Sedang Membaca
Diaspora Santri (10): PCINU Arab Saudi, Khidmah Pendidikan dan Advokasi Pekerja Migran
Alfian Ihsan
Penulis Kolom

Sekretaris PC GP Ansor Arab Saudi.

Diaspora Santri (10): PCINU Arab Saudi, Khidmah Pendidikan dan Advokasi Pekerja Migran

Arab Saudi

PMI, Pekerja Migran Indonesia, atau yang lebih akrab di telinga kita yaitu istilah TKI, Tenaga Kerja Indonesia. Penggunaan Istilah PMI mulai digunakan pada UU no. 18 tahun 2017. Menurut pemerintah, perubahan istilah ini sebagai upaya untuk memperhalus makna dan merubah persepsi masyarakat umum daripada menggunakan kata “Buruh” atau “Tenaga Kerja”

Bagi kelompok pekerja migran yang berada di lapangan, perubahan istilah ini tidak berarti apa-apa. Sebagian besar dari pekerja migran masih belum bisa merasakan dampak sistematis dari perubahan istilah tersebut.

Misalnya dalam hal perlindungan pekerja migran di negara tujuan kerja, kita masih sering mendengar pemberitaan media mengenai permasalahan yang dialami pekerja migran. Misalnya disekap di rumah majikan, gaji yang tidak diberikan selama berbulan-bulan, atau difitnah melakukan tindak kriminal sehingga harus mendekap di penjara.

Permasalahan mengenai pekerja migran paling banyak terjadi di negara kawasan timur tengah, khususnya Arab Saudi. Pemerintah Arab Saudi mempunyai mekanisme sendiri tentang bagaimana memperlakukan pekerja migran.

Meski pada tahun 2014 pemerintah Indonesia dan Arab Saudi mengesahkan kesepakatan bilateral mengenai penempatan dan perlindungan pekerja migran, namun pada praktiknya Arab Saudi masih setengah hati untuk benar-benar memberikan jaminan perlindungan pekerja migran.

Kita ambil contoh mengenai kasus eksekusi mati terhadap Zaini Misrin dan Tuti Tursilawati pada tahun 2018. Proses hukum yang memakan waktu bertahun-tahun dan sulitnya untuk mendapatkan kesetaraan hak di mata hukum bagi pekerja migran merupakan hambatan bagi penyelesaian kasus yang berujung eksekusi.

Perlindungan terhadap pekerja migran merupakan salah satu tugas dari perwakilan negara yaitu kedutaan besar dan konsulat jenderal. Meski begitu, PCINU Arab Saudi mengambil peran untuk turut serta melakukan pendampingan dan perlindungan.

Baca juga:  Di Antara Jokowi dan Probowo, Siapa yang Berani Bangun Hubungan Diplomatik dengan Israel?

Peran yang dilakukan PCINU Arab Saudi yakni sebagai fungsi advokasi antara pekerja migran dan pihak konsulat atau kedutaan. Hampir setiap bulan setidaknya ada satu atau dua kali laporan kepada PCINU Arab Saudi mengenai pelanggaran hak atas pekerja migran indonesia.

Kemudian setelah data valid diterima dari pelapor, laporan ini dilanjutkan kepada pihak kedutaan atau konsulat untuk ditindaklanjuti menggunakan mekanisme bilateral. Sebenarnya kedutaan dan konsulat sudah mempunyai hotline yang bisa dihubungi oleh pekerja migran, namun masih banyak pekerja migran yang merasa sungkan untuk menghubungi secara langsung.

Hal ini berkaitan dengan kondisi psikologis pekerja migran di Arab Saudi yang didominasi pekerja sektor domestik rumah tangga. Mayoritas dari mereka hanya mempunyai tingkat pendidikan SMP atau SD, sehingga mereka mengalami mental block untuk berhubungan secara langsung dengan seorang yang mereka anggap “pejabat”.

Sejak disahkan sebagai cabang istimewa NU di luar negeri pada muktamar NU di Lirboyo pada penghujung tahun 1999, sudah 20 tahun PCINU Arab Saudi membersamai pekerja migran pada isu perlindungan hak dan pendidikan.

Satu peristiwa yang paling membekas di ingatan rekan-rekan PCINU Arab Saudi adalah peristiwa “matar qadeem”. Waktu itu, pada tahun 2013 pemerintah Arab Saudi menerapkan kebijakan untuk memulangkan pekerja migran yang masa ijin tinggalnya sudah habis, ini dianggap ilegal.

Baca juga:  Bebrayan Agung Mahasiswa Baru Yogyakarta

Kebijakan itu diumumkan disertai dengan ancaman denda bagi siapa saja yang masih mempekerjakan pekerja migran ilegal. Sontak saja, banyak user yang mengusir pekerjanya dari rumah karena takut mendapatkan sanksi dari pemerintah.

Permasalahan selanjutnya adalah ribuan pekerja migran yang terusir ini tidak bisa ditampung di kawasan konsulat dan kedutaan yang tempatnya terbatas. Lalu mereka berinisiatif untuk berlindung di bawah jembatan flyover di Jalan Palestina, blok Matar Qadeem.

Sambil menunggu pembuatan surat perjalanan laksana paspor (SPLP) dan proses pemulangan, mereka bertahan di kawasan itu selama hampir tiga bulan. Dalam hal ini yang bisa dilakukan PCINU Arab Saudi adalah menggalang donasi dari berbagai pihak untuk memenuhi kebutuhan logistik sehari-hari mereka. Selain itu, berkomunikasi dengan pihak konsulat dan  membantu penjagaan di sekitar jembatan juga bagian upaya yang dilakukan PCINU Arab Saudi untuk memastikan keselamatan dan keberlangsungan hidup saudara pekerja migran.

Dalam bidang pendidikan, pada tahun 2000 PCINU Arab Saudi menginisiasi pendirian SIM (Sekolah Indonesia Makkah). Ketika itu hanya ada dua sekolah formal bagi anak – anak pekerja migran di Arab Saudi, yaitu SIJ (Sekolah Indonesia Jeddah) dan SIR (Sekolah Indonesia Riyadh).

SIM dikelola oleh yayasan Al-Ma’arif Mekkah Al-Mukarromah sebagai tempat belajar bagi anak-anak pekerja migran di wilayah kota Makkah. Sebelum ada SIM, mereka bersekolah di SIJ yang berada di kota Jeddah dengan jarak tempuh 90 km. Sehingga mereka biasanya memilih untuk tinggal di shelter konsulat dan pulang ke Makkah ketika hari Jum’at, hari libur.

Baca juga:  Sisi lain Milkul Yamin: Budak, Zina, dan Perempuan

Pada tahun 2009, terjadi perubahan regulasi dari pemerintah Arab Saudi bahwa sekolah luar negeri harus dikelola oleh konsulat atau kedutaan. Sehingga sejak itu pengelolaan SIM yang tadinya di bawah yayasan harus diserahkan pada KJRI Jeddah. Meski pada realisasinya PCINU Arab Saudi tetap turut aktif dalam pengelolaan teknis sekolah.

Selain SIM, PCINU Arab Saudi hingga kini juga masih mengelola Taman Pendidikan Al-Qur’an Al Nashiriyyah di kota Jeddah. TPA yang fokus pada pendidikan tahfidz Al-Qur’an ini merupakan solusi bagi pemenuhan kebutuhan pengetahuan agama anak – anak dari pekerja migran yang kesulitan untuk mengikuti kajian keagamaan di masjid karena kajian disampaikan dalam Bahasa Arab.

Gedung TPA ini juga difungsikan sebagai masjid yang dinamai Masjid Indonesia Jeddah (MIJ), juga sebagai sekretariat bersama dari PCINU Arab Saudi beserta banom lainnya. Yakni PC Muslimat Arab Saudi, PC GP Ansor Arab Saudi, dan IPNU/IPPNU Arab Saudi. MIJ juga menyelenggarakan Sholat Jum’at yang biasa diikuti oleh pekerja migran di wilayah kota Jeddah.

Pada momen Jum’atan inilah biasanya kita berkumpul dan membahas berbagai permasalahan dan isu dalam lingkup pekerja migran di wilayah Jeddah dan Makkah. Tidak berlebihan jika menyebut fungsi MIJ ini sebagai dewan legislatif perwakilan masyarakat yang turut aktif dan peduli memberikan sumbangsih saran, gagasan dan pengawasan kepada KJRI Jeddah berkaitan dengan proses pelayanan dan perlindungan pekerja migran di Jeddah dan sekitarnya [].

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top