang Fijar telah berlalu lima belas tahun sebelumnya. Sayidina Ali telah berada di rumah tangga sang rasul karena ayahnya telah wafat.

    Ayah sayyidina Ali adalah abi tholib. Berarti abi tholib telah wafat pada waktu itu (pada waktu nabi berumur 35 tahun).
    Mohon klasifikasi kebenarannya suhu

Komentari

Scroll To Top