“Ya Allah, Jika laut tidak mencegahku, maka aku akan berlari kencang untuk selamanya menegakkan imankudan memerangi orang-orang yang tidak mempercayai-Mu.”
Konon ini adalah kata-kata Uqbah bin Nafi, panglima perang dinasti Umayyah ketika sampai pantai Atlantik. Menurut kisah daerah itulah itulah Uqbah membangun kamp pertahanan yang kemudian menjadi kota masyhur sebagai sebuah kota yang bernama Qoirawan atau Kairouan. Kota ini menjadi arus utama peradaban di Afrika dengan banyak peninggalan arsitektur hingga intelektual yang luas biasa. Kini Qoirawan menjadi salah satu bagian dari negeri Tunisia salah satu kota warisan dunia pilihan Badan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa atau UNESCO.
Qoirawan berasal dari bahasa dari bahasa Persia yang bisa diartaikan sebagai kamp. Kota ini didirikan oleh Uqbah bi Nafi pada tahun 670 H. Sejarah mencata pula pada abad ke 7, Qoirawan menjadi ibukota Magrib atau Afrika Utara yang memerintah lima negara yaitu Tripolitania, Tunisia, Aljazair, Magrib al Aqsa(Maroko) dan Andalusia (Spanyol). Qoirawan sering dijuluki kota futuhat atau pusat ekspansi dan Islamisasi di wilayah Afrika. Beberapa futuhat atau penaklukan dimulai dari kota ini. Diantaranya yang dikenal adalah penaklukan oleh Abdul Muhajir yang ketika merebut kota Elba di Italia dari tangan Byantizum. Panglima Musa bin Nusair yang berhasil merebut Andalusia di Spanyoldimulai dari kota ini. Tidak hanya itu, sebuah misi Islamisasi yang bernama “Misi Sepuluh Ulama” berhasil mengajak orang Barbar menerima Islam. Dalam catatan sejarah orang-orang Barbar itu turut serta membawa Islam ke Spanyol.
Kota ini Qoirawan digunakaan oleh beberapa Dinasti Islam sebagai pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan. Dinasti Umayyah, Dinastih Abbsyiyah, Dinasti Aghlabiyah, Dinasti Fatimiyah, Dinasti al Muwahiddun hingga kekuasan daulam al-Marina menjadikan Qoirawan kota yang diperhitungakan dalam sejerah dunia. Qairawan adalah dikenal juga sebagai kota multikultur karena penduduknya terdiri dari berbagai suku bangsa seperti Afrika, Arab, Qibt, Romawi, Barbar dan lain sebagainya.
Dalam sejarah Islam, Qoirawan mempunya arti yang penting. Pertama, sebagai benteng kota dan pusat perjuangan umat Islam. Kedua, sebagai pusat futuhat Islam dan Islamisasi Afrika. Ketiga, sebagai pusat kebudayaan dan keilmuwan Islam.
Sebagai kota ilmu pengetahuan kota ini banyak mencetak beberapa ulama besar. Selain dari itu berdiri sebuah Univeritas Qoirawan yang masyhur kala itu. Univeritas ini mencapai zaman keemasannya pada abad 12 hingga 15 dibawah Dinasti al Muwahiddun dan Daulah al Marina. Pada masa jayanya beberapa nama besar ilmuwan pernah menjadi guru atau belajar di sana, diantaranya nama nama tersebut tercatat Ibnu Khaldun, Ibnu Khatib, Ibnu Hazmi, Ibnu Bajah hingga Ibnu Arabi pernah singgah di Qoirawan. Selain itu ada juga Imam Suhnun bin Malik dengan karyanya Al-Mudawwanah yang mempunyai peran besar dalam mazhab Maliki di Afrika. Ada juga Imam Zayid Al-Qayrawani, Yahya bin Salamah Al-Bashri, Ibnu Jazzar seorang tokoh tokoh di bidang kedokteran. Di kota ini lahir juga perempuan masyhur bernama Fatimah al Fihri yang mendirikan perguruan tinggi.
Konon di perguruan tinggi Qoirawan ini seorang bernama Gerbert of Auvergne yang kemudian menjadi Paus Silverten II pernah belajar di Universitas Qoirawan dan menemukan angka nol. Penemuan ini kemudian dibawanya ke Eropa mengganti angak Romawi. Tak hanya itu, seorang ahli pikir Yahudi bernama Ibnu Muymun atau dikenal dengan Maimonides pernah berlajar di Universitas Qoirawan dibawah asuhan Abdul Arabi bin Mushawab. Seorang pelawat atau penjelajah terbesar dan pencatat sejarah Afrika, Hassan bin al wazzah atau Leo Afrinacus adalah lulusan Univeritas Qoirawan.
Tidak hanya sebagai pusat keilmuwan. Salah satu yang menarik dari Qowaian adalah kotanya. Terdapat beberapa bangunan yang mempunyai daya tarik diantaranya adalah Masjid Uqbah bin Nafi. Masjid Uqba merupakan sebuah masjid agung yang dibangun antara 670- 680. Masjid ini beberapa kali mengalamai renovasi. Pada masa Dinasti Maghlabid mesjadi ini diperlebar dan dibangun dengan didningnya dengan karakteristik menera masjid Abasyiyah di Samarra.
Keindahan kota Qoirawan pernah menginspirasi pelukis Swiss-Jerman Paul Klee saat berdiri di gerbang Kairouan sambil merenungkan apa yang dilihatnya. “Warna kota ini merasuki saya. Saya tidak harus mengejarnya. Itu akan selalu merasuki saya, saya tahu itu. Itulah arti momen bahagia ini: Warna dan aku adalah satu. Saya seorang pelukis. Cahaya dan warna yang ditawarkan kota telah memicu terobosan artistikku,” ungkap Klee.